Love
Love
"Molly, apa kau bahagia bersama Matt maksudku dengan status kalian?" Tanya Rena pada Molly, karena memang mereka sudah kenal dekat bahkan mereka adalah teman curhat yang baik.
Molly mengangguk pelan, "Ya, di negaraku hal yang lumrah jika laki-laki dan perempuan tinggal satu atap walau tanpa menikah." Ucap Molly.
"Ya, aku tahu, tapi sebentar lagi kalian akan mempunyai anak, sebaiknya kalian memikirkan tentang anak kalian." Saran Rena pada Molly.
"Semoga saja Matt akan segera menikahimu, Molly. Setelah tahu jika kau hamil anaknya."
"Semoga saja, Rena. Tapi aku juga tak mau memaksanya karena aku tahu bagaimana perasaan Matt padaku."
"Kau sungguh wanita yang luar biasa Molly. Mencintai laki-laki yang hanya menyayngimu sebatas sahabat tapi memeperlakukanmu layaknya seorang istri."
"Dari kecil aku sudah mencintainya, hingga kini dan aku percaya cintaku akan membawanya kembali padaku, suatu hari nanti."
"Itu pasti, aku juga yakin akan hal itu, Moll."
"Oya, apa kau ingin sesuatu? Biasanya orang hamil kan ingin sesutau yang segar atau yang pedas atau yang aneh-aneh, apa kau tidak menginginkannya?" Tanya Rena penasaran.
"Tidak, aku tidak menginginkan apapun, kecuali jus yang ditanganku ini."
"Itu namanya kau sedang menginginkan jus apel." Seloroh Rena.
"Rena, apa kau bahagia hidup dengan laki-laki yang posesif seperti Ronald?" Molly bertanya balik pada Rena.
"Ya, aku bahagia, aku justru senang di posesif, itu artinya dia sangat mencintaiku bukan?"
"Kalian sweet sekali." Ujar Molly sambil tersenyum lebar.
"Aku rasa Matt sebenarnya mencintaimu, Moll. Kalau tidak dia tidak akan mengajakmu kemari untuk menemui Ramond dan Arlita."
"Mungkin, tapi aku harap juga demikian."
"Semoga kau dan Matt selalu bahagia Molly."
"Kau juga, Rena. Semoga lekas hamil dan selalu bahagia dengan Ronald."
"Amiin."
"Boleh aku tahu kenapa kau ingin segera hamil, Ren?" Tanya Molly.
"Karena aku menyukai anak kecil, dan aku mempunyai cita-cita untuk bisa punya banyak anak. Supaya rumah kamoi menjadi ramai." Ulas Rena.
"Kau suka keluarga besar rupanya?"
"Ya, karena aku dan Ronald sama-sama kesepian dari kami masih kecil, jadi aku ingin anak-anak ku tidak kesepian seperti diriku." Ucap Rena.
"Pengalaman memang selalu menjadi guru yang berharga untuk kita." Ucap Molly sambil tersenyum memandang Rena.
"Aku tak menyangka pemikiranmu tak sejalan dengan usiamu, Ren." Lanjut Molly.
"Mungkin karena kehidupan ku lebih keras dulu, jadi menempaku menjadi sosok yang lebih dewasa dan kuat dalam menyikapi hidup, dibandingkan teman-teman seusiaku." Ujar Rena.
"Ceritakan kepadaku, bagaimana kehidupanmu dulu?"
"Ibuku seorang perempuan yang sangat mencintai bunga, dia membuka toko bunga bersama ayah tiri ku, lalu membesarkanku di toko bunga itu, dan ayah tiriku adalah karyawan teladan ayah kandungku."
"Bagaimana bisa?"
"Ayah dan ibuku bepisah, dan ayah kandungku tak bisa menemukan ibuku yang bersembunyi dirumah ayah tiriku karena kondisinya yang sedang hamil diriku."
"Kenapa?"
"katanya dulu ayahku galak, tapi mitu memang benar karena ayah mengakuinya, lalu akhirnya bertemu denganku, dan menceritakan tentang kesalahannya padaku, dan aku tahu ayahku hanya salah paham waktu itu, dan ternyata benar."
"Hidupmu sangat berliku, tapi kau sangat beruntung, karena ayah tirimu pasti sangat baik, jika aku tak salah menilai dari ceritamu."
"Ya, dia sangat baik, sangat menyayngiku dan rela tak memiliki anak lagi selain aku, karena takut dia tak lagi menyayangiku. Bagaimana denganmu?"
"Ayah tiri sangat jahat, malah waktu itu hampir memperkosaku, untung saja Matt segera datang dan menolongku, entah apa jadinya jika Matt tak datang tepat waktu, dan semenjak itu, Matt melarangku untuk tinggal sendiri atau pun tinggal bersama ibuku, lalu Matt mengajakku untuk tinggal bersamanya."
"Matt sangat peduli padamu, kini aku benar-benar yakin jika Matt juga mencintaimu, hanya dia sedang bingung dengan perasaannya sendiri antara dirimu dan Arlita."
Molly tersenyum, lalu tiba-tiba dia melirik pada ponsel Rena yang bergetar, tertulis nama suaminya disana.
"Ronald menelponmu." Ucap Molly.
Rena tersenyum, lalu mengeser tombol hikjau pada layar ponselnya.
"Assalamualaikum, sayang." Sapa Rena.
"Waalaikumsalam, sweety."
"Bagaimana kondisi Ramond?" Tanya Rena tak sabar untuk mendengar kabar dari anak angkat suaminya itu.
"Alhamdulilah alat transfusinya sudah dicabut, dan kini sedang dipindahkan ke ruang rawat biasa. Semua sudah stabil. Begitun juga dengan Matt."
"Syukurlah kalau begitu."
"Lalu apa kau akan ke kantor apa tetap dirumah sakit?"
"Aku akan berangkat ke kantor, karena di rumah sakit sudah ada Matt dan Om Gordon juga Arlita danj HUmaira, aku dan Arka akan ke kantor kami masing-masing."
"Baiklah kalau begitu, nanti malam kita makan malam bersama, aku akan menyiapkan segalanya sayang."
"Baiklah, aku menunggu masakan terlezatmu, sweety." Ucap Ronald sambil melangkah mengikuti para perawat yang mendorong ranjang Ramond. Sedang kan Matt di dorong oleh Arka menggunakan kursi roda.
"Aku mencintaimu."
"Aku juga mencintaimu, sweety."
"Assalamuaikum."
"Waalaikumsalam."
Rena mematikan panggilannya sambil tersenyum lebar lalu menatap Molly. "Ramond sudah baik-baik saja begitu juga dengan Matt. Kondisi keduanya sangat stabil, hanya menunggu pemulihan kondisi saja," Tutur Rena.
"Syukurlah, aku senang mendengarnya. Jadi kita akan tetap disini atau ke rumah sakit?" Tanya Molly.
"Kita disini saja. Nanti malam mereka akan makan malam di rumah, sekalian kau umumkan kehamilanmu, Molly."
"Baiklah." Ucap Molly bahagia.
Dirumah sakit Matt tak henti-hentinya tersenyum menatap wajah sang anak yang kembali pulih.
"Papa menyayangimu, kau harus menjadi laki-laki yang kuat agar bisa melindungi mama dan adik-adikmu, okey?" Ucap Matt pada Ramond sambil memegang jemari kecil anaknya.
"Ya, papa, aku akan menjadi kakak yang terkuat dan terhebat untuk adik-adikku kelak."
"Anak pintar."
"Ramond, Daddy ke kantor ya, nanti malam daddy ke sini lagi bersama Mommy kecil." Kata Ramond menginterupsi pembicaraan Matt dan Ramond.
"Oke, Dad."
"Ayah juga harus pamit, karena harus segera me…"
"Menangkap penjahat." Ucap Ramond melanjutkan ucapan Arka.
Arka dan semua orang yang didalam ruangan itu hanya tersenyum melihat intersksi anak kecil itu dengan sang calon ayah tirinya.
"Hati-hati ayah." Pesan Ramond pada Arka.
"Oke. Itu pasti." Kemudian Arka mencium kening Ramond dan berpamitan dengan Tuan Gordon, dan Matt jika dia dan Ronald akan pergi ke kantor mereka masing-masing.
Lalu mereka nerdua keluar bersama menuju perkiran, di dalam ruangan tersisa Tuan Gordon Arlita dan Matt yang menunggui Ramond.
"Papa, kakek itu siapa?" Tanya Ramond."
"Dia adalah kakekmu." Jawab Matt sambil menyuruh ayahnya mendekati Ramond.