Bab 85 \"MENIKAHLAH DENGANKU\"
Bab 85 \"MENIKAHLAH DENGANKU\"
Happy Reading....
Qia masih memeluk Kenan erat hingga kaki Kenan keram dengan posisi seperti ini. Ia yang duduk menyamping dengan tubuhnya yang mendekat ke Qia. Perlahan Kenan mengurai pelukannya karena kakinya sudah sangat keram. Namun nihil, Qia malah mengeratkan pelukannya.
"Kakiku keram," bisik Kenan dan seketika itu pula Qia melepaskan pelukannya.
Kenan langsung menghadap ke depan, kemudian meluruskan kakinya. Qia mengambil beberapa lembar tisu untuk menghapus air matanya. Kenan memijat kakinya yang keram agar segera hilang rasa keramnya. Setelah rasa keramnya menghilang, ia kini menoleh ke arah Qia. Qia sudah lebih baik dari pada tadi.
"Menikkahlah denganku," ucap Kenan tiba-tiba membuat Qia menoleh.
"Apa yang kalian inginkan sebenarnya? Apa kalian sedang bertaruh siapa pria yang hebat?" tanya Qia sinis.
"Ta, aku bener-bener ingin menikah denganmu. Kita sudah mengenal lama Ta. Jadi, untuk apa kita harus saling mengenal, pacaran lagi kalau sebelumnya kita pun sudah—" ucapan Kenan terhenti kala tiba-tiba Qia membuka pintu mobil dan segera berjalan ke luar dari mobil. Kenan segera turun untuk menghampiri Qia.
"Ta, tung—"
"Stop, kak!" ucap Qia sambil mengulurkan satu tangannya kedepan dengan lima jari kedepan yang mengisyaratkan agar Kenan berhenti berjalan mendekatinya.
"Qia enggak mau capek, jadi berhenti mengatakan hal-hal buruk itu!" tegasnya dengan tatapan tajamnya.
"Apa menikah itu hal buruk, menikah itu bu—"
"Menikah itu untuk selamanya, tetapi bagaimana jika nasib pernikahan kita berhenti di jalan sama seperti hubungan pacaran kita yang tiba-tiba saja berhenti? Bagiku itu adalah sesuatu yang buruk!" tegas Qia menatap Kenan dengan tatapan tidak terbaca.
Kenan tiba-tiba saja berlutut kemudian ia mendongak. "Aku akan bersujud terus padamu jika itu membuatmu percaya jika perkataanku tentang mengajakmu menikah itu serius."
Qia menatap malas kenan, ia tidak peduli sama sekali jika Kenan mau bersujud di situ. Ia membuka pintu belakang mobil kemudian mengambil tas bajunya. "Terserah kakak mau apa, yang pasti aku hanya bisa menerima kakak sebagai temanku saja. Tidak lebih dan tidak kurang sama sekali!" tegas Qia.
"Tapi Ta—"
"Aku tidak mau membahas ini lagi! Pembicaraan ini hanya seperti kaset rusak yang terus terputar dan itu hanya menghabiskan waktu tanpa ada manfaatnya!" tegas Qia memotong ucapan Kenan.
Ia pun segera melangkahkan kakinya pergi dari sana tanpa peduli dengan Kenan yang sudah berlutut di hadapannya. Kenan menundukkan kepalanya ketika Qia pergi dari sana. Tanpa ia sadarai kini seseorang sudah berdiri di belekang tubuhnya. "Apa wanita seperti itu yang akan menjadi istrimu?" tanya seseorang yang suaranya begitu familiar.
Kenan pun langsung berdiri dan membalikkan tubuhnya untuk menatap siapa orang yang ada di belakang tubuhnya. "Raka!" ucap Kenan terkejut.
Raka bersedekap seraya menatap Kenan dengan tatapan mencemooh. "Kamu bilang dia calon istrimu, tapi kenapa dia bersikap seperti itu. Apa kamu bohong tentang dia calon istrimu?"
Bukannya menjawab Kenan malah melangkahkan kakinya untuk memasuki mobilnya. Ia malas membahas hal-hal seperti ini. "Apa yang sudah ia berikan padamu hingga wanita yang hanya lulusan SMA bisa membuatmu seperti ini? Kenan yang ku kenal tidak pernah berlutut untuk seoarang wanita yang selalu ia anggap—"
"Hentikan!" tegas Kenan seraya membalikkan tubuhnya menghadap Raka. Entah kenapa kupingnya terasa panas mendengar ucapan Raka tentang Qia. "Jangan mengatakan apapun jika kamu tidak mengetahui kebenarannya!"
Raka tersenyum mengejek kemudian ia melangkahkan kakinya mendekat ke arah Kenan. Kenan diam di tempatnya menatap Raka dengan berani. Kini ia sudah berada di samping tubuh Kenan dengan posisi tubuh berlawanan. "Apa servisnya lebih memuaskan?" tanya Raka dengan tangannya bergerak meremat miliki Kenan.
Kenan menepis tangan Raka kemudian bergerak mundur memberikan jarak antara dirinya dan Raka. Raka di buat tersenyum atas reaksi yang Kenan tampilkan. "Apa kamu tidak membutuhkan pelepasan?" tanya Raka dengan suara menggoda.
"Kita sudah berkahir, Ber-Ak-Hir!" tegas Kenan sambil mengejanya dengan penuh penekanan. Setelahnya Kenan berbalik dan segera masuk ke mobil. Ia melajukan mobilnya begitu saja dengan kecepatan sedang. Raka yang menatap mobil Kenan yang sudah menjauh hanya tersenyum simpul.
"Aku akan membuatmu kembali padaku. Wanita seperti Qia hanya perkara kecil bagiku untuk membuatnya mundur," ucap Raka seraya tersenyum bangga karena lawannya mudah.
Di tempat lain, Qia sedang berjalan menyusuri jalanan untuk mencari tempat kosan murah. Ia membuka handphonenya dan mencari lokasi kosan murah yang berada dekat dengan kantornya atau mungkin kosan murah di dekatnya saat ini.
"Apa aku tinggal di panti saja untuk sementara waktu?" tanya Qia entah pada siapa karena kosan yang ia lihat saat ini harga-harganya bekisar satu juta rupiah semua.
"Ah, sepertinya aku harus menebalkan wajahku dan juga seolah-olah tidak mendengar perkataan buruk.
Qia pun mengangguk-anggukan kepalanya ketika ide itu terlintas dalam benaknya. Qia pun melangkahkan kakinya menuju halte yang tidak jauh dari appartement Raka. Tujuannya saat ini adalah ke panti. Setidaknya hanya sampai dirinya sudah menerima gajih dan bisa menyewa kos-kosan yang sesui bajet yang ia miliki.
Sementara Qia kini sedang berada di bus menuju panti asuhan yang akan ia tinggali sementara waktu ini. Kenan yang berada di dalam mobil sudah memegang stir mobilnya kuat-kuat. "Arrgh!" teriak Kenan kesal.
Ia tidak menyangka jika hari ini akan tiba. Yang ia inginkan sekarang adalah merahasiakan dulu siapa calon istrinya pada Raka, tetapi hari ini semuanya terungkap. Ia tidak bisa memberi pengertian pada Raka atau semuanya akan sia-sia saja. Tetapi di satu sisi pun ia tidak menyukai cara Raka pada Qia.
Sikap Qia yang begitu keras kepala sungguh membuatnya frustasi. Kenapa bisa sesulit ini menaklukan Qia. Kenapa tidak mudah seperti jaman SMA bahkan ketika SMA dulu, Qia lah yang menyatakan cintanya pada Kenan di depan beberapa pasang mata yang saat itu memberinya selamat atas kemenangannya pada lomba fisika yang di adakan di seluruh sekolah daerah Jakarta.
Kenan menepikan mobilnya di pinggir jalan. Itu hari minggu jalanan pun lenggang tidak sepadat hari biasa. Ia menyandarkan tubuhnya kemudian menarik rambutnya seraya memejamkan matanya. Ia sudah sangat pusing dengan semua ini. Ia menghembuskan napasnya dengan berat kemudian membuka matanya.
"Tujuanku sekarang adalah meluluhkan hati Qia dan menikahinya. Perkataan kasarku padanya pasti sudah membuat dirinya membenciku," ucap Kenan dengan kedua tangan di kepalanya.
Ia menghirup napas dalam-dalam dan menghembuskan napasnya dengan berat. Ia kemudian menoleh ke arah kanan jalanan. Matanya pun menangkap sesuatu hal yang membuatnya mempunyai ide. "Apa aku harus melamarnya di depan banyak orang seperti ketika ia mengatakan cintanya padaku?" tanya Kenan bermonolog sendiri.
Kenan menimbang-nimbang apa yang harus ia lakukan. Haruskah ia melamar Qia di depan umum atau melakukan hal lainnya supaya Qia mau memaafkannya dan menerimanya?
"Jika Qia nanti menolakku bagaimana?" tanyanya entah pada siapa. Pertanyaan itu tiba-tiba saja terlintas dalam benaknya. Padahal ia saja belum melakukannya. Sebagai seorang pria, seharusnya Kenan bisa menerima konsekuensi yang harus ia terima bukan? Bukan malah seperti ini, sudah ketakutan padahal belum terjadi.
TBC...
YE YE YE... RAMAIKAN KOMENT DAN POWER STONENYA YA GUYS...