Bab 113 \"MARAH\"
Bab 113 \"MARAH\"
HAPPY READING…
Selama makan siang. Tidak ada pembicaraan sama sekali di antara mereka bertiga membuat Qia menjadi kesal sendiri. Ia tidak bisa berada di posisi seperti ini. Rasanya itu sangat-sangat menyebalkan. Selesai dengan makan siangnya kini mereka menikmati secangkir kopi.
"Ah… enak banget," ucap Qia ketika ia menyerumut hot caramel lattenya.
Kenan dan Raka langsung menoleh mendengar ucapan Qia yang suarsanya sedikit meninggi membuat beberapa orang menoleh ke arah meja mereka. "We…?" tanya Qia bingung seraya menatap bergantian ke arah Kenan dan Raka.
"Jangan seperti itu," ucap Kenan dengan nada datar.
Qia memutar malas bola matanya mendnegar ucapan Kenan ia kemudian menolehkan kepalanya menatap Raka. "Bang, boleh tanya enggak?" tanya Qia menatap Raka.
"Tanya apa?" tanya Raka dengan saura lembut. Entah kenapa Kenan yang mendengar betapa lembutnya Raka berkata pada Qia itu membuat hatinya meradang.
Apa seperti ini setiap kali Raka berkomunikasi dengan lawan jenisnya. Kenan tidak begitu memperhatikan Raka jika sedang bicara dengan klient jika mereka pergi menemuia bersama para klient apalagi jika sedang berkencan dengan kekasihnya, Kenan tidak tahu sama sekali. Kenan fokus dengan segala pemikirannya bahkan ia tidak mendengar pertanyaan Qia pada Raka yang membuat Raka terdiam.
"Ah, kalau abang enggak mau cerita juga enggak apa. Yang terpenting untuk Qia abang sama Kak Ken bisa baikan lagi. Karena juju raja, Qia enggak nyaman dengan kalian yang berdiam-diaman seperti ini. Padahal sebelumnya kalian baik-baik saja," ucap Qia seray tersenyum.
Raka pun hanya membalas senyuman dari Qia tanpa mau mengatakan bagaiaman ia dan Kenan pertama bertemu. Karena itu sama saja membangkitkan luka lama pada dirinya. Kenangan dimana ia yang menjatuhkan harga dirinya sebagai seorang pria di hadapan seorang pria tulen seperti Kenan. Selain itu juga ia merasa bahwa mereka berdua sama-sama salah dengan hubungan terlarang ini, tetapi mengapa hanya ia yang merasakan sakit ini.
Dia yang sudah menjatuhkan harga dirinya dan sekarang di tinggalkan begitu saja sepeti sampah yang tidak ada gunanya lagi. Qia kembali menikmati kopinya, begitupun dengan Raka sedangkan Kenan masih diam dengan saegala pemikirannya.
Sore pun tiba, ternyata Kenan sudah menunggu Qia di depan lobi perusahaan. Qia yang sedang berjalan bersisian sambil sesekali tertawa. Hal itu tentu saja di lihat Kenan membuat dirinya menjadi kesal. Kenan pun segera turun dari mobil dan berjalan ke araha Qia dan Raka. "Eh, kak," ucap Qia seraya tersenyum.
"Ngobrolin apa, sampai ketawa-ketawa gitu?" tanya Kenan seraya merangkul pinggang Qia. Raka hanya diam dan berekspresi datar melihat cara Kenan memperlakukan Qia seperti itu.
"Kita, pulang, hum," ucap Kenan menatap Qia seraya tersenyum.
"Hum," jawab Qia seraya tersenyum lebar.
"Pak Raka, saya duluan ya," pamit Qia seraya menatap Raka.
"Iya, hati-hati," ucap Raka seraya tersnyum hangat menatap Qia.
Qia dan Kenan pun berpamitan pergi . Dengan penuh kelembutan Kenan menuntut Qia ke mobil kemudia membukakan pintu mobil untuk Qia. Setelah itu Kenan segera berlalri kecil ke arah kemudi. Raka pun memperhatikan gerakan Kenan yang membuatnya merasa sesak melihatnya karena perlakuan Kenan yang menurutnya begitu lembut. Sangat berbeda dengan Kenan yang ia kenal selama ini.
Mobil pun sudah melaju meninggalkan area lobi perusahaan. Mata Raka tidak lepas dari mobil Kenan yang terus melaju hingga keluar dari gerbang perusahaan. Helaan napas berta Raka hembuskan setelah mobil Kenan tidak terlihat. Raka kemudian berjalan ke mobilnya dan segera melajukan mobilnya meninggalkan area kantor.
Di dalam mobil Kenan, kini hanya ada suara musik yang mengalun menemani perjalanan mereka. Dari masuk ke dalam mobil Kenan tidak berbicara sama sekali. Qia pun hanya diam, ia tahu Kenan menjadi seperti ini pasti karena ia tidak suka jika dirinya tertawa dengan seorang pria.
Mobil berhenti ketika di lampu merah, Qia pun yang tidak bisa hanya diam-diam saja jika sedang ada masalah pada akhirnya memposisikan tubuhnya mengarah ke Kenan dengan satu kakinya terangkat ke atas.
Qia hanya diam tidak bersuara tetapi matanya tidak lepas untuk menatap Kenan. "Kenaoa?" tanya Kenan dingin. Ia merasa risih di tatap terus oleh Qia seperti itu.
"Udah sekitar 7 atau 8 tahun yang lalu kak, tapi kok kakak enggak berubah sama sekali?" tanya Qia dengan kesal.
"Maksudnya?' tanya Kenan megernyitkan dahinya seraya menoleh ke arah Qia.
Qia memutar malas bole matanya membuat Kenan semakin mengerutkan dahinya. "Bisa enggak sih, kak. Kakak enggak marah cuma gara-gara aku ngobrol sama cowok sambil cekaka-cekiki. Masa iya sih, aku enggak boleh ngbrol sama mereka. Ini di lingkungan kerja kak, beda sama lingkunagan sekolah," ucap Qia dengan raut wajah kesalnya.
Kenan tidak menjawab dia kembali menatap ke depan dan melajukan mobilnya karena sudahlampu hijau. "Kak Ken, jawab," kesal Qia karena Kenan tidak berkata apa-apa.
"Aku mau jawab apa? Semua memang udah sifatlu begini. Apa kamu tidak menyukai sifat ku ini?" tany Kenan seraya melirik sekilas Qia.
"Aku memang enggak suka sama sifat kakak yang satu ini, tapi aku bisa menerimannya. Namun—"
"Kalau gitu enggak ada masalah, kan?" tanya Kenan memotong ucapan Qia kemudian ia menoleh sebentar ke arah Qia dan ia fokus lagi ke arah jalan.
Qia memejamkan matanya erat-erat kemudian menghembuskan napasnya kuat. Hekaan napas kuat itu terdengar di telinga Kenan. Hembusan itu tentu saja terdengar oleh Kenan membuat Kenan kini menoleh ke arah Qia.
Karena tidak fokus ke jalanan tanpa sadar di depan ada mobil.
Brak
Suara tabarakan itu terdenger begitu keras. Kenan memang sempat mengerem tetapi tetap sa mobil yang di kendarai Kenan menbrak mobil yang ada di depannya. Kepala Kenan terantuk stir mobil, sedangkan Qia kepalanya terantuk dasbord.
Kenan langsung menoleh ke arah Qia yang tadi memberanikan diri untuk tidak mau di peluk Kenan. Walau sebenarnya tadi jantung Qia sudah berdetak tidak karuan. Namun, karena rasa kesalnya pada Kenan entah kenapa ia bisa mebgatasi itu semua.
Sepertinya trauma yang di alamai Qia bisa di atasi jika pikiran Qia tidak terus-terusan takut tentang kejadian yang pernah menimpah keluarganya. Sayang, masih sulit bagi Qia untuk tidak mengingat kenangan buruk itu. Kenan yang melihat Qia hanya diam saja dengan sigap langsung membawa Qia kedalam pelukannya.
Orang yang mobilnya tertabrak oleh Kenan segera turun dari mobil dan ia mengecek keadaan bamper belakang mobilnya. Melihat bamper mobilnya rusak parah, ia pun segera berjalan ke arah pintu kemudin ia mengetuk kaca mobilnya dengan kasar. Bahkan ia mengumpat kasar karena Kena tidak kunjung membuka pintu.
Jalanan yang mereka lalu saat ini tidak ramai, hanya sebuah gang yang cukup lebar sebagai jalan tikus jika para pembawa kendaraan mobil menghindari kemacetan.
Kenan yang sedang berada di dalam mobil dan memeluk Qia yang hanya terdiam pun menjadi sangat panik. Ia mengurai pelukannya kemudian menatap Qia yang masih terdiam tidak bergerak sama sekali, bahkan matanya tidak berkedip sama sekali. Kenan benar-benar di buat panic dengan keadaan Qia.
TBC….
YUHUU… BANYAKIN KOMENT N POWER STONENYA YUK GUYS… HEHEHEHE