Bab 158 \"MASA BODO\"
Bab 158 \"MASA BODO\"
YUKS IKUTAN CHALEGE YANG BANYAK – BANYAKIN POWER STONE + HADIAH. YANG MAU IKUTAN, SEKUYLAH LANGSUNG KOMENT DI PARAGRAF INI KALAU MAU IKUTAN.
MAAFKAN TYPO YANG MASIH BETEBARAN YA GUYS…
HAPPY READING…
Pada akhirnya Kenan pun hanya menuruti Qia dan ia pun ikut tertidur di samping Qia. Namun, ada yang berbeda kali ini, Qia tidak mau tidur di peluk Kenan. Ia marah-marah ketika Kenan memeluknya. Qia berkata " Enggak usah peluk-peluk. Peluk aja dokument-dokument kerjaan kantor kakak. Atau sekalian tuh peluk perusahaan kakak!" kesal Qia kemudian memiringkan tubuhnya memunggungi Kenan dan ia tidur di tepi ranjang yang jika ia lupa sedang berada di tepi ranjang dirinya akan terjatuh.
Pagi pun tiba, Qia masih memasang wajah kesalnya. Ia sarapan begitu saja tanpa berkata apa-apa ketika makan bersama dengan Kenan. Kenan pun tidak tahu harus berkata apa saat ini. Dering ponsel membuat Qia melihat siapa penelphonenya.
"Hallo, bang. Ada apa?"
["Hallo Qi. Kamu dimana?"]
"Masih di apart. Kenapa bang?" tanya Qia kemudian mentyuapkan nasi gorenganya.
["Kamu berangkat sama siapa? Kalau sendiri, kita bareng saja. Nanti aku jemput kamu di apart, enggak usah takut kalau Kenan marah. Ini urusan kerjaan jadi, enggak akan Kenan marah."]
"Enggak perlu Bang, aku bisa berangkat sendiri," jawab Qia cepat.
["Jadi, Kenan beneran enggak nganter kamu. Ya udah Qi, biar—"]
"Enggak perlu Bang, serius deh!" jawab Qia memotong ucapan Raka dengan cepat.
["Hum, ya sudah deh. Kalau begitu, sampai ketemu di bandara,"] ucap Raka yang akhirnya pasrah saja dengan keputusan Qia.
"Iya, bang," jawab Qia singkat.
Sambungan telephone terputus, Qia meletakkan handphonenya kembali ke atas meja.
" Kenapa Raka?" tanya Kenan to the point seraya menatap serius Qia.
Qia terdiam tidak langsung menjawab, mengecek handphonenya dan berdiri dari duduknya. "Hari ini aku sana Bang Raka akn ke Palembang karena—"
"Apa! Palembang?" tanya Kenan dengan matanya yeng membulat karena terkejut.
"Hum," jawab Qia begitu santai seraya melangkahkan kakinya menjauh dari meja makan.
Sebenaranya tadi malam dirinya ingin mengatakannya pada Kenan. Namun dirinya sudah sangat kesal dengan Kenan. Ia bukan ingin membatasi Kenan untuk bekerja. Ia tahu jika Kenan adalah CEO tetapi dia itu manusia. Apa lembur di kantor tidak cukup sampai-sampai harus melakukan pekerjaan lagi di rumah. Qia melakukannya karena ia tidak ingin Kenna kelelahan dan akhirnya gejala typusnya kambuh, bahkan mungkin Kenan bisa terkena typus.
"Kenapa kamu enggak bilang sama aku?" tanya Kenan yang sedikit meninggikan suaranya karena Qia yang sudah berada di depan pintu kamar mereka.
Qia tidak menjawab dirinya malah masuk ke kamar membuat Kenan begitu kesal karena di abaikan. Ia pun segera melangkahkan kakinya untuk menyusul Qia. Ia membuka pintu kamar dengan kasar dan Qia tidak mempeduliakn hal itu. Qia fokus memasukkan pakaian yang ia butuhkan selama kurang lebih tiga hari atau lebih di sana.
Barang-barang yang lainnya semalan sudah ia bereskan, hanya pakaian saja yang belum ia bereskan. Semuanya begitu dadakan. Raka memintanya untuk menemani dirinya ke Palembang untuk mengecek keadaan kantor cabang di sana.
Raka memaksa Qia ikut supaya Qia tahu bagaimana kantor keadaan kantor cabang. Qia ingin menolak karena Kenan pasti akan menolak, tetapi Raka meyakinkan jika Kenan pasti akan mengerti karena ini urusan kantor. Bukan untuk sekedar jalan-jalan saja mereka pergi ke Palembang.
Pada akhirnya Qia pun setuju. Ia sengaja mengatakannya di rumah supaya dirinya bisa membuat Kenan mengerti dan mengizinkan dirinya pergi. Namun, tadi malam ia benar-benar kesal dengan sikap Kenan. Jadi ia tidak pedulia Kenan megizinkannya atau tidak.
"Kenapa kamu enggak bilang?" tanya Kenan yang sudah berdiri di depan koper Qia.
"Kakak sibuk kerja, jadi, ya udahlah ngapain aku izin juga. Ada enggak adanya aku di rumah juga, kakak enggak peduli!" jawab Qia ketus kemudian ia menutup kopernya dan mendirikan kopernya.
"Kamu sekarang istriku, kalau ada apa-apa kamu harus izin denganku!" tegas Kenan seraya memegnag pergelangan tangan Qia ketika Qia akan melangkah ke arah meja nakas untuk mengambi perlengkapan makeupnya.
"Lepas kak! Sakt!" kesal Qia seraya menggerakkan tangannya minta di lepas karena cengkraman tanga Kenan begitu kuat.
"Aku tahu aku istri kakak dan kakak itu suami aku. Tapi bisa enggak kakak itu menghargai aku?" tanya Qia dengan tatapan mata kesalnya dan ia berhenti melepaskan tangannya yang di pegang erat Kenan.
"Apa yang enggak menghargai kamu?" tanya Kenan yang sudah menahan amarahnya tetapi cengkraman tangannya di pergelangan tangan Qia yang kuat itu pun sudah membuktikan betapa Kenan begitu marah.
"Kakak setiap hari lembur dan tadi malam kakak masih mau lembur. Aku tahu kakak itu CEO dan sedang sibuk dengan pembangunan cabang di Australia. Tapi bisa kan kakak itu berisitirahat enggak kerja terus? Kakak pernah kena gejala typus kalau nanti kambuh dan kali ini malah kena typus. Siapa yang ngerasain enggak enaknya, kakak kan?"
Kenan diam tidak menjawab. "Yang ngerasain sakit memang kakak, tetapi yang di salahkan kalau sampai kakak sakit itu siapa? Aku kak yang di salahkan karena pasti dui tuduh aku enggak perhatian apalagi aku yang bekerja juga. Tentu saja mereka akan berpikir aku sibuk kerja sampai enggak merhatiin suami. Apalagi kalau sampai mama Kakak tahu, apa penilaiannya tentang aku. Aku yakin mama akan berpikri buruk tentangku."
"Untuk apa kamu peduliin mama ku? Dia enggak ada hak untuk menilaimu!" tegas Kenan.
"Terserah kakak aja mau berpikir apa tentang mama kakak. Tapi satu hal yang harus kakak inget, darah itu lebih kental dari apapun! Mau kakak menolak ribuan kali mama kakak, ia tetaplah mama kakak. Dan aku sebagai istri kakak sekaligus menantu tentu saja menghormatinya!" ucap Qia begitu tegas degan sorot mata yang tagas pula.
Merasa Kenan melonggarkan cengkraman tangannya, dengan kuat Qia menghentak tangan Kenan agar melepaskannya dari pergelangan tangan Qia."
Qia memegangi pergelangan tanganya yang di pegang Kenan. Ia memijit pelan pergelangan tangannya yang memerah bahkan terlihat sedikit membiru itu. Kenan kini menatap Qia yang sedang memijit ringan pergelangan tangannya. Ia tidak tahu harus berkata apa mendegar ucapab Qia.
Apa yang Qia ucapkan semuanya benar ia tidak tahu harus berkata apa. Lidahnya seakan-akan kelu untuk membalas ucapan Qia padanya. Kini ia pun hanya diam seraya menatap Qia yang masih memijit pergelangan tangannya.
TBC…
GIMANA GUYS… PART INI? KENAN KOK MAKIN NGESELIN YA. WKWKWKW…
YUKSLAH, BANYAKIN KOMENT DAN POWER STONENYA YA GUYS…