Perempuan Penggoda
Perempuan Penggoda
[Sayang, dia sedang mengikutimu.] ketik Rey melalui pesansingkat.
[ya, aku tahu Heri bersembunyi tak jauh dariku, aku hanya penasaran kenapa dia selalu mengikutiku]
[Baiklah, hati-hati]
Rey sudah tak konsentrasi lagi melanjutkan pekerjaannya, mengambil kunci mobil di dalam laci lalu bergegas ke rumah sakit milik keluarganya.
Rey menginjak pedal gas dengan kecepatan diatas rata-rata, berulang kali dia harus membunyikan klakson mobilnya karena tak sabar menanti ditengah kemacetan panjang. Hingga setelah beberapa lama mengantri, kemacetan itu bisa terurai dan Rey kembali melajukan mobilnya ke rumah sakit.
Sedangkan di rumah sakit Humaira sengaja duduk dibangku kantin untuk memancing Haris keluar dari persembunyiannya. Dan benar saja Haris langsung menghampirinya ketika melihat Ia duduk sendirian.
"Humaira." Panggil Haris dengan lembut.
Humaira mendongak tapi dia tetap diam saja tak menanggapi laki-laki tersebut. Haris memberanikan diri untuk duduk di depan Humaira, lalu berusaha mengengam tangannya namun belum sempat ia memegang tangan Humaira, tangan itu sudah ditarik oleh empunya yang langsung menampilkan wajah dingin.
"Ada apa kau mencariku? Kita sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi jadi buat apa kamu mencari ku?" Tanya Humaira dingin, tanpa menatap Haris.
"Humaira, maafkan aku harusnya aku tak meninggalkanmu." Ujar Haris lalu menundukkan kepalanya dalam-dalam.
"Itu sudah masa lalu aku sudah melupakan itu, jadi silahkan kamu pergi dari sini sebelum ada yang mengusirmu."
"Kamu berubah Humaira."
"Ya, aku memang telah berubah dan itu semua karena dirimu."
"Bisakah kita seperti dulu lagi?"
"Tidak."
"paling tidak kita kembali berteman."
"Tidak, aku tidak butuh teman sepertimu."
"Aku tahu kesuksesan membuatmu sombong dan tak mau lagi menatapku."
"Maksud kamu?"
"Sekarang kau menjadi dokter yang sukses dan mampu memebeli rumah mewah dengan harga yang fantastis, lalu mempunyai kekasih yang sigap."
"kekasih?"
"Ya, bukankah waktu kita ketemu disupermarket kau bersama kekasihmu?"
"Jangan sok tahu, aku bahkan tidak punya kekasih."
"Karena kau belum bisa melupakanku."
Humaira memutar bola matanya malas, lalu menatap Haris sekilas lalu membuang pandangannya menatap pintu masuk kantin berharap sang suami segera datang menjemputnya.
"Aku sudah bilang dari awal bahwa aku telah melupakanmu, dan satu lagi kau harus tahu bahwa__"
"Bahwa dia sudah menikah." Humaira tersenyum ketika melihat siapa pria yang melanjutkan ucapannya.
"Siapa kau?" Tanya Haris pada Rey yang mengulurkan tangannya pada Haris, lalu dengan malas Haris menerima jabat tangan dari Rey.
"Aku Rey. Suami Humaira." Ucap Rey dengan menatap senyum yang menusuk jantung Haris.
"Kau sudah menikah?" Tanya Haris lalu melepaskan jabatan tangannya dengan Rey.
"Ya, aku sudah menikah, tolong jangan ganggu hidupku lagi, aku sudah bahagia dengan suami dan calon anak kami." Humaira tersenyum lalu mengengam jemari Rey.
"Aku senang mendengarnya, ternyata kau sudah menikah. Dulu aku yang salah, karena telah menghamili sahabatmu, dan sekarang aku harus menagung semuanya, hidup dengan wanita yang tak pernah aku cintai." Haris tersenyum kecut.
"Apa maksudmu?"
"Aku menikahi Amelia karena aku yang tanpa sengaja merusak masa depannya, aku menghamilinya. Itulah sebabnya aku memutuskan pertunangan kita dulu, bahkan aku tak sanggup untuk mengatakannya sendiri padamu, jadi orang tuaku yang datang ke rumahmu untuk mengatakannya. Maafkan aku Humaira." Ucap Haris penuh penyesalan.
"Aku sudah memaafkanmu, tapi tolong jangan ganggu aku lagi."
"Aku tak kan menganggumu, tapi apakah engkau mau menemui Amelia? Dia sedang sakit." Ucap Haris dengan nada sendu.
"Sakit apa? Dimana?"
"Dia mengalami kecelakaan saat menemani anak kami bermain, dia dirawat di rumah sakit ini."
Humaira menatap Rey, "Kami akan menemuinya." Ucap Rey pada Haris.
"Terimakasih semoga dengan kedatanganmu dia lekas sadar."
"Memangnya dia" Humaira tak melanjutkan ucapannya.
"Dia koma, karena benturan yang sangat keras di kepalanya."
"Kami turut prihatin atas apa yang menimpa istrimu." Ucap Rey lalu menepuk pundak Haris menyemangatinya.
"Humaira gadis yang baik, maka dia pantas mendapatkan laki-laki yang juga baik seperti dirimu." Ucap Haris dengan tersenyum tipis menatap Rey.
"Kamu mau jenguk dia sekarang? Atau langsung pulang?" Tanya Rey lembut pada Humaira.
Humaira menarik nafas panjang, lalu menatap Rey. "Kita jenguk sekarang saja, sayang." Ucap Humaira.
Mendengar Humaira menyebut kata 'sayang ' untuk suaminya membuat hatinya semakin nyeri. Harusnya dia yang mendapat sebutan itu dari Humaira bukan laki-laki disampingnya ini.
Tapi nasi telah menjadi bubur, tak ada lagi tempat dihati Humaira untuk dirinya. Dia telah kehilangan segalanya.
"Ayo kita jenguk istrimu sekarang, di kamar apa?" Tanay Humaira.
"Di VIP Flamboyan."
"Oke. Yuk Rey."
Humaira mengamit lengan Rey manja, lalu mereka bertiga menuju ke ruang flamboyann yang memang tak terlalu jauh dari kantin. Hanya membutuhkan lima menit mereka telah sampai di kamar inap Amelia.
"Masuklah." Ucap Haris yang telah masuk lebih dahulu ke ruang rawat sang istri, dan ternyata disana tidak hanya ada Haris tapi ada orang tua haris dan orang tua Amelia.
Tanpa di duga orang tua Amelia langsung merangsek ingin menampar wajah Humaira namun langsung di halau oleh Rey yang sigap melindungi istrinya.
"Ma, kenapa mama mau memukul Humaira?" Tanay Haris sambil mencekal tangan mertuanya.
"Gara-gara gadis ini kalian berdua sering bertengkar, dan ujungnya hingga istrimu koma seperti ini."
Humaira dan Rey saling tatap, karena apa yang disampaikan oleh Haris dan mertuanya sangatlah berbeda.
"Maafkan saya, tapi saya tidak mengerti maksud ibu, saya dan Haris tak ada hubungan apa-apa lagi." Kata Humaira dengan santun.
"Haris lebih mencintaimu daripada mencintai istrinya. Hingga membuat Amelia sering frustasi karena sikap cuek Haris, saya yakin dibelakang Amelia kalian mempunyai hubungan."
"Ma, jangan menuduhku sembarangan. Aku memang tak mencintai Amelia tapi aku tak pernah selingkuh dengan siapapun. Termasuk dia." Ucap Haris sambil menunjuk Humaira.
"Saya tidak percaya." Ucap Mamanya Amelia.
"Humaira adalah istrinya dan saat ini dia sedang mengandung anak saya, jadi saya mohon dengan hormat untuk tidak menuduh istri saya macam-macam." Ucap Rey pada mama Amelia.
"Siapa tahu itu anaknya?" Kata Mama Amelia sambil menunjuk Haris dengan muka penuh kebencian.
"Astaghfirullahaladzim."Rey beristighfar agar tidak kelewat marah karena yang sedang Ia hadapi adalah seorang wanita seusia mamanya.
Sedangkan Humaira sudah memeluk suaminya erat, dengan air mata yang coba ia tahan.
"Apa ucapan anda ada buktinya, Nyonya? Dan untuk apa istri saya mengejar suami orang, sedangkan saya bisa mencukupi segala kebutuhannya."
"Itu kan menurutmu, Hariskan pemilik perusahaan besar tentunya lebih kaya darimu, wanita mana yang tak ingin hidup mewah."
"MAH!!!" Haris membentak sang mama mertua yang sudah berkata kelewatan.
"Bahkan rumah sakit ini adalah milik orang tua saya. Permisi." Ucap Rey lalu pergi meninggalkan ruangan tempat Amelia dirawat.
Semua orang didalam kamar rawat itu hanya terbengong dengan apa yang mereka dengar.