Kelapangan Hati.
Kelapangan Hati.
"Sudahlah sayang, tak perlu kau bersedih, lagi pula apa yang dikatakan mereka tidak ada benarnya. Kasian anak kita kalau kamu terus menangis." Bujuk Rey sambil membelai pungung sang istri.
"Tapi ucapan mereka nyakitin Rey."
"Mereka sedang bersedih dengan keadaan Amelia, mungkin karena itu mereka lebih tertekan dan tak bisa berpikir jernih, sayang. Sudahlah yang penting rumah tangga kita baik-baik saja, dan aku selalu mempercayaimu karena memang kamu layak dipercaya, tak pernah kau membohongiku, kau selalu jujur padaku apapun keadaan dan kondisimu."
"Iya, makasih sayang."
"Sudah jangan menangis lagi, kita jalan-jalan ke pantai atau mau kemana?"
"Ga, aku pingin pulang ke rumah aja, pingin tidur dirumah, tapi dipeluk." Rajuk Humaira, memang semenjak hamil Humaira menjadi semakin sensitive dan manja.
Rey tersenyum lalu mengajak sang istri untuk pulang kerumah mereka. Heri dengan sigap berjalan di belakang sang bos. Heri sangat tahu bagaimana sifat kedua bosnya ini jadi dia sebenarnya tak terima bosnya dihina begitu saja, tapi apa mau dikata dia hanya bertindak sesuai arahan bosnya.
"Heri, kau mampir ke supermarket tolong belikan eskrim rasa coklat dan strauberry." Perintah Rey pada Heri. Lalu Heri beranjak menggunakan mobil Humaira sedangkan Humaira menggunakan mobil suaminya.
"Ayo masuk sayang," Pinta Rey pada Humaira agar dia masuk ke dalam mobilnya.
Humaira kemudian masuk kedalam mobil setelah pintunya dibuka oleh Rey, para pegawai rumah sakit bahkan suster dan para dokter banyak yang merasa iri pada keromantisan kedua pasangan itu. Disudut ruangan yang tak jauh dari mereka, Haris dapat melihat bagaimana Rey memperlakukan Humaira.
"Maafkan aku, Ra. Telah membuatmu terluka, aku pikir kau masih sendiri, tapi ternyata kau telah menikah dengan anak pemilik rumah sakit ini, pantas kau menjadi direktur rumah sakit, ternyata kau menantunya." Gumam Haris.
Setelah Humaira dan Rey meninggalkan rumah sakit, Haris kembali ke kamar rawat Amelia, lalu kembali bertemu dengan keluarganya. Tadi dia berniat untuk meminta maaf pada Humaira dan Rey atas peristiwa tak mengenakkan tadi, tapi melihat Humaira yang masih terluka atas tuduhan mertuanya, dia lalu mengurungkan niatnya untuk meminta maaf.
"Dari mana kamu?" Tanya sang mama mertua.
"Aku dari ruangan Humaira, untuk meminta maaf tapi ternyata dia sudah pulang bersama suaminya."
"Apa benar suaminya anak pemilik rumah sakit ini?" Tanya mama Haris.
"Benar, Ma. Dan ternyata Rey juga CEO perusahaan IT Sanjaya communication group."
"Apa? Yang benar saja, perempuan seperti dia mendapatkan laki-laki kaya raya sekelas keluarga sanjaya."
"Itu kenyataannya, Humaira gadis yang baik tentu dia mendapatkan laki-laki yang baik pula. Seharusnya kita sudah diusir dari rumah sakit ini, jika Humaira dan Rey tidak terima dengan tuduhan mama, tapi mereka tidak melakukan apapun, dan tidak membawa kasus ini berlarut-larut hingga melaporkan kepolisi segala, padahal ini sudah melanggar hukum."Ucap Haris sengaja agar mama mertuanya ini berpikir dengan jernih, dan merenungi kesalahannya pada Humaira.
"Masih saja kau membelanya."
"Aku hanya mengatakan yang sebenarnya, Ma. Humaira kesini dengan suaminya karena untuk menjenguk Amelia, aku pikir siapa tahu jika mendengar suara Humaira, Amel jadi sadar. Karena Amel pun merasa bersalah pada sahabatnya itu." Ujar Haris sambil menatap wajah Amelia yang pucat.
Mama Amelia mendadak terdiam, menyadari jika memang dia sangat keterlaluan pada HUmaira, untuk keluarga kaya raya sekelas keluarga Sanjaya dan Permana memenjarakan orang seperti dirinya bukalah hal yang sulit, namun mereka malah pergi begitu saja meninggalkan perdebatan yang terjadi diantara mereka.
Apa aku terlalu emosi tadi?"
"Kau selalu emosi sayang." Ucap suaminya.
"Maafkan aku, besok aku akan meminta maaf pada Humaira." Ujar Mama Amelia.
"Sepertinya tak bisa besok, Ma. Karena Humaira akan pergi berlibur beberapa hati, itu info yang aku dapatkan dari karyawan bagian administrasi tadi."
"sayang sekali."
"Ini adalah pelajaran untuk mu, agar kau tak sembarangan lagi menuduh orang yang tidak-tidak." Ujar sang suami yang langsung duduk dibibir ranjang yang ditemoati oleh Amelia.
Sementara di rumah sakit sedang penuh dengan kata penyesalan, berbeda dengan Humaira yang sedang duduk diayunan kayu belakang rumah mereka dengan menikmati eskrim rasa coklat kesukaannya.
"Udah lebih baik, nyonya?" Tanya Rey yang langsung ikut bergabung bersama sang istri di kursi kayu.
"Ya, kamu selalu tahu bagaimana cara merubah mood ku menjadi lebih baik." Ucap Humaira sambil menyandarkan kepalanya di dada bidang sang suami yang duduk disampingnya.
"Aku senang kau sudah lebih baik. Tadi pegawai rumah sakit ada yang melapor jika ibu dari pasien bernama Amelia mencarimu dan dia ingin meminta maaf padak mu."
"Aku sudah memaafkan mereka."
"Baguslah, memaafkan justru lebih baik dari pada tetap menyimpan dendam."
"Besok kita jadi ke rumah Rena dipulau kan, sayang?" Tanya Humaira sambil menyamankan duduknya.
"Ya, jadilah besok kan libur, jadi kita bisa kesanadengan menggunakan kapal."
"Benarkah?" Tanya Humaira menyakinkan diri, karena sudah lama sekali dia tak menggunakan kapal sebagai moda transportasi.
"tentu saha, bayi kita tak apa-apa kan jika kita naik kapal?"
"Tidak apa-apa sayang, Inshaallah anak kita kuat seperti dirimu."
"benarkah?"
"tentu sjaja, kamu kan bapaknya." Ucap Humaira sambil tersenyum.
"Tak sabar rasanya ingin segera dipanggil ayah." Ucap Rey sambil membelai perut rata sang istri.
"Sabar, Delapan bulan lagi, dia akan datang kedunia dan menyebutmu ayah." Jawab Humaira.
"Ya, aku akan menunggu dia lahir ke dunia."
"Sepertinya Rena juga sangat menginginkan punya anak di usia muda, sebenarnya belum terlalu cukuo umur, tapi tekadnya sungguh luar biasa untuk mempunyai momongan."
"Ya, aku juga kadang bingung dengan sikap Rena yang menginginkan muda dan sekaligus punya anak diusia muda, padahal anak-anak seusianya kan masih senang berkumpul dengan teman-temannya, dan menghabiskan uang milik orang tua mereka, tapi ternyata itu tidak berlaku untuk Rena ya."
"ya, kau benar Rey, Rena itu penuh kejutan, tapi memang sudah menjadi tradisi keluarga mereka menyukai kejutan, sama seperti Danil yang sering sekali memberi kejutan pada semua orang."
"Ya, begitu juga dengan Jelita, dia sulit ditebak dan senang memberi kejutan." Ucap Rey sambil tersenyum.
"Karena itulah mereka berjodoh."
"Kalau kita persamaannya apa? Apa sebab kita berjodoh?" Tanya Rey pada sang istri.
"Karena doa,"
Rey tersenyum lalu mencium kening sang istri penuh rasa sayang, "Yak au benar, tak pernah putus dalam doa ku, untuk memohon semoga kau memang yang terbaik untuk menjadi pendampingku, dan doa ku di kabulkan oleh Allah, kamulah yang terbaik untuk menjadi idtriku." Ujar Rey lalu mencium lembut bibir sang istri yang baru saja selesai memakan es krim coklat kesukaannya.