Bab 83 \"ABEGEH LABIL\"
Bab 83 \"ABEGEH LABIL\"
Happy Reading...
"Apa yang sedang kamu pikirkan?" tanya Kenan membuat Raka langsung tersadar dengan lamunannya.
Ia pun kini mentap ke arah Kenan, tetapi tidak lama hanya sebentar saja kemudian ia mengalihkan pandangnnya ke arah teko air panas yang sudah mendidih. Ia menuangkan air panasnya ke gelas yang sudah terisi gula dan teh.
"Semalam apa yang sudah kamu lakukan pada Qia?" tanya Kena dengan sauara dingin dan tegasnya.
Raka hanya diam tidak menjawab sama sekali, ia meletakkan teko air panas ke atas kompor kemudian membawa geles tehnya sambil di aduk ke arah meja makan. "Raka!" tegas Kenan dengan suara tertahan.
"Kamu mengenalku bukan sebulan atau dua bulan tapi lima tahun. Apa kamu tidak mengingat kebiasaanku jika sudah mabuk," ucap Raka kemudian duduk di meja makan.
"Kamu melakukannya dengan Qia?" tanya Kenan dengan suara meningginya dan tatapan tidak percaya.
"Hum," jawab Raka singkat.
"Apa katamu?" ucap Kenan dan langsung menarik kerah kaos yang di gunakan Raka. "Apa kamu gila, hah!" marah Kenan dan semakin mencengkram kuat kerah kemeja Raka. Raka pun menyelipkan kedua tangannya di antara kedua tangan Kenan dan dengan kuat ia melebarkan kedua tangannya hingga tangan Kenan terlepas hingga kaos yang di pakai Raka sedikit robek.
Raka kini berdiri dan menatap Kenan dengan tatapan mata beraninya. "Terserah aku mau melakukannya dengan siapa, bukankah kamu sudah biasa jika aku tidur dengan seorang wanita? Lagi pula, kamu sudah tidak berhak lagi marah jika aku dengan wanita lain!" tegasa Raka dengan tatapan marahnya.
Kenan menatap marah pada Raka dan tangannya sudah terkepal kuat siap menghajar Raka. Ia tahu untuk sekarang ia sudah tidak berhak atas Raka. Namun, kenapa harus Qia. Ia tidak terima jika Qia yang menjadi pelampiasan Raka ketika mabuk berat.
Bugh
Satu pukulan kuat mendarat di rahang Raka hingga Raka jatuh tersungkur di lantai. Raka langsung menatap Kenan dan menyentuh sudut bibirnya yang berdarah. Tidak terima dengan apa yang Kenan lakukan padanya, ia pun segera berdiri untuk membalas pukulan Kenan. Sayangnya dengan gesit Kenan menghindar sehingga Raka hanya memukul angin dan dirinya harus tersungkur karena Kenan langsung mendorong tubuhnya ketika ia menghindari serangan dari Raka.
Raka langsung berdiri dan menatap marah Kenan. Ia mengepalkan tangannya kuat dan kembali mendekat ke arah Kenan untuk memberi pukulan pada Kenan. Kenan kembali menghindar tetapi akhirnya Raka bisa menghajar Kenan. Adegan baku hantam pun terjadi di antara mereka berdua.
Qia yang baru selesai mandi pun mendengar suara yang tidak biasa segera keluar kamar. Ia berlari ke arah sumber suara dan disana sudah ada Raka dan Kenan yang masih saling menyerang. Qia segera menghampiri mereka berdua dan melepaskan cengkraman di kerah pakaian yang mereka pakai.
"Jangan ikut campur!" tegas Raka dan Kenan bersamaan seraya menatap Qia dengan tatapan tajam mereka. Nyali Qia menciut seketika, rasanya saat ini ia ingin menangis di bentak seperti itu.
Kenan dan Raka kembali berkelahi membuat Qia yang tadi nyalinya sempat ciut kini sudah tidak lagi. Tiba-tiba otaknya menemukan sebuah ide. Ia berjalan ke arah kamar mandi kemudian mengambil air di gayung. "Ah, mereka 'kan badan gorilla. Sepertinya segayung tidak cukup," ucapnya menatap gayung berisi air itu.
Ia kemudian mengambil ember dan mengisinya air sekitar setengah ember lebih. Ia kemudian mengangkatnya dan membawa ke ruang makan dimana Raka dan Kenan masih berkelahi. "Kalau kucing, disiram air pasti langsung kabur," ucap Qia seraya berjalan ke arah ruang makan.
Ia kini sudah sampai di ruang makan. Saat in Raka sudah berada di bawah Kenan. Tangan Raka menahan kedua tangan Kenan agar tidak bergerak. Qia langsung menyiramkan semua air di dalam ember yang ia bawa itu ke tubuh Kenan dan Raka.
Seketika itu, Kenan langsung melepaskan Raka. Raka terduduk sedangkan Kenan sudah berdiri. Mereka berdua mengusap wajah mereka yang basah kemudian menatap si pelaku yang membuat mereka basah seperti ini. "Qia!" tegas Kenan sedangkan Raka hanya diam mendongakkan kepalanya menatap Qia.
"Kalian tidak berhenti berkelahi. Lihat, wajah kalian sudah lebam begitu masih saja berkelahi. Apa harus salah satu masuk rumah sakit dahulu baru berhenti berkelahi?" tanya Qia seraya bersedekap menatap Kenan dan Raka bergantian.
Raka yang mendengar pertanyaan itu entah kenapa malah tersenyum kemudian ia pun tertawa terbahak-bahak. Kenan dan Qia menatap aneh pada Raka. Apa yang lucu hingga membuat Raka tertawa seperti itu pikir mereka.
"Apa yang lucu?" tanya Kenan karena tidak tahan dengan Raka yang masih saja tertawa.
"Apa yang sebenarnya kita ributkan?" tanya Raka setelah berhasil menghentikan tawanya.
"Apa yang aku lakukan bersama Qia itu sadah hal biasa yang aku lakukan. Jadi, untuk apa kita bekelahi? Bahkan sampai salah satu dari kita matipun tidak akan ada yang berubah!" ucap Raka dengan suara yang dingin dan penuh penekanan di akhir katanya. Sorot matanya pun kini berubah menjadi tajam menatap Kenan.
Qia yang melihat ada percikan api yang sepertinya akan siap membuat mereka kembali berkelahi segera menengahi. "Jangan sampai ada siraman ke dua kalinya jika kalian masih seperti ini. Kalian bukan anak kecil lagi, jadi selesaikan masalah kalian dengan kepala dingin. Jangan seperti abegeh labil yang meyelesaikan masalah dengan adu jotos!" nasehat Qia dengan suara tegasnya menatap Kenan dan Raka bergantian.
Ia paling kesal dengan yang namanya perkelahian, apa untungnya berkelahi? Yang ada merugikan diri sendiri. Tubuh akan merasa sakit jika saling berkelahi seperti itu. Ketika SMA dulu saja, ia sering memarahi almarhum kakaknya seraya menangis ketika ia mengobati wajah kakaknya yang lebam. Malam harinya ia pun mendengar kakaknya yang meringik karena tubuhnya yang sakit.
"Aku akan pergi, selesaikanlah masalah kalian," ucap Qia kemudian ia melangkahkan kakiknya ke arah kamar mandi untuk meletakkan ember.
"Qia kamu jangan asal pergi saja, bersihkan kekacauan yang kamu buat!" teriak Kenan. Padahal tidak perlu berteriak pun Qia pasti sudah mendengar karena jarak antara meja makan dan kamar mandi tidak begitu jauh.
Alih-alih menjawab Qia hanya kembali membawa lap pel dan juga ember pel'an. Ia berjalan dengan wajahnya yang datar. "Lebih baik Abang sama Pak Kenan mandi," ucapnya tanpa mau menatap Kenan dan Raka.
Ia mulai mengepel lantainya. Tanpa banyak komentar lainnya Raka sudah membalikan tubuhnya dan berjalan ke arah kamarnya untuk mandi. Sementara itu Kenan kini hanya diam di tempatnya dan kakinya bergerak ketika kain pel'an sengaja di tabrakan Qia ke kakinya. "Kenapa bapak tidak mandi?" tanya Qia kesal seraya mendongakkan kepalanya menatap Kenan.
"Apa aku harus mandi berdua dengan Raka?"
"Kenapa tidak, bukankan para lelaki biasa mandi bersama? Kalau bapak perempuan iya, karena masih ada wanita yang tidak biasa mandi bersama dengan wanita lainnya."
Kenan memutar malas bola matanya, "Memangnya kamu pikir hanya wanita saja yang seperti itu? Pria pun sama, mereka ada yang tidak biasa mandi bersama."
"Bukankah bapak sudah mengenal lama Bang Raka?" tanya Qia dan kembali melanjutkan mengepel lantainya. Bertatapan lama-lama dengan Kenan tidak baik dengan kesehatan jantungnya yang dengan kurang ajarnya berdetak tidak aturan.
Lain dengan Qia yang jantungnya berdetak tidak karuan, Kenan mengumpat kesal mendengar perkataan Qia. Karena jika dirinya dan Raka mandi bersama, mereka tidak hanya mandi tetapi juga bermain pedang-pedangan.
TBC...
wkwkwk... Qia, Qia... anda benar-benar ya, WKwkwk... jika dua pria ini tidak bisa di tinggal berdua dengan tubuh telanjang. Wkwkwkw...