Menikah dengan Mantan

Bab 120 \"SEHARUSNYA MENGERTI\"



Bab 120 \"SEHARUSNYA MENGERTI\"

YE YE YE YE… LA LA LA LA…     

UP AGAIN GUYS… SEMOGA ENGGAK BOSEN" YA KALIAN.     

BTW… BOLEH DONG BUKA PRIVINYA. CUMA BUTUH 1 KOIN AJA KOK UNTUK BUKA PRIVI.     

OH IYA, AKU JUGA MINTA MAAF YA… KARENA TYPO MASIH BANYAK YANG BETEBARAN.     

HAPPY READING…     

"Bang," panggiL Qia karena Raka hanya diam saja.     

"BanG," panggil Qia yang kini menggerakkan tangannya di depan wajah Raka tetapi dari jauh karena ia masih duduk di kursi.     

"Ah, iya. Kenapa?"     

"Abang melamun?" tanya Qia mentap malas Raka. Ia sedang ingin cerita, tetapi Raka malah sibuk melamun.     

"Ah, enggak. Tadi, kamu bilang apa?" tanya Raka yang kini mentap Qia.     

"Iya, aku tadi tanya apa abang tahu kalau Kak Ken enggak suka perempuan."     

"Kenan suka perempuan, lah. Kalau enggak suka perempuan man mungkin ia mau menikah dengan kamu. Hahahaa, ada-ada saja kamu Qi," ucap Raka seraya tertawa palsu.     

Entah apa yang di pikirkan Raka, bukankah ini kesempatannya untuk menjatuhkan Kenan dan mendapatkan kembali Kenan?     

"Ah, bukan itu maksud aku bang," ucap Qia kemudian menghembuskan napasnya dengan berat.     

"Terus, maksud kamu apa?"     

"Maksud aku itu, Kak Ken enggak suka perempuan karena dia menganggap semua wanita itu sama seperti mamanya. Walau begitu, Kak Ken masih normal. Abang tahu enggak tentang masalah ini?" tanya Qia yang kini mentapa serius Raka.     

"Oh, iya. Aku tahu kalau ini. Aku pikir tadi kamu menganggap Kenan enggak suka perempuan dan menyukai sesama jenis," ucap Raka kemudian ia tertawa canggung karena salah mendeskripsikan apa maksud dri pertanyaan Qia.     

Qia terdiam mendengar ucapan Raka barusan, Raka kemudian membalikkan tubuhnya untuk mengambil minuman dingin. Tiba-tiba rasanya ia menjadi kepanasan setelah menjawab pertanyaan Qia. Jantungnya sempat berdetak kencang dengan pertanyaan Qia. Padahal, seharusnya itu menjadi kesempatan dirinya untuk membongkar hubungannya dengan Kenan supaya ia bisa kembali bersama Kenan.     

Raka megambil minuman dingin di mini kulkasnya. Ia mengambil minuman dingin itu kemudian membukanya. Setelah itu ia membalikkan tubuhnya seraya meminum minuman yang ia ambil tadi. Raka langsung tersedak ketika Qia tiba-tiba sudah berdiri di belakang tubuhnya. Raka terbatuk-batuk karena ia begitu terkejut.     

Seingatnya tadi Qia masih duduk di kursinya dan tidak melihat pergerakan Qia yang akan berjalan ke arahnya. Pikirannya yang sedang kacau membuat Raka sedikit tidak berkonsentrasi. "Kamu ngagetin aja, Qi," ucap Raka ketika detak jantungnya mulai kembali normal.     

"Abang lagi ada masalah, kah? Smapai gini aja begitu terkejut," ucap Qia menatap serius Raka.     

"Enggak ada," jawab Raka singkat kemudian ia berjalan ke arah mejanya.     

Qia pun mengikuti Raka di belakangnya kemudian ia pun mendudukkan dirinya di kursi depan meja kerja Raka. "Bang," panggil Qia menatap Raka yang sedang mengecek beberapa file lagi.     

"Kenapa?" tanya Raka melihat sekilas kea rah Qia.     

"Tadi perasaan abang tanya aku ada masalah apa, kenapa sekarang di cuekin?" tanya Qia kesal.     

"Jadi—" Raka sengaja menggantungnya katanya kemudian ia menumpukan kedua tangannya di atas meja dan ia sepenuhnya menatap Qia.     

"Apa Kak Ken suka cowok ya?"     

"A—apa?" tanya Raka tergagapn dengan pertanyaan Qia.     

"Perkataan abang barusan buat aku berpikir, Kak Ken enggak suka sama cewek tapi dia normal. Itu kan, hanya pendapatku ketika aku bersama Kak Ken. Tetapi, setelah beberapa tahun enggak bertemu kemungkinan saja Kak Ken jadi bener-bener enggak tertarik sama cewek," ucap Qia menatap serius Raka.     

"Sebegitu parah kah pertengkaran kamu sama Kenan, sampai-sampai kamu bilang begitu?" tanya Raka yang sudah menenangkan detak jantungnya yang berdegup tidak karuan karena ertanyaan Qia sukses membuatnya terkejut dan menyebabkan detak jantungnya berdetak tidak karuan.     

"Bukan begitu bang, tapi—" Qia menghentika ucapannya ia sendiri entah kenapa jadi berpikir seperti itu. Apalagi ia tadi sempat mengingat Raka dan Kenan ketika mabuk. Dimana Raka dan Kenan sama-sama naked tanpa memekai pakaian atas mereka, bahkan mereka seperti menikmati ciuman mereka satu sama lain.     

"Jangan pernah berpikir seperti itu. Apapun masalahnya jangan berpikir negatife pada Kenan. Selesaikan masalah kalian dengan kepala dingin," ucap Raka menasehati.     

Raka merutuki kebodohannya, kenapa bisa ia malah menasehati hal seperti ini pada Qia. Seharusnya ia memprovokasi Qia bukan, supaya mereka gagal menikah dan akhirnya ia bisa kembali. Lagi-lagi Raka bertindak tidak sesuai dengan pamikirannya.     

Qia menundukkan kepalanya lesu dengan mendengar ucapan Raka. Seharusnya Qia memang menuruti apa yang di katakana Kenan. Ia juga seharusnya mengerti kenapa Kenan begitu. Ia sudah tahu tentang keluarga Kenan, seharusnya ia tidak marah seperti itu. Ia sekarang menyesali apa yang terjadi tadi pagi.     

Tadi pagi ia hanya merasa lelah dan Kenan pagi-pagi sudah datang mengomelinya. Padahal bisa kan, Kenan tidak berkata seperti itu. Lagi pula, jika sikap Kenan seperti itu bukankan dirinya menyatakan jika ia tidak mempercayai Qia bahwa Qia mampu menjaga dirinya dari pihak ke tiga yang mengganggu hubungannya dengan Kenan.     

Namun, Qia sadar, disini ia harus bisa mengerti Kenan karena rasa sakit Kenan yang kecewa dengan sikap ibunya. Bukankan jika kita mencintai seseorang dengan tulus, kita harus mentolelir kekuranggnya. Perlahan-lahan kita memberikan pengertian pada pasangan kita.     

Mencoba menerima kemarahan tetapi tetap sedikit-sedikit kita membiasakan diri untuk memberikan pengertian pada pasangan kita. Raka yang melihat Qia yang tertinduk lesu itu pun menghela napasnya. Ia kemudian berdiri dari duduknya dan berjalan mendekati Qia yang masih terdiam dengan menundukkan kepalanya.     

Raka mengusap kepala Qia sayang penuh kelembutan. Hal itu malah membuat Qia yang sedari tadi menahan tangisannya karena merasa bersalah pada Qia akhirnya tidak kuasa menahan tangisannya. Pecah sudah suara tangisan Qia yang kini mengisi ruang kerja Raka dan juga Qia. Ia terus saja menangis kencang.     

Raka pun kini satu tangannya memijat pundak Qia pelan dan satu tangannya yang lain masih setia mengusap kepala Qia. Ia mencoba menyalurkan ketenangan pada Qia melalui usapan dan pijatan di pundak Qia. Pijatan itu bermaksud untuk meringakan beban yang sedang Qia pikul. Terkadang jika ia sedang stress dan merasa begitu berat, pijatan di pundak yang Kenan lakukan membuat dirinya bisa menjadi rilex.     

Tangisan Qia pun berangsur-angsur meredah, dan kini hanya tersisa dengan suara sesegukan saja. Qia mengankat kepalanya untuk mencari tisu. Ia pun mengambil beberapa tisu untuk menghapus air matanya yang membasahi pipinya. Ia juga membuang ingusnya begitu kuat hingga Raka geli sendiri mendengarnya.     

"Bang, ada karet enggak?" tanya Qia yang kini mendongak untuk menatap Raka.     

"Karet?" tanya Raka kemudian ia berjalan ke arah laci mejanya.     

"Karet gelang begini, enggak apa-apa?" tanya Raka menatap wajah Qia yang terlihat sembab itu.     

"Ia, enggak apa-apa," jawab Qia seray amengulurkan tangannya.     

Raka pun memberikan karet gelang itu pada Qia dan Qia pun mengikat rambutnya dan mengikatnya asal. "Hari ini, kita enggak kemana-mana kan, bang?" tanya Qia menatap Raka seraya tersenyum.     

"Um, " jawab Raka.     

Raka menatap wajah Qia yang terlihat berantakan itu. Bahkan sekarang Qia mengikat asal rambutnya dengan karet gelang yang biasanya di pakai di nasi bungkus. Raka menatap Qia dengan kagum, ikatan rambut asal Qia entah kenapa membuatnya terlihat sangat cantik.     

TBC…     

A wiuw wiuw wiuw… ADAKAH BENIH-BENIH CINTA ANTARA RAKA DAN QIA YA? WAH… YUKS LAH, RAMAIKAN KOMENT N POWER STONENYA.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.