Menikah dengan Mantan

Bab 161 \"AKU BENCI KAMU!\"



Bab 161 \"AKU BENCI KAMU!\"

HAI… HULA-HULA… APA KABAR GUYS… ADA YANG KANGEN GAK SEHARI ENGAK KU UP DATE. MAAF YA GUYS… AKU KEMARIN SAKIT, JADI ENGGAK UPDATE.     

OH IYA, MAAF YA GUYS… TYPO MASIH BETEBARAN.     

HAPPY READING….     

Qia sudah kembali tertidur, Kenan menegakkan tubuhnya dan meregangkan tubuhnya karena rasanya tubuhnya sakit akibat membungkuk terlalu lama untuk memeluk tubuh Qia. Kenan kemudian menatap Qia yang sudah tertidur dengan nayaman. Tangannya terulur untuk merapihkan helaian rambut Qia yang menutupi wajahnya.     

Tatapan mata Kenan sulit di artikan, ia terlihat sedih tetai juga seperti terlihat ragu. Pikirannya berantakan tapi satu hal yang menjadi intinya yaitu Qia. Wanita yang sudah ia nikahi dan kini sedang tertidur di tempat tidur rumah sakit dengan luka di dahinya kemudian beberapa luka di wajah serta tangan Qia yang tadi sempat terantuk kuat entah dengan apa sehingga ada keretakan di tulangnya sehingga tangan kanannya itu di gips.     

Denting suara handphone yang berada di nakas sebelah tempat tidurnya menyadarkan Kenan yang masih menatap Qia dengan tatapan entah apa itu. Ia pun berdiri dari duduknya kemudian berjalaan ke arah nakas untuk mengambil handponenya. Ia pun membuka pesan yang baru masuk yang ternyata dari Raka membuat Kenan mengernyitkan dahinya.     

Apalagi semenjak mereka putus Raka maupun Kenan tidak pernah menghubungi terlebih dahulu kecuali masalah pekerjaan. Masalah pekerjaan juga di bahas ketika jam kerja, tidak malam seperti ini. Kenan pun membuka pesan caht yang cukup panjang itu.     

Raka dan sebuah symbol hati     

[Kamu kenapa sih, Ken? Kamu cemburu sama aku? Untuk apa kamu cemburu sama aku? Apa kamu takut jika aku mengambil Qia dari kamu? Aku memang sering tebar pesona dan berpacaran dengan pria ataupun wanita. Tapi aku bukan seorang pebinor yang akan merebut wanita yang sudah bersuami!!!]     

Baru juga Kenan selesai membaca pesan chatting lainnya pun masuk dari Raka.     

[Aku enggak habis pikir sama kamu. Sepicik itu kamu menilaiku. Apa selama lima tahun ini kamu tidak mengenali aku sama sekali sampai kamu btidak mengizinkan istri kamau pergi bersamaku. Aku dan Qia itu pergi ke Palembang hanya urusan pekerjaan bukan untuk SELINGKUH!!!]     

Kenan memijit pangkal hidungnya, tiba-tiba saja kepalanya kembali berdenyut melihat isi pesan dari Raka. Lagi-lagi ada pesan masuk dari Raka.     

[Aku benar-benar udah enggak kenal kamu lagi. Aku tahu kamu orang yang posesif, tetapi kamu tidak seposesif ini sampai-sampai masalah urusan pekerjaan kamu abaikan. Kenan yang sekarang benar-benar berbeda. Ah, iya. Jelas saja berbeda, dia seorang wanita yang bisa member kamu keturunan. Jadi, wajar saja jika kamu sangat-sangat posesif padanya.]     

[Ah, iya. Selama lima tahun ini pun kamu mungkin hanya memanfaatkan aku supaya kamu tidak menikah-menikah. Padahal alasan sebenarnya kamu menunggu Qia datang ke padamu, dan setelah dia datang kamu buang aku begitu saja. Untuk apa kamu bersikap posesif padaku kalau semua itu hanya sebuah kepalsuan. Kalau LO ENGGAK SUKA SAMA GUA, JANGAN BERSIKAP POSESIF KE GUA! GUA BENCI LO KEN. BRENGSEK LO KEN!]     

Kepala Kenan semakin berdenyut, ia pun memfoto Qia yang terbaring di tempat tidur dengan selang infusenya serta tangan yang di gips, begitu pun juga ia mengirimkan tangannya yang tertancap jarum infuse. Tidak ada kata-kata yang ia kirim, hanya sebuah foto dan tidak lama panggilan video call langsung Raka lakukan.     

Kenan pun mengangkat video callnya tetapi kameranya di hadapkan ke arah Qia. "Ken," panggil Raka.     

"Iya," jawab Kenan malas. Kepalanya masih berdenyut sakit dengan pesan yang ia baca.     

"Aku mau lihat kamu," ucap Raka.     

"Kamu benci aku kan, jadi untuk apa kamu lihat?" tanya Kenan dengan nada ketus.     

"Maaf, aku akui memang aku benci kamu. Tapi—" Raka tidak melanjutkan kata-katanya ia tidak tahu harus berakata apa karena memang segala pemikiran buruk itu terlintas melihat bagaimana posesifnya Kenan pada Qia.     

Helaan napas Kenan terdengar di pendengaran Raka. Kenan pun langsung mengubah kameranya mengahadapnya. "Dengar Ka," ucap Kenan menatap Raka yang kini hanya menundukkan kepalanya.     

"Aku sudah pernah mengatakan kalau ini untuk kebaikan kita. Aku—" Kenan menghentikan ucapan kemudian menundukkan kepalanya.     

Raka mengakat kepalanya kemudian menatap Kena yang kini menundukkan kepalanya. Ia pun bisa melihat kepala Kenan yang terperban. "Apa itu masih sakit?" tanya Raka dengan sura pelan.     

Kenan pun langsung mengangkat kepalanya untuk menatap Raka yang juga sedang menatapnya. Mereka saling beradu pandang hingga Kenan mengalihkan pandangannya ke arah Qia yang sepertinya terusik. "Ka, kita perlu bicara berdua. Setelah kamu pulang, temui aku di kantor. Atau aku akan menemuimu di appartement," ucap Kenan seraya menatap Raka.     

"Untuk apa kita bicara berdua, semua sudah berakhir bukan?" tanya Raka dengn raut wajah tidak sukanya.     

"Aku akan mengatakan semuanya. Tapi, kita perlu bicara langsung. Tidak di handphone seperti ini," ucap Kenan yang matanya gelisah dan beberapa kali ia memandangi tempat tidur yang di tempati Qia.     

Raka yang melihat mata Kenan yang bergerak gelisah seraya menatap ke arah lain yang ia yakini jika Qia ada di arah yang sedang Kenan lihat hanya tersenyum. Senyuman yang mengisyaratkan agar ia sadar jika Qia orang yang berarti untuk Kenan. "Lihatlah, seseorang yang selalu kamu nomor satukan nyatanya dalam waktu sekejap bisa berubah mencintai orang lain. Dan apa yang kamu lakukan di sini, hanya terus merasa bodoh karena sudah di bohongi. Seharusnya kamu bisa bahagia tanpa dia. Dirinya saja bisa bahagia, seharusnya kamu pun bisa lebih bahagia dari pada dia," ucap Raka dalam hati yang mengutuk dirinya sendiri.     

Raka sering melakukan hal ini, berbicara pada dirinya sendiri jika dirinya sudah melakukan sebuah kesalahan. Aka nada sisi dari dirinya yang akan menjatuhkan dirinya tetapi sebenarnya itu sebuah semangat dari sisinya yang lain agar dirinya bisa bangkit kembali,     

"Uruslah istrimu, semoga kamu dan istrimu cepat sembuh," ucap Raka membuat Kenan kini menatap penuh ke arah Raka. Sambungan telephone pun terputus begitu saja karena Raka memutuskan secara sepihak.     

Ia tidak mau semakin sakit hati dan merasa iri dengan ke adaan Kenan dan Qia. Ia harus menerima kenyataan bahwa Kenan memang tidak bisa bersamanya lagi. Kenan pun menatap layar handphonenya yang sudah mati. Ia mengenggam erat handphonenya dan rasanya ia ingin membanting handphonenya saat ini juga. Hanya saja, ia masih berpikir jika suara handphonenya yang terbanting akan mengusik Qia karena saat ini saja Qia sudah merasa terusik karena ia yang tadi melakukan video call.     

"Aku akan menemuinya setelah dia kembali dari Palembang," putusnya kemudian meletakkan handphonenya di atas nakas.     

Rasa lelah dan kantuk sudah menyerang Kenan, ia pun merebahkan tubuhnya dengan benar dan mulai memejamkan matanya ketika melihat Qia yang sudah kembali tenang. Namun, Kenan yang kelelahan tidak menyadari sesuatu hal jika Qia bisa saja terbangun dan berusaha untuk melakukan bunuh diri seperti sebelum-sebelumnya.     

TBC…     

YO YO YO…. GIMANA GUYS.. PART MENGURAS ESMOSI KAGAK? WKWKWK… AKU SYEDIH LIHAT CHATTINGAN RAKA KE KENAN. SETIDAKNYA KENAN BISA MENJELASKAN DENGAN BAIK-BAIK KAN. YA WALAU RAKA LELAKI, TAPI JANGAN SALAH GUYS… LAKI-LAKI JUGA BISA PATAH HATI. WEHEHEHE…     

YUKS LAH, BANYAKIN KOMENT , POWER STONE DAN JANGAN LUPA KASIH HADIAH DONG. WKWKWKW…     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.