Menikah dengan Mantan

Bab 99 \"KEBUN BINATANG\"



Bab 99 \"KEBUN BINATANG\"

Hai.. hila bhula guys… apa kabar… wehehhe…. JANGAN BOSAN-BOSAN DENGAN CERITANYA YA GUYS,,,     

BTW YANG IKUTAN CHALLENGE JANGAN LUPA UNTUK HUBUNGIN AKU KE AKUN IG : CHI_HYO_KI95 ATAU FB : ACHI HYOKI95     

YUKSLAH RAMIAKAN. BTW INI BELUM DI EDIT YA… JADI MASIH BANYAK TYPO BETEBARAN. TOLONG DI MENGERTI YA.. NANTI BAKALAN AKAU BENERIN KOK, TENANG AJA. HEHEHEHE…     

HAPPY READING….     

Kenan dan Qia saat ini sedang pergi jalan-jalan di kebun binatang. Senyum merekah menghiasi wajah Qia, sedangkan Kenan hanya sesekali saja tersenyum ketika Qia menatapnya. Ia memperhatikan Qia yang menurutnya seperti bunglon. Beberapa hari lalu Qia masih menolaknya bahkan bersikap dingin padanya. Namun, semua berubah ketika Qia menerimanya lamarannya.     

Qia berwajah selalu ceria tidak pernah murung lagi, Kenan menatap Qia yang sedang berjalan di sampingnya. "Kak, kesana yuk," ajak Qia sambil menunjuk ke arah kadang gajah.     

"Hum," jawab Kenan seraya tersenyum. Melihat wajah bahagia Qia membuat Kenan senang. Qia dengan hal-hal sepelenya tidaklah berubah.     

Ia kemarin mengajak Qia pergi dan Qia mengusulkan untuk pergi ke kebun binatang. Alih-alih pergi shopping, nonton atau ke tempat-tempat romantis, Qia hanya mengajak pergi ke kebun binatang.     

Lama mereka berkeliling-keliling kebun binatang, kini mereka sudah ada di salah satu restaurant untuk mengisi perut mereka. Selagi menunggu pesannya, Qia kini menggulir galerinya untuk melihat hasil fotonya.     

"Apa kamu senang?" tany Kenan menatap Qia.     

"Tentu," jawab Qia singkat seraya menatap Kenan tetapi tidak lama karena ia kembali menatap layar handphonenya.     

"Qi, aku boleh tanya sesuatu sama kamu?" tanya Kenan dengan wajah seriusnya.     

"Tanya apa kak?" tanya Qia yang kini menatap ke arah Kenan.     

"Kenapa kamu akhirnya menerima aku?"     

"Karena mama Kakak," jawab Qia singkat kemudian ia kembali memainkan handphonenya.     

"Mamaku?" tanya Kenan heran seraya mengerutkan dahinya.     

"Ya, mama kakak yang kakak tidak suka itu sering menemuiku dan mengatakan jika kakak benar-benar mencintaiku. Dia bilang kakak sering pulang malam, dan juga kakak sering tidak makan. Dan melihat cekungan dalam di kelopak mata kakak membetulkan ucapan Mama kakak. Tapi memang sebelum hari itu aku berniat memberi kesempatan ke kakak, hanya saja aku masih meragu," ucap Qia kemudian meletakkan handphonenya ke atas meja.     

Qia menghembuskan napasny dengan berat kemudian ia meraih satu tangan Kenan dan menggenggamnya. "Aku harap kakak enggak akan pergi meninggalkan aku seperti dulu tanpa kabar. Jika kakak ingin pergi dariku, bisakah kakak berkata dulu padaku supaya aku lebih bisa membesarkan hatiku untuk menerima kepergian kakak?" tanya Qia dengan tatapan serius dan matanya menatap ke bola mata Kenan.     

Pertanyaan itu sungguh mudah untuk di jawab, tapi entah kenapa Kenan kini hanya diam manatap tepat ke kedua bola mata Qia. Otaknya begitu sulit untuk menemukan jawabannya. "Iya, " hanya itu saja jawaban yang bisa ia keluarkan dari mulutnya.     

Qia pun tersnyum mendengarnya, "Aku akan merelakan kakak pergi jika kakak pamit. Jangan pergi tanpa pamit Kak karena Qia enggak siap jika harus kehilangan ," ucap Qia yang memaksakan senyumannya.     

Setiap pertemuan pasti akan ada yang namanya perpisahan, Qia menyadari itu. Namun, setidaknya mereka meninggalkan suatu kata-kata untuknya. Orang tuanya dan juga kakaknya tidak pernah berpesan apapun pada dia, mereka pergi begitu saja meninggalkan Qia, Memang peristiwa seperti itu tidak ada orang yang mau mengalaminya, tetapi setidaknya mereka meninggalkan pesan pada Qia.     

Pesanan mereka datang, Qia dan Kenan pun mulai menyantap pesanan mereka. Kenan melihat perubahan raut wajah Qia yang menjadi murung. Ia yakin jika perasaan Qia sedang tidak baik-baik saja     

Setelah pergi jalan-jalan, kini mereka sedang berad di mobil untuk pulang. "Qi, apa kamu yakin tidak ingin mengumumkan tentang hubungan kita?"     

"Yakin," jawab Qia mantap kemudian ia melanjutkan makannya.     

Kenan menghela napasnya, dulu ia yang tidak begitu suka jika hubungan mereka di umumkan. Namun sekarang, ia ingin mengumumkannya karena kesal mendengar ucapan para karyawan yang menggunjing Qia yang sok kecantikan karena menolak Kenan. Qia yang ini Qia yang itu, dan masih banyak lagi gunjingan yang di terima Qia.     

Apalagi ia melihat sendiri beberapa karyawan yang memerintah Qia seenaknya, membuat Kenan entah kenapa rasanya begitu marah. Namun Qia terlihat biasa saja menerima perlakuam seperti itu. Kenan menatap serius pada Qia, terkadang sikap Qia mengingatkannya ketika ia masih SMA, tetapi terkadangan ia melihat sikap Qia yang tidak pernah ia lihat.     

"Apa kamu tidak masalah?"     

"Masalah?" tanya Qia menatap Kenan seraya mengernyitkan dahinya bingung dengan pertanyaan Kenan.     

"Omongan mereka," jawab Kenan menatap Qia serius.     

"Maksud kakak omongan di kantor?" tanya Qia yang masih menerka-nerka arah pembicaraan Qia.     

"Hum," jawab Kenan yang hanya bergumam saja.     

"Bukan kah kakak sudah biasa mendengarnya?" tanya Qia.     

"Aku tidak suka mereka yang menggunjingmu tanpa tahu kebenarannya," jawab Kenan dengan raut wajahnya yang tidak suka.     

"Nanti saja jika kita sudah bertunangan. Bukankah minggu depan acaranya dan bagaimana dengan pekerjaan ku?" tanya Qia menatap Kenan.     

"Masalah pekerjaan bagaiman jika kamu berhenti saja," usul Kenan. Qia pun langsung menatap datar Kenan.     

"Terus aku makan gimana?" tanya Qia masih menatap datar Kenan.     

"Aku akan menjamin semua kebutuhanmu, kamu calon istriku. Kamu juga lebih baik tinggal di appartementku.     

"Bagaimana jika tidak usah ada pertunangan, kita langsung menikah saja. Untuk apa juga, sih pertunangan. Lebih baik langsung menikah saja," ucap Qia dengan nada malasnya.     

"Hanya untuk mengukuh saja jika kamu calon istriku."     

"Hum," ucap Qia bergumam. "Terus solusi terbaik apa? Aku tidak mau membebani kakak sebelum aku dan kakak resmi menikah," jawab QIa yang kini meletakkan sendok dan garpunya ke piring dengan posisi terlungkup.     

Rasanya ia sudah tidak nafsu untuk melanjutkan makannya. Rasanya ia malas mengurus ini semua. Pendidikannya yang hanya SMA saja susah untuknya mendapatkan pekerjaan yang bagus. Jika ia bekerja sebagi pelayan atau OG saja pasti akan membuat keluarga Kenan malu. Menikah dengan Kenan menimbulkan beban berat di pundaknya.     

Ia harus bisa menyesuaikan keadaannya dengan keluarga Kenan bukan dalam kondisi finansial hanya saja mungkin dari pekerjaannya yang seharusnya baik dan ah, entahlah Qia sendiri masih merasa tidak pantas bersanding dengan Kenan. Apalagi dirinya yang seorang yatim piatu. Andai orang tuanya masih ada, ia pasti tidak akan merasa seperti ini pada Kenan.     

"Jadi, bagaimana? Kamu mau bagaimana?"     

"Menikah langsung saja boleh enggak kak?"     

"Mamaku dan Kakek sudah menyiapkan acara pertunangan kita," jawab Kenan kemudian ia menghela napasnya     

"Sudahlah, lebih baik kamu berhenti bekerja saja. Sebagai gantinya bagaimana jika kamu membantu Raka saja di perusahaan Iki Design?" tanya Kenan menatap serius Qia.     

Qia Nampak berpikir, ia memang tidak begitu bagus dalam menggambar. Namun, dalam urusan menata ruangan Qia ahlinya. Bahkan setiap sebulan sekali penampilan kamar Qia dulu selalu berubah-ubah. Almarhum Nathan dulu saja sering marah jika Qia sudah meminta tolong padanya untuk menggeser benda berat di dalam kamar Qia.     

"Bagimana, kamu mau?" tanya Kenan lagi.     

"Hum," jawab Qia yang hanya bergumam seraya menganggukkan kepalanya.     

TBC… YUHU… JANGAN LUPA TINGGALKAN KOMENT YA GUYS, DAN JANGAN LUPA JUGA POWER STONENYA. HEHEHEHE….     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.