Menikah dengan Mantan

Bab 114 \"APA KU JATUH CINTA\"



Bab 114 \"APA KU JATUH CINTA\"

HAI HELLO… AKU LAGI MAGER JADI CUMA BISA PUBLISH INI CERITA AJA. MAAF YA GUYS… MAAF JUGA KALAU TYPO SEMAKIN BANYAK YANG BETEBARAN.     

HAPPY READING…     

Kenan menjadi panik ketika Qia tiba-tiba menutup matanya. "Ta, bangun Ta," ucap Kenan seraya menepuk pelan pipi Qia. Kenan pun membenarkan posisi Qia, ia kemudian ia segera membawa mobilnya pergi dari sana. Ia tidak mempedulikan orang yang sedang mengetuk kaca.     

"Woi gila! Mobil gua rusak!" teriak seorang wanita yang mobilnya tadi di tabrak oleh Kenan.     

Wanita itu segera masuk ke mobilnya dan menyusul mobil Kenan. Ia tidak akan membiarkan orang utu lepas begitu saja. Bukan ia tidak bisa membayar biaya memperbaiki mobilnya sendiri, hanya saja ia hanya ingin orang yang menabrak mobilnyanya memiliki tanggung jawab.     

Orang seperti tadi itu tidak bisa dibiarkan karena jika tadi yang mengalaminya bukanlah orang mampu misalkan hanya seorang supir, bagaimana mereka memperbaiki mobilnya. "Gua enggak akan ngebiarin lo leps gitu aja!" maki wanita itu yang terus membututi Kenan.     

Ia belum ada sela untuk mendahului mobil Kenan. Ia terus membututi mobil Kenan hingga ia mengernyitkan dahinya ketika mobil Kenan masuk ke subuah rumah sakit. Ia masih terus mengikuti mobil Kenan hingga mobil Kenan berhenti di depan lobi rumah sakit. Ia pun bisa melihat Kenan turun dari mobil dengan tergesa-gesa.     

Kenan berlari ke pintu sampingnya, ia segera membuka pintunya dan menggendong Qia ala bridal style. Ia segera berlari masuk ke rumah sakit seperti orang kesetan ia memanggil dokter untuk membantunya. Suster dan beberapa perawat segera membantu Kenan menolong Qia.     

Qia pun segera di larikan ke ruangan UGD dan Kenan kini sedang duduk di kursi tunggu di depan ruang UGD dengan perasaan cemas. Wanita yang tadi mengikuti Kenan pun hanya memandangi Kenan dari jauh. "Sepertinya dia benar-benar jatuh cinta pada Qia," ucap orang itu seraya tersenyum menatap Kenan.     

Wanita itu tidak lain adalah Chika itu tersenyum. Ia memang sempat menyukai Kenan dan ingin mendapatkan Kenan. Ia pikir Qia hanyalah orang baru dalam hidup Kenan, tapi melihat apa yang baru saja ia lihat keinginannya memiliki Kenan akhirnya ia urungkan.     

Untuk Raka, ia sendiri tidak tahu apa yang ia rasakan pada Raka. Yang ia tahu, jantungnya terkadang berdetak tidak karuan jika Raka melakukan sesuatu hal yang menurutnya manis. Chika membalikan tubuhnya dan meninggalakan Kenan sendiri.     

Pukul 8 malam Qia sudah di pindahkan ke ruang rawat biasa. Keadaannya sudah lebih baik, tadi Qia hanya shock saja membuat dirinya pingsan. Kenan mengenggam satu tangan Qia dan ia hanya menatap Qia dengan wajah sendunya.     

Ia pun menyandarkan pipinya di tangan Qia yang sedang ia genggam. "Bangun Qi, jangan membuatku takut," ucap Kenan.     

Kenan berusaha terjaga agar ia bisa menjaga Qia. Ia tidak mau sampai kecolongan seperti dulu. Namun, pada akhirnya Kenan pun tertidur karena rasa kantuknya yang tidak bisa ia tahan.     

Jika sekarang Kenan sedang menjaga Qia lain halnya dengan Raka yang kembali menghabiskan waktunya dengan berada di club dan meminum beberapa botol minuman keras. Beberapa waktu ini hanya alkohol yang mambantu Raka untuk sejenak melupakan masalahnya.     

Kali ini Raka tidak sampai mabuk, sekitar pukul 10 ia sudah kembali ke appartemennya. Sampai di appartemet ia di sambut dengan kegelapana dan kesunyuian. Ia masuk tanpa menghidupkan lampu karena ia hapal dengan tata letak ruang appartementnya. Ia pergi ke kamar mandi untuk mebersihkan tubuhnya.     

Di bawah guyuran air shower yang membasahi tubuhnya Raka pun memikirkan semuanya. Dari kisah asamaranya bersama Kenan dan terkahir perasaannya pada Qia. Ia seharusnya membenci Qia, tetapi apa ini semua. Ia sama sekali tidak membenci Qia, bahkan wajah mrung Qia tidak membuat dirinya nyaman. Ia bahagia ketika Qia pun bahagia, apa dia sudah jatuh cinta dengan Qia?     

Karena hanya itu alasan paling mudah untuk mendeskripsikan perlakuannya pada Qia. Ia yang seharusnya marah tetapi tidak marah sama sekali. Selesai membersihkan tubuhnya ia berjalan kea rah balkon seraya membawa segelas anggur merah. Ia pun hanya memakai handuk kimono yang membalut tubuhnya. Ia berdiri di balkon sambil memandang kota Jakarta di malam hari itu.     

Raka menatap lurus ke depan, rasanya hatinya menjadi luas ketika memandang luas kedepan. Ia menghirup napasnya dalan-dalam kemudian menghembuskannya secara perlahan. Ia kemudian duduk di kursi yang ada di balkon itu dan meletakkan gelas berisi anggur merahnya itu di atas meja.     

Raka menundukkan kepalanya seraya memegangi kepalanya. Rasanya kepalanya begitu penuh terisi hingga ia tidak kuat dengan beratnya. Raka pun memijit kepalanya di selingi dengan menjambak rambutnya untuk meredahkan rasa berat di kepalanya.     

"Mau ku temani?" tanya Chika yang tiba-tiba saja berdiri di samping pintu geser yang mengarah ke balkon.     

Raka menolehkan kepalanya menatap Chika yang tersenyum ke arahnya dengan pakaian kemeja milik Raka dan kali ini ia memakai celana pendek Kenan. "Dari kapan kamu di sini?"     

"Dari pulang kerja," jawab Chika singkat kemudian ia duduk di kursi sebelah meja.     

"Kenapa aku enggak lihat kamu ada di rumah?" tanya Raka mengernyitkan dahinya.     

"Gimana lo mau lihat gua, kalau lo aja enggak ngidupin lampu. Sumpah deh, gua kira tadi ada maling," ucap Chika menatap malas Raka.     

Raka menatap Chika yang kini di hadapannya. Ia merasa ada yang berbeda dari Chika. Chika yang ada di hadapannya ini terasa seperti Scarlett. Ia pun menatap Chika dari ujung kepala hingga ujung kaki. Chika yang di tatap seperti itu merasa risih dan ia pun melemparkan Koran yang ada di atas meja kea rah Raka.     

"Mata, gua colok tuh lama-lama! Kalau pengen bilang aja. Risih gua di tatap kayak gitu!" kesal Chika seraya memutar malas bolsa matanya.     

"Scarlett," ucap Raka yang matanya meantap serius Chika.     

"Gua Chika, bukan Scarlett!" ketus Chika yang menatap malas Raka.     

"Lo kangen sama Scarlett? Sampai-samapi enggak tahu mana gua mana Scarlett!" kesal Chika kemudian ia pun berdiri dari duduknya.     

Malas ia lama-lama meladeni Raka yang sepertinya sedang mabuk. Ia tidak mau menjadi temoat pelempiasan Raka akibat mabuknya.     

Raka memegang pergelangan tangan Chika membuat Chika tidak jadi melangkah. "Duduklah di sini," ucap Raka seraya menepuk pahanya. Bukannya menjawab, Chika malah membuang mukanya karena ia terlalu kesal dengan Raka yang bisa-bisanya memanggil nama Scarlett padahal dirinya itu Chika.     

Melihat reaksi Chika yang seperti itu, Raka pun menarik pergelengan tangan Chika sedikit kuat agar Chika mau duduk di atas pahanya. Chika sudah berdiri di depan Raka dan ia masih enggan duduk di atas paha Raka. "Duduklah," ucap Raka seraya menepuk pahanya.     

Chika masih membuang mukanya, akhirnya Raka menarik sedikit kuat pergelangan tangan Chika hingga Chik duduk di atas pahanya. Chika hanya mendengkus kesal ketika ia sudah duduk di atas pahan Raka. "Jangan marah, nanti makin jelek," ucap Raka seraya terkekeh sedangkan Chika rasanya ingin memukul Raka.     

TBC….     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.