Kepulangan 1
Kepulangan 1
Selena dan Tuan Handoko menatap anak-anak yang sedang bermain di taman bacaan yang mereka dirikan. Sambil bergelayut manja di lengan sang suami Selena menghayalkan bagaimana jika kelak mereka mempunyai anak, bukankah itu sesuatu hal yang sangat menyenangkan? Selena menyukai anak-anak dari dulu, Ia begitu mencintai kedamaian dan kebebasan berekspresi dan berpendapat. Hal itu dipicu dari pengalamannya semasa kecil, walau ayahnya adalah seorang psikopat dan penjahat kelas kakap tapi sebenarnya Diego Santes adalah orang yang selalu memberinya arahan untuk selalu berpikir hati-hati sekaligus bijaksana. Itulah sebabnya Diego tak pernah melarang Selena yang membangun sebuah yayasan di daerah konflik.
"Apa yang kau pikirkan?" Tanya Tuan Handoko pada Selena yang justru menyandarkan kepala di lengannya.
"Tidak ada, hanya sedikit berhayal." Jawab Selenasambil tersenyum.
"Apa yang kamu hayalkan?" Tanya Tuan Handoko sambil memeluk pingang Selena.
"Bagaimana jika suatu hari nanti kita mempunyai seorang anak." Ucap Selena dengan pandangan yang masih lurus menatap anak-anak yang sedang bermain.
"Aku menantikannya." Ucap Tuan Handoko.
"Benarkah?" Selena menatap wajah tegas suami yang selalu menenagkannya.
"Tentu saja, kita bahkan melakukannya hampir setiap hari jika kau tidak sedang libur, bagaimana mungkin aku tidak menantikannya."
"Aku kira karena kau sudah mempunyai Ronald dan Rey, kau tak menginginkannya lagi."
"Tadinya aku tak menginginkan apapun lagi, kecuali kebahagiaan kedua putraku. Tapi ketika bertemu dengan dirimu aku jadi berpikir sebaliknya, aku mempunyai begitu banyak keinginan dan harapan, yang ingin aku raih dengan mu."
Selena tersenyum, lalu mencium sebelah pipi suaminya, "Kau juga harapanku, kau lah hidupku, sejak pertama bertemu denganmu, aku menyadari satu hal."
Tuan Handoko menatap Selena, "Apa?" Tanyanya.
"Bahwa hidupku sangatlah berharga untuk aku lewatkan begitu saja, tanpa ambisi dan cita-cita."
Tuan Handoko terkekeh, lalu mencium kening Selena, "Kita akan mencapai harapan kita bersama-sama."
Selena memeluk erat tubuh Tuan Handoko dari samping, begitu juga Tuan Handoko tak kalah erat memeluk istri cantiknya ini.
"Jadi kita pulang?" Tanya Selena.
"Ya, kita pulang dan akan berkumpul dengan keluarga besar kita, sahabatku sudah membangunkan sebuah villa untuk kita, nanti kita akan tinggal berdekatan dengannya."
"Villa? Kau tak pernah menceritakannya."
"Aku ingin memberimu kejutan, tapi sepertinya aku harus mengatakannya sekarang juga sebelum nyonya Handoko berpikir untuk membeli rumah yang baru untuk kami."
Selena tertawa, "Bahkan aku bisa tinggal dimanapun, asalkan itu bersamamu."
"Benarkah?" Tanya Tuan Handoko menggoda Selena.
"Hmm."
"Aku percaya itu."
"Ayo kita berkemas." Ajak Tuan Handoko.
"Baiklah, kita mau naik apa? Maksudku apa kau mengatakan pada Ronald atau Rey jika kita akan pulang?"
"Ya, tapi aku ingin naik pesawat komersil saja, sepertinya pesawat pribadi masih sulit untuk masuk kenegara ini."
"Baiklah, aku menurut saja." Ujar Selena lalu mengikuti langkah sang suami menuju ke kamar mereka.
"Apa kau sudah mengatakan pada asistenmu, jika kita akan segera meninggalkan negara ini?" Tanya Tuan Handoko pada Selena yang sedang melipat baju.
"Ya, aku sudah mengatakan padanya, jika kita akan pulang ke negara kita."
"Baguslah, Aku yakin dia bisa kita handalkan."
"Tentu saja, Sonya dan Karim adalah pasangan solid, mereka sangat berkompeten dalam mendidik anak-anak jadi aku percaya jika mereka akan dapat mengembangkan tempat belajar yang telah kita dirikan."
"Semoga saja, dan semoga negara ini terus damai agar tidak ada anak-anak yang telantar dan trauma akibat peperangan."
"Amiin."
Setelah hampir dua jam mereka mempersiapkan keperluan mereka untuk pulang ke negara mereka, kini mereka merebahkan tubuh mereka di atas ranjang yang akan mereka tinggalkan dalam waktu yang lama.
Tuan Handoko merebahkan tubuh setengah telanjangnya di atas ranjang, sambil menunggu Selena selesai mandi Ia mengirimkan pesan pada Rey dan Ronald jika Ia akan pulang ke negara mereka, untuk menengok Ramond dan melihat Villa yang kini tengah dalam proses pembangunan yang di awasi langsung oleh Tuan Sanjaya, sahabatnya.
"Assalamualaikum, Rey." Sapa Tuan Handoko pada sang anak.
"Waalaikumsalam, ayah." Sahut Rey diseberang telpon.
"Apa kabarmu, Nak? Ayah merindukan kalian."
"Aku kira ayah telah melupakan kami, karena sibuk dengan ibu kami yang baru." Goda Rey sambil terkekeh.
"Dasar kau, tak ada yang dapat menggantikan kalian, hati ayahmu ini sangat luas, hingga cukup untuk kalian tempati." Ujar Tuan Handoko sambil tersenyum.
"Aku percaya ayah. Aku menyayangimu." Ucap Rey sepenuh hati.
"Apa lagi ayah, lebih-lebih menyayangi kalian, anak-anak ayah."
"Jadi kapan, Rey akan bertemu dengan ibu?"
"Bahkan dia seumuran denganmu, Rey."
"Walau begitu, dia tetap istri ayahku, dan itu berarti dia juga ibuku. Aku menghargai pilihan ayah, yang penting ayah bahagia dengan dia, dan dia juga bahagia dengan ayah."
"Terimakasih, aku bangga dengan dirimu dan juga Ronald yang selalu berpikir bijak dalam menghadapi segala sesuatu."
"Itu berkat ayah."
"Kau jangan menyindirku, jelas-jelas kau dibesarkan dan dididik oleh Sanjaya bukan ayahmu ini."
Rey tertawa, "Tetap saja aku ini darah dagingmu."
"Baiklah, apa ayah akan segera memiliki cucu?"
"Tentu saja, ayah akan mendapatkan banyak cucu… dari ku dan Jelita, apa ayah tahu, jika Jelita mengandung anak kembar?"
"Benarkah?" Tanya Tuan Handoko Antusias. Selena yang baru selesai mandi duduk di samping Tuan Handoko di atas ranjang dengan menggunakan piyama tidur.
"Ya. Jelita akan mempunyai anak kembar, aku yang menginginkan anak kembar, tapi Jelita yang mendapatkannya."
"Rejeki Jelita itu Rey. Siapapun yang mempunyai anak kembar, itu sama saja bukan?"
"Ya ayah, jadi kapan kalian pulang?"
"Besok pagi, kami menggunakan penerbangan pagi."
"Baiklah, aku yang akan menjemput kalian."
"Kau selalu menjadi sopir yang dapat di andalkan."
"Selama ada aku, maka aku yang akan menjadi sopir ayah, kecuali jika memang aku sedang benar-benar sibuk."
"Baiklah, sampaikan salamku untuk Humaira, katakana dia harus menyambutku dengan masakan luar biasanya."
"Itu pasti ayah. Salam juga untuk ibu baruku, katakan aku menantikannya. Kata Ronald ibu tiri itu sangat kejam, aku ingin membuktikannya."
"Kau akan segera membuktikannya, Rey." Ucap Selena tiba-tiba yang sontak mengagetkan Rey.
"Hai Ibu, kalau benar begitu, aku bersyukur berarti aku bisa membuktikan jika ibu tiri yang kejam itu benar nyata dan bukan sekedar Hoax." Ucap Rey sambil terkekeh.
"Assalamualaikum." Ucap Selena dan Tuan Handoko.
"Waalaikum salam. Jawab Rey.
Lalu Tuan Handoko mematikan panggilannya pada Rey, senyumnya tak lepas dari wajahnya, tangannya meletakkan ponsel ke atas nakas, lalu meraih tubuh Selena untuk Ia peluk.
"Berarti malam ini, adalah malam terakhir kita berbulan madu?" Tanya Tuan Handoko.
"Ya, begitulah." Jawab Selena yang tersenyum menatap suaminya yang juga tersenyum dan menatap wajahnya dengan lembut.
"Maka jangan sia-siakan waktu kita mala mini." Tutur Tuan Handoko yang langsung memulai aksinya menyulut bara birahi sang istri dengan ciuman-ciuman lembut yang selalu digilai Selena.