Kedatangan Matt
Kedatangan Matt
Matt pun tak dapat menghirup udara dengan tenang selama di perjalanan, pikirannya hanya tertuju pada anak laki-lakinya yang sedang dalam kondisi kritis. Ingin Ia mempercepat laju pesawat yang membawanya agar lebih sampai ke tempat tujuan, namun lagi-lagi itu mustahil ia lakukan mengingat Ia memang tidak punya kuasa akan hal itu, maka satu-satunya yang dapat Ia lakukan adalah bersabar hingga pesawat yang Ia naiki mendarat dengan aman di bandara negara tujuan.
"Matt, duduklah, sebenatar lagi kita akan sampai, kau harus menggenakan sabuk pengaman." Ucap Molly mengingatkan Matt.
"Matt..duduk." Kini giliran Tuan Gordon mengingatkannya. Dengan terpaksa Matt kembali duduk di kursinya, dan benar saja, sang pilot menginformasikan jika mereka akan segera mendarat di negara yang mereka tuju. Matt memejamkan matanya karena sudah tak sabar ingin segera menemui putra tercintanya. Ia akan merasa bersalah jika Ia sampai terlambat datang ke rumah sakit sehingga Ramond tak dapat tertolong.
"Ya Tuhan, hamba mohon sekali ini saja, bantu aku menyembuhkan anakku, Tuhan." Ucap Matt dengan mata tertutup dan tubuhnya Ia sandarkan ke sandaran kursi pesawat.
Molly tersenyum, baru kali ini Ia melihat seorang Matt Gordon memohon pada Tuhannya. Molly mengengam jemari Matt memberi kekuatan pada pria terkasihnya. Dan Matt segera membalasremasan di jemarinya karena memang itu yang Ia butuhkan, sebuah semangat tanpa suara, namun masuk hingga ke dalam hatinya.
"Semua akan baik-baik saja, Matt." Ucap Molly lembut.
"Semoga saja."
"Aku yakin cucuku adalah anak yang kuat, seperti kau dan juga ibunya."Ucap Tuan Gordon.
Matt menoleh menatap pria tua yang ia yakini juga mempunyai kecemasan yang sama, namun ia lebih bisa menahan disbanding dirinya.
"Terimakasih, Dad." Ucap Matt sambil meraih uluran tangan sang ayah.
Pesawat yang membawa mereka mendarat dengan selamat di negara tempat Ramond berada. Matt segera menghubungi Rey, namun ternyata orang yang Ia hubungi telah berdiri di samping mobil yang terparkir tak jauh dari tempat berhenti pesawat pribadi yang di tumpangi oleh Matt dan keluarganya.
Rey melambaikan tangannya pada Matt, ini adalah kali pertama mereka berjumpa secara nyata, selama ini mereka hanya menggunakan video call dan telpon untuk saling berhubungan.
"Apa kabar Matt?" Sapa Rey sambil memeluk tubuh kekar Matt.
"Aku baik Rey, terimakasih atas segala bantuanmu dan juga kelaurgamu."
"Tidak masalah, Ramond juga keponakanku, tak perlu sungkan."
"Oya, Rey. Kenalkan ini Daddy ku, Gordon." Matt memeluk bahu sang ayah, dan tuan Gordon langsung mengulurkan tangannya pada Rey, yang disambut hangat oleh jabat tangan Rey.
"Selamat datang Tuan Gordon."
"Terimakasih Rey, panggil Om saja."
"Oke, baik Om Gordon."
"Dan ini Molly."
Rey dan Molly sama-sama menangkupkan tangannya, karena Molly sudah tahu bagaimana sikap Rey pada lawan jenisnya.
"Senang berjumpa denganmu Molly." Sapa Rey pada Molly.
"Terimakasih, Rey."
"Ayo kita ke ru7mah sakit Rey, aku sudah tidak sabar untuk melihat kondisi Ramond."
"Baiklah, ayo."
Rey membimbing para tamunya untuk masuk ke dalam mobil. Dan langsung melajukan mobilnya kea rah rumah sakit dimana Ramond dirawat.
"Bagaimana kondisi Ramond?" Tanya Matt yang duduk di samping Rey yang sedang mengemudi.
"Kondisinya sungguh tidak baik, dia benar-benar membutuhkan mu, Matt. Aku senang akhirnya kau bisa datang."
"Ini semua karena bantuanmu, mengganti identitasku, aku sangat berterimakasih untuk itu." Ucap Matt tulus.
"Sudah aku bilang, kita itu keluarga jadi tak perlu ucapan seperti itu, sudah seharusnya kita memang saling membantu dan mendukung satu sama lain." Ucap Rey sambil menolah pada Matt.
Matt mengangguk setuju, lalu Matt kembali menoleh pada Rey. "Jadi, kenapa Arlita belum menikah dengan Arka?" Tanya Matt selanjutnya.
"karena keluarga Arlita masih mempersulit mereka, tapi kamu tenang saja Arka laki-laki yang bertangung jawab dia juga sangat menyayangi Ramond, kau tak perlu khawatir." Jawab Rey meyakinkan Matt.
"Ya, syukurlah kalau begitu, aku senag mendengarnya, Arlita berhak bahagia, tadinya aku pikir Arlita menyukai Ronald, begitu juga sebaliknya. Ternyata Ronald lebih menyukai gadis kecil tapi pemberani seperti Rena." Tukas Matt kemudian terkekeh.
"Ya, itulah cinta kita tak dapat menerka-nerka apa dan bagaimana kisah kita selanjutnya."
"Kau benar, kita tak dapat menduga apa yang akan terjadi pada kita setelah ini."
"Tapi aku bahagia, akhirnya kau memilih Molly sebagai pelabihan terakhirmu." Ucap Rey sambil menatap Molly yang sedang tersenyum dari kaca mobil.
"Ya, itu nasib buruk untuk Molly karena mendapatkanku." Ucap Matt sambil menoleh pada Molly.
"Benarkah? Aku pikir Molly sangat beruntung mendapatkanmu." Tutur Rey sambil tersenyum.
"Ya sudah menjadi takdirku untuk bersama Matt, tak ada lagi yang bisa aku lakukan, kecuali menerimanya." Ujar Molly.
"Kau begitu pasrah Molly." Cela Rey sambil terkekeh.
"Diantara mereka berdua, aku lah yang paling beruntung Rey." Ujar Tuan Gordon.
"Oya, bagaimana bisa Om?"
"Aku beruntung karena masih bisa bertemu dengan kedua anakku, Matt dan selena dan aku juga beruntung mempunyai calon menantu seperti Molly karena dia begitu telaten mengurusku, dan lebih beruntung lagi, karena nyatanya aku sudah mempunyai seorang cucu laki-laki walau ini kali pertama aku akan bertemu dengannya walau dalam kondisi seperti ini."
"Kau benar, Om. Tapi aku yakin Ramond akan segera sembuh setelah mendapat transfuse darah dari Matt."
"Semoga saja, aku sungguh berharap, aku bisa bermain dengannya, menghabiskan masa tuaku dengannya, aku pasti menjadi orang tua yang sangat bahagia." Ucap Gordon sambil menyeka air yang mulai menetes di pipi rentanya.
Molly dengan rasa sayang, menghapus air mata sang calon ayah mertua menggunakan tissue di tangannya dengan pelan.
"Semua akan baik-baik saja, Daddy. Aku percaya Daddy akan mempunyai waktu yang banyak untuk kalian habiskan bersama."
Tuan Gordon menganggukkan kepalanya sambil menatap pada Molly yang tersenyum padanya, Matt bahagia Molly selalu bisa menghibur ayahnya dan juga dirinya disaat keduanya terjatuh.
Matt menjadi merasa bersalah pada Molly karena sampai detik ini, Ia tak pernah memberi kejelasan padanya kapan mereka akan menikah, walau Ia telah melamar Molly secara resmi pada ibunya. Semua hanya menunggu waktu yang tepat dan hati yang siap menerima orang lain untuk bersamanya.