Kebahagiaan Danil
Kebahagiaan Danil
"Selamat pagi sayang." Sapa Danil lalu mengecup kening sang istri.
Jelita mengeliat merasakan kecupan pada keningnya, lalu membuka matanya dengan perlahan. Satu wajah tampan tepat berada di hadapannya membuat dia tak sanggup jika tidak tersenyum.
"Selamat pagi sayang." Ucap Jelita pada sang suami.
Tanpa aba-aba Danil langsung melesatkan satu ciuman di bibir sang istri. "Aku belum sikat gigi, bau." Ucap Jelita saat Danil melepaskan ciumannya.
"Apapun keadaanmu, bau harum atau bau keringatpun, aku tetap mencintaimu." Kata Danil mesra.
"Terimakasih sayang."
"Ya, udah sekarang kamu bangun, mandi terus kita sholat subuh berjamaah." Perintah Danil mutlak tak terbantahkan.
"Baik, sayang." Jawab Jelita lalu dengan manja mengulurkan kedua tangannya untuk di gendong Danil ke kamar mandi.
"Oke. HUP." Danil lalu mengangkat Jelita menuju ke kamar mandi yang tak jauh dari ranjang mereka.
"Makasih sayang."
"Ga minta dimandikan sekalian?" Goda Danil.
"Kalau sama kamu aku yakin bukan hanya mandi." Ucap Jelita lalu menutup pintu kamar mandi. Sedangkan Danil langsung menuju ruangan yang sengaja dia sulap menjadi mushola kecil untuk mereka. Dengan santai Danil menyiapkan dua sajadah untuk dirinya dan juga Jelita.
Sudah menjadi kebiasaan baginya untuk menyiapkan sajadah dan mukena untuk sholat dia dan dirinya, bahkan dia akan tidur setelah istrinya tidur dan akan bangun sebelum istrinya terbangun dipagi hari.
Beberapa saat kemudian, Jelita sudah menyelesaikan ritual mandinya, lalu segera menuju ke mushola karena dia yakin jika sang suami telah menunggunya untuk sholat berjamaah. Ini adalah suatu kebiasaan bagi dirinya dan Danil, tak pernah melewatkan sholat berjamaah jika mereka sedang bersama.
"Maaf sayang. Kau lama menungguku." Ucap Jelita penuh penyesalan.
"Tidak sayang, kau menggunakan waktu yang cukup untuk membersihkan diri sebelum sholat. Itu lebih baik."
"Terimakasih, ayo kita sholat."
Danil lalu memulai memimpin sholat berjamaah dengan istrinya, hingga lima belas menit kemudian, mereka menyelesaikan sholat subuh berjamaah.
"Semoga kau dan anak kita selalu sehat, dan kita diberi kebahagiaan selamanya." Ucap Danil saat mencium kening istrinya.
"Amiin, semoga kita panjang umur agar bisa membesarkan anak-anak kita dengan baik." Kata Jelita lalu memeluk Danil sekilas.
"Aku akan menyiapkan sarapan untukmu, sayang." Kata Jelita sambil melipat mukenanya.
"Tidak perlu, aku sudah membuatnya." Jawab Danil dengan tersenyum.
"Apa? Kau sudah membuatnya?" Tanya Jelita pada Danil sambil menghentikan gerakannya melipat mukena.
"Ya, aku sengaja bangun lebih pagi, untuk membuatkan mu sarapan, karena aku sudah tak sabar untuk segera ke rumah sakit dan memeriksakan kandunganmu, aku ingin segera tahu apa anak kita benar kembar atau tidak, dan aku sudah tidak sabar ingin melihatnya walau hanya dilayar computer." Ucap danil antusia.
"Ya Allah sayang, kamu sangat manis." Ucap Jelita lalu memberikan satu kecupan ringan di bibir Danil.
"Ya sudah, ayo kita segera turun untuk sarapan."
"Ayo." Jawab Jelita lalu mengandeng tangan Danil dengan mesra.
"Jam berapa nanti kita berangkat ke dokter?" Tanya Jelita pada Danil yang berjalan di sampingnya menyusuri tangga melingkar di rumah mewah mereka.
"Jam delapan kita harus sudah sampai disana."
"Pagi sekali." Ucap Jelita sambil menoleh pada suaminya sekilas lalu melanjutkan berjalan menyusuri tangga.
"Aku bahkan ingin lebih pagi jika bisa, semalam aku tak bisa tidur karena ingin sekali melihat anak kita, semalaman aku hanya membelai perutmu, lalu aku merasakan gerakan-gerakan diperutmu, sayang. Aku sungguh bahagia."
"Begitupun aku, setiap hari aku merasakan perkembangan anak kita diperutku, rasanya sangat luar biasa sayang, aku tak dapat mengutarakannya." Kata Jelita dengan senyum lebar.
Danil menarik satu kursi untuk sang istri lalu menarik satu lagi untuk dirinya, dengan cekatan Jelita mengambilkan makanan yang sudah Danil siapkan untuk mereka.
"Bagaimana kau tahu jika aku sedang ingin makan steak?" Tanya Jelita tersenyum senang.
"Mungkin naluri seorang suami dan juga ayah, jadi bisa tahu bahwa kalian ingin makan steak pagi ini." Jawab Danil sambil tersenyum.
"Oke, jawabanmu diterima sayang." Kata Jelita lalu duduk dikursinya setelah selesai menyiapkan makanan Danil ke atas piring.
"Cobalah semoga rasanya sesuai keinginan mu." Ujar Danil sambil menatap Jelita.
Jelita tersenyu, "Oke." Lalu perlahan dia memasukkan steak ke dalam mulut nya lalu tersenyum sambil mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Ini Enak sayang, aku tak percaya jika kau bisa membuat steak seenak ini." Puji Jelita lalu memasukkan lagi steak ke dalam mulutnya.
"Aku sudah belajar banyak dari asisten rumah tangga kita, karena aku ingin bisa membantumu dalam segala hal, termasuk menyiapkan makanan untuk kau dan anak-anak. Aku tak mau suatu saat kau di repotkan dengan urusan anak, dapur dan lain sebagainya. Aku ingin bisa membantumu, aku ingin kau membagi tugas rumah tanggamu bersamaku." Kata Danil dengan tersenyum penuh sayang pada istrinya.
"Terimakasih sayang, dengan kau selalu ada di sisiku saja itu sudah cukup, tak perlu membantuku dalam hal apapun, karena itu sudah kewajibanku. Tapi aku senang karena kau mau membantuku."
"Aku pernah membaca di sebuah buku, jika Rasululah SAW juga sering membantu istrinya mengerjakan pekerjaan rumah dikala beliau sengang, aku hanya ingin meneladani sifat dan sikap beliau, sayang."
"MasyaAllah, aku bangga padamu, mas. Kau selalu berusaha untuk berubah menjadi lebih baik dari hari ke hari, aku sungguh bangga padamu, sayang." Ucap Jelita sambil satu tangannya menangkup sebelah pipi sang suami.
"Itu semua karena aku sadar, sebentar lagi aku tidak akan hanya menjadi kepala rumah tangga tapi juga sebagai seorang ayah, aku harus bisa memberi contoh yang baik untuk anak-anak kita kelak." Ucap Danil lalu melanjutkan memakan makanannya.
"Aku sungguh tak menyangka jika kau bisa berubah menjadi jauh lebih baik seperti saat ini."
"Kau tahu Jelita, saat aku pertama kali mendengar vonis dokter karena penyakitku, aku sungguh sangat sedih. Tapi aku juga tak bisa berbuat apa-apa waktu itu kecuali memikirkanmu. Dan kini aku diberi kesempatan untuk hidup lebih panjang karena adanya Rena, dan aku tak ingin menyia-nyiakannya begitu saja, sayang. Aku ingin menjadi suami yang baik untukmu, menjadi ayah yang baik untuk anak-anak kita, dan jadi anak yang berbakti juga untuk ayah, sekaligus kakak yang baik untuk Rena."
"Kau luar biasa mas, semoga Allah selalu menjaga mu, melindungimu, menjaga Imanmu, dan semoga kau selalu diberi kesehatan, dan umur panjang sayang."
"Amiin."