Penyelamatan 1
Penyelamatan 1
"Baru kemarin, udah segitu rindunya kah?" Tanya Matt yang duduk bersebelahan dengannya.
"Bahkan jika aku punya sayap, aku akan terbang lalu menciumnya hingga aku terlelap lalu kami akan bertemu lagi di dalam mimpi." Jawab Ronald sambil tersenyum.
"Bucin." Celetuk Selena yang bersandar di dada suaminya.
"Kau pun sama, Bu." Tandas Ronald, yang membuat mereka tersenyum lebar.
"Tidurlah, Nak. Besok kita akan pulang dan kau bisa mencium istrimu sepuasnya." Sarkas Selena. Tuan Handoko terkekeh mendengar apa yang di katakan istrinya.
Malam semakin larut, udara pun bertambah dingin disaat mereka sedang terlelap tidur, Ronald dan Matt tiba-tiba membuka mata merekakarena mendengar suara gemuruh dari luar pesawat. Seketika mata mereka menoleh keluar dan betapa terkejutnya saat melihat badai Salju datang bersama longsoran dari gunung. Tanpa ada waktu untuk membangunkan penumpang lain, Ronald dan Matt langsung memeluk tubuh Selena dan Tuan Handoko yang tiba-tiba juga di buat terkejut saat pesawat bangkai pesawat itu tiba-tiba bergeser dari tempatnya karena dorongan longsoran salju yang menghantamnya dengan begitu kuat.
Teriakan dari para penumpang pesawat yang jatuh itu tak terelakkan lagi. Masih beruntung karena bagian yang terdorong adalah bagian samping pesawat, jadi salju tebal itu tak langsung masuk ke dalam pesawat.
Setelah beberapa detik pesawat itu berhenti tapi keadaan menjadi lebih gelap dan dingin karena badan bangkai pesawat itu tertutup oleh salju tebal.
Keadaan menjadi hening, beberapa orang terluka karena benturan yang terjadi dengan dinding pesawat, sementara Matt dan Ronald berhasil menekan tubuh mereka dan juga Selena dan Tuan Handoko sehingga tidak ada cedera yang mereka alami, kecuali benturan kecil yang berarti.
"kalian baik-baik saja?" Tanya Ronald pada penumpang lainnya.
"Ya, kami baik-baik saja." Ucap salah satu penumpang.
"Tuan, sepertinya kaki nya terjepit koper." Tunjuk salah satu penumpang yang berada di ujung badan pesawat.
Matt segera bangkit lalu mendekati orang yang di maksud, ternyata benar saja, kakinya terjepit koper dan besi penyangga badan pesawat.
Melihat Matt yang sepertinya sedang kesulitan, Ronald segera bangkit lalu mendekati Matt, dan membantu mengangkat Koper itu. Namun sayang ternyata kaki orang tersebut bukan terjepit, malainkan tertusuk patahan besi. Pantas saja orang itu hanya diam karena merasakan kebas pada kakinya.
"Aku akan mengangkat besi itu. Lalu kau tarik dia." Ucap Ronald pada Matt.
"Baiklah." Ucap Matt sambil mengangguk.
"Aku seorang perawat, aku yang akan merawatnya." Ucap seorang perempuan muda yang menggunakan jilbab panjang.
"Baik, terimakasih."
"Tuan, aku akan mengangkat besi yang menancap di kakimu, ini akan terasa sakit, tapi aku mohon bertahanlah." Ucap Ronald. Lalu tanpa menunggu orang tersebut mengangguk. Ronald mengangkat besi dan koper itu, sementara Matt langsung mangangkat orang itu menjauh dari koper. Agar Ronald segera dapat meletakkan kembali koper yang tertancap besi itu.
"Akkkkhhh!!!" Teriak orang itu, tapi saat Ia membuka mata, nyatanya Ia sudah beralih tempat dan lukanya buru-buru di balute menggunakan kain panjang oleh seorang perawat itu.
"Terimakasih." Ucap Orang itu sambil nafasnya terengah.
"Bersabarlah, semoga besok pagi cuaca membaik jadi bantuan segera datang." Ucap Matt.
"Ya, terimakasih, telah menemukan kami."
"Kita harus mengirim sinyal darurat pada Rey. Dan mengirim lokasi kita saat ini. Aku yakin kita tertutup salju yang sangat tebal." Ucap Ronald.
"Berarti esok pagi kita harus menyingkirkan salju-salju itu agar kita dapat mengirimkan lokasi pada Rey, dan tim penyelamat dapat melihat kita." Kata Matt.
"Ya, kamu benar."
"Tapi besok pagi salju akan lebih tebal dari sekarang, kita tidak punya alat-alat untuk menyingkirkan salju itu." Kata Tuan Handoko.
"Kita masih bisa menggunakan tangan kita, Tuan." Ucap Maguire yang diangguki penumpang lain.
"Kita lakukan bersama-sama." Ucap penumpang lain.
"Baiklah. Terimakasih." Ucap Ronald sambil melihat satu persatu penumpang yang selamat.
"Aku yakin kita bisa keluar dari gunung ini." Ucap Maguire.
Sementara Rey yang berada di dalam kawasan hutan lindung bersama Arka dan beberapa dari TIM SAR negara C dan M merasakan kedahsyatan badai salju yang juga sampai pada lokasi mereka berada.
"Lokasi mereka bergeser." Ucap Rey menatap layar lapotopnya.
Arka dan beberapa orang langsung melihat warna yang berkedip-kedip."
"Mereka tergeser hingga 500m, kita akan sedikit mengalami kesulitan saat penjemputan ke lokasi, karena aku yakin saljunya akan semakin tebal, semoga mereka tidak apa-apa, melihat bagaimana dahsyatnya badai salju yang baru saja terjadi." Ucap Arka dengan kekhawatiran yang mendera akan nasib dua sahabat sekaligus saudaranya itu.
"Aku yakin mereka baik-baik saja, karena alat penerima sinyal ini mengandalkan suhu tubuh, bukan dari daya baterai." Ucap Rey lalu menoleh Arka.
"Aku tak percaya adik iparku bisa membuat alat semacam itu." Ucap Arka.
Rey terkekeh, "Jelita malah mampu membuat alat yang lebih canggih dari itu."
Arka mengelengkan kepalanya, benar-benar Ia salut dengan kemampuan Rey dan Jelita dalam hal pembuatan teknologi.
"Anda sangat luar biasa, Tuan." Ucap Salah seorang TIM SAR negara C.
Rey tersenyum, lalu menoleh pada Arka yang berseloroh. "Anda bahkan tidak akan percaya jika adiknya dapat membuat alat komunikasi yang berbentuk cip, dan itu sudah saya buktikan sendiri untuk menjalankan tugas saya sebagai Interpol." Kata Arka sambil tersenyum pada TIM SAR itu.
"Bahkan dia adalah tangan kanan Interpol dalam bagian penyelidikan didalam dunia digital." Lanjut Arka.
"Sangat luar biasa, mengapa dia tak masuk ke Interpol?" Tanya petugas keamanan yang bergabung dengan mereka.
"Karena tinggi tubuhnya tidak memenuhi standar." Kata Rey sambil terkekeh.
"Benarkah? Apa dia sangat pendek?" Tanya orang itu lagi.
"Dia memiliki tubuh yang mungil dan wajah yang imut."
"Luar biasa, saya jadi penasaran ingin melihatnya."
"Dia bernama Jelita, sekarang tinggal di negara A bersama suaminya." Ucap Rey.
"Suaminya pasti orang yang hebat." Jawab salah satu TIM KEAMANAN dari negara Cdan juga salah satu anggota Interpol.
"Ya, namanya Danil Mahendra." Kata Arka.
"Danil Mahendra?" Kata orang itu sambil mengerutkan dahi, karena sepertinya Ia taka sing dengan nama itu.
"Ya, apa anda mengenalnya pak Komandan?" Tanya Akra pada komandan Interpol bernama Brandon, yang ditugaskan menemani Arka dalam pencarian korban jatuhnya pesawat.
"Ah, tidak mungkin saya salah orang." Jawab Brandon sambil mengerutkan dahi.
'Danil Mahendra.' Nama itu terus berulang-ulang ia ucap dalam pikirannya.
"Ini foto pernikahan mereka." Ucap Rey sambil menunjukkan foto pernikahan Jelita dan Danil di laptopnya.
'Dia? Danil Mahendra??' Brandon terkejut bukan main karena ternyata Danil yang mereka maksud adalah orang yang sama dengan yang ada di pikirannya.