Bab 154 \"AKU SAYANG KAMU\"
Bab 154 \"AKU SAYANG KAMU\"
YUKS IKUTAN CHALEGE YANG BANYAK – BANYAKIN POWER STONE + HADIAH. YANG MAU IKUTAN, SEKUY LANGSUNG KOMENT DI PARAGRAF INI KALAU MAU IKUTAN.
MAAF YA… AKU LAKUIN INI LAGI. MAAF BANGET.
MAAFKAN JUGA TYPO YANG MASIH BETEBURAN YA GUYS…
HAPPY READING…
Kini Flora dan Janu sedang berada di salah tempat yang biasanya menjadi tempat tongkrongan. Flora memesan minuman thai tea boba sedangkan Janu memesan kopi. Mereka mengobrol ini itu, dari omongan kantor sampai ke omongan lainnya. Memang ya, jika mengobrol itu pasti yang tadinya membicarakan A akhirnya sampai Z.
"Flora," panggil Janu ketika Flora sedang meminum minumannya.
"Iya, kak," jawab Flora seraya menatap Janu kemudian ia meletakkan minumannya kembali ke atas meja.
"Hummm..." Janu ingin berkata tapi ia bingung harus berkata dari mana.
Ia ingin mengungkapkan perasaannya tetapi tidak tahu harus mulai dari mana ia mengatakannya. "Udah jam 9, pulang yuk, kak," ucap Flora yang sudah bangkit dari duduknya karena ia sudah menunggu lama Janu masih diam tidak berkata.
"Flora," panggil Janu seraya memegang pergelangan tangan Flora.
"Iya kak, kenapa?" tanya Flora seraya menatap Janu.
"Aku suka kamu," ucap Janu cepat kemudian ia menundukkan kepalanya.
Janu berdiri seeperti anak kecil yang ketahuan melakukan kesalahan. Ia tidak berani menatap Flora yang saat ini terdiam seraya menatap Janu. Ia pun tersadar dari rasa terkejutnya kemudian mengusap telinganya takut dirinya salah mendengar.
"Kakak tadi bilang apa?" tanya Flora menatap Janu dengan wajah terkejutnya.
Janu perlahan mengangkat wajahnya takut-takut untuk menatap Flora. Flora menatap intens Janu membuat Janu menelan salivanya susah payah. "A…" Rasanya tenggorokan Janu menjadi gersang melihat tatapan Flora yang begitu intens padanya.
"Kakak bilang kakak suka au?" tanya Flora memastikan membuat Janu pun terdiam menatap Flora.
"Aku juga suka kakak," jawab Flora seraya tersenyum. "Aku anggap kakak itu kakakku. Aku suka dan sayang banget sama kaka," ucapnya semangat. Flora sebenarnya mengerti apa masksud dari kata suka yang di lontarkan Janu, hanya saja ia tidak mungkin menerima Janu karena Janu adalah kakak kandungnya. Bagaimana mungkin dirinya menjalin cinta dengan kakak kandungnya sendiri.
"Udah yok, kak. Pulang," ajak Flora seraya tersenyum.
"Ah, iya," jawab Janu tergagap.
Wajahnya tampak murung karena Flora hanya menganggap dirinya seorang kakak. Mereka pun sudah naik ke motor dan Janu pun mulai melajukan motornya untuk mengantarkan Flora pulang. Tidak ada pembucaraan sama sekali antara Flora dan Janu selama perjalanan. Bahkan ketika sampai di depan gerbang rumag Flora, Janu tidak berbasa-basi sama sekali. Ia menerima helem dari Flora kemudian melajukan motornya meninggalkan area gerbang depan rumah Flora.
Flora menatap punggung Janu yang mulai menjauh karena motor sudah melajua cepat meninggalkan area perumahan itu. Helaan napas berat itu Flora hembuskan kemudian ia pun masuk dengan kepala yang tertunduk lesu. Flora masuk ke rumah tanpa mengucapkan salam ia pun langsung masuk ke kamar.
Flora melemparkan tasnya ke tempat tidur kemudian ia pun menjatuhkan tubuhnya ke atas tempat tidur. Helaan napas yang begitu berat itu kembali Flora hembuskan. Ia meletakkan satu lengannya ke atas kening kemudian ia memejamkan matanya.
"Apa yang harus gua lakuin?" tanya Flora entah pada siapa. Helaan napasnya yang begitu berat pun kembali ia keluarkan dari mulutnya.
Pikiran Flora saat ini pun sedang bergulat satu sama lain. Ia tidak mungkin menerima Janu, tetapi jika dia tidak menerima Janu maka akan terjadi kecanggungan di antara mereka dan flora tidak mau itu terjadi.
Flora yang sibuk dengan pemikirannya lama-lama akhirnya tertidur juga. Lainnya dengan Flora yang sudah tertidur, Janu saat ini sednag berada di jembatan laying yang tidak banyak orang yang berlalu lalang di sana. Di bawah jembatan itu ada mobil dan motor yang masih berlalu lalang.
Sudah pukul setengah sepulu, jembatan layang yang sedang ia pijak ini tidak banyak kenadaraan yang lewat. Janu yang kini berdiri di dekat pembatas jembatan dengan tubuh bagian depannya bersandar di pembatas jembatan itu menatap lurus ke depan. Tidak ada kata yang keluar dari mulutnya sampai beberapa menit.
"Aaaaa!" teriak Janu dengan matanya yang menatap lurus ke depan.
Janu pun langsung berjongkok dan meremas kuat rambutnya. "Apa yang udah gua lakuin?" tanyanya dengan nada suara frustasi.
"Kenapa gua bodoh mengatakan itu padanya padahal gua tahu kalau dia hanya menganggap gua kakaknya," ucap Janu dengan nada frustasi. Ia kemudian mendudukan dirinya seraya memeluk lututnya dan merutuki kebodohannya.
Beberapa mobil dan kendaraan yang kebetulan lewat hanya diam saja. Sebuah motor tiba-tiba saja berhenti di depan motor Janu yang terparkir di pinggir jalan.
Wanita itu turun dari motornya kemudian berjalan mengahampiri Janu."Mas," panggil wanita itu seray menyentuh pundak Janu.
Janu tersentak kaget, tetapi ia masih memposisikan tubuhnya sama seperti apa yang wanita itu tadi lihat. Suara seseorang yang masuk kedalam pendengarannya pun membuat Janu tidak berani mengangkat wajahnya. Ia malu jika ketahuan sedang menangis.
"Mas enggak apa-apa?" tanya wanitu itu. Janu mengangkat ibu jari sebelah kanannya untuk mengatakan hika dirinya tidak apa-apa.
"Hum," jawab wanita itu yang hanya bergumam saja. Wnita yang tidak di ketahui namanya itu berjalan ke motornya kemudian menghiuapka motornya. "Jik sedang ada masalah lebih baik pulang ke rumah karena jika di jalan seperti ini akan membuat beberapa orang enjadi tacit," ucap wanita itu kemudian ia melajukan motornya meninggalkan Janu di sana sendiri.
Ia kemudian mengangkat wajahnya dan mengambil sapu tangan di tas yang ada di pahanya. Ia mengusap air mata yang membasahi wajahnya kemudian ia membuang ingusnya ke sapu tangannya. Janu menghela napasnaya ketika di rasa sudah lebih baik.
Janu bangkit dari duduknya dan berdiri. Dirinya membersihkan bokongnya yang kotor kemudian menatap kembali ke jalan raya. Hembusan napas yang gitu berat yang Janu hembuskan.
Janu mengepalkan satu tangannya, "Semangat!" ucap Janu kemudian menonjokkan kepalan tangannya itu ke udara bebas.
Setelah mengatakan itu, Janu berjalan ke arah motornya dan menaiki kotornya. Ia pun mulai membelah jalanan untuk kemabali ke pulang ke panti.
Hari berlalu, Flora hari ini pergi ke rumah Sabana untuk mendapatkan solusinya tentang masalahnya. Padahal tidak perlu meminta solusi pada Sabana saja ia sudah pasti tahu jawabannya. Satu-satunya hal yang membuat Janu bisa mencintainya sebagai adik hanya mengungkapkan kebenarannya. Namun, Flora sedniri takut untuk mengungkapkan kebenarannya karena ini hak orang tuanya untuk mengungkapkan kebenarannya.
Sekitar pukul 10 pagi, Flora sudah sampai di kediaman Sabana. Satpam menunduk hormat ketika mengenali mobil yang masuk itu milik Flora. Flora sudah terbiasa datang kesini, jadi satpam oun sudah hapal denga mobil Flora.
Flora baru saja kaan menekan bel rumah, tetapi pintu rumah sudah terbuka. "Silhkan masuk non Flora," ucap asisten rumah tangga Sabana berusia sekitar 40 tahun.
"Iya, bi. Terimakasih," ucap Flora begitu ramah.
Flora pun masuk ke dalam rumah kemudian berjalan ke arah ruang keluarga. Ia duduk di sofa kemudian mengambil remote televisi dan menyalakannya. "Buh, udah kayak di rumah sendiri ya," ucap Sabana seraya berjalan menghampiri Flora yang duduk seraya menatap televisi ke dua kakinya sudah bersila di atas sofa. Ia juga sedang menikmati cemilan yang sedang ia dekap.
"Berisik deh lo bumil," ketus Flora dan kembali fokus menatap televisi seraya memakan cemilannya.
"Ngapain deh lo ke sini? Tumben banget dating enggak ngabarin?" tanya Sabana memicingkan matanya.
"Gua mau curhat," ucap Flora sambil memasukkan cemilan ke mulutnya tanpa menatap Sabana.
"Mau curhat apa lo?" tanya Sabana seraya mencomot cemilan yang di pegang Flora.
"Kak Janu nembak gua," ucap Flora dengan santainya.
"Uhuk-uhuk!" Sabana langsung terbatuk-batuk mendegar perkataan Flora yang kelewat santai.
Bi Rodiah datang memabawa minum dan Flora pun segera mengambilkan minuman yang masih di nampan kemudian memberikannya pada Sabana. Sabana pun langsung menegak minumannya hingga tersisa setengahnya.
"Lo tadi bilang apa?" tanya Sabana dengan mata merahnya menatap Flora.
"Kak Janu nembak gua," jawab Flora dengan malas.
"Wah, bener-bener. Terus, lo jawab apa?" tanya Sabana memicingkan matanya.
"Gua jawab aku juga sayang kakak. Kakak kan udah ku anggap kakakku sendiri," ucap Flora dengan wajah murungnya.
"Lo kok malah sedih gitu, sih?" tanya Sabana mengernyitkan dahinya.
"Gua takut kak Janu jadi negjauh dari gua,: jawabnya sedih,
"Ya terus, lo mau terima kak Janu gitu?" tanya Sabana dengan kesal. "Lo gila, hah!" marah Sabana.
"Terus gua harus gimana Sab, gua enggak mau sampai ada jarak antara gua sama dia. Gua ingin Kak Janu di terima di lurga dan Mama Papa pun mau mengakui kak Janu adalah anaknya. Gua merasa bersalah sama Kak Janu Sab," ucap Flora dengan air matanya yang mulai berjatuhan dari ke dua kelopak matanya.
Sabana menghela napasnya kemduai ia menarik tubuh Flora ke dalam pelukannya. Satu tangan Sabana menepuk-nepuk pelan pundak Flora untuk menenangkan Flora. Sabana rasanya ingin mengungkapkan semuna atau mungkin bertanya langsung pada ke dua orang tua Flora. Namun, semua itu tidak bisa ia lakukan. Dirinya bukanlah siapa-siapa, jadi tidak punya hak untuk mencampuri urusan keluarga mereka.
Sabana sendiri sudah memberikan solusi pada Flora, tetapi Flora berkata jika dirinya tidak memiliki hak untuk mengatakan kebenarannya pada Janu. Yang memiliki hak semua itu adalah kedua orang tuanya.
Bagaiman jika Janu nanti bertanya, bagaimana aku bisa mengetahui tentang hal itu dan menganggap semua yang dia katakana itu adalah sebuah kebohongan. Ia tidak tahu harus menjawab apa, padahal Sabana sendiri sudah mengatakan jika Janu bisa bertanya oada ibu panti atau langsung ke kedua orang tua Flora tentang kebenarannya. Namun, Flora tetap kukuh bahwaa ia tidak pantas untuk mengungkapkan kebenarannya.
Perlahan tangisan Flora meredah, Sabana pun mengurai pelukannya secara perlahan. Kedua tangannya kini menangkup wajah Flora kemudian ibu jarinya bergerak untuk mengusap air mata Flora. "Udah ya, jangan nangis lagi ya," ucap Sabana seraya tersenyum.
Sabana kemudian melepaskan tangannya dan mengambil tisu di atas meja sofa depannya. Ia memberikan tisu itu pada Flora kemudian ia berkata. "Gua kayakanya punya jalan keluarnya," ucap Sabana seraya tersenyum membuat Flora mengernyitkan dahinya.
TBC…
GIMANA GUYS UCAPAN KENAN BISA DI PERCAYA ENGGAK?… SEKUYLAH BANYAKIN KOMENT DAN POWER STONENYA YA GUYS…
AKU SEKALI LAGI MINTA MAAF SAMA KALIAN KARENA NGELAKUIN INI. MAAF YA SEMUANYA…