Ramond
Ramond
Rena mendesah nafas berat, keputusannya untuk segera memiliki anak bukanlah sebuah kesalahan, terlihat dari Suaminya yang sangat menyayangi Ramond, Rena yakin Ronald akan sangat bahagia saat mereka memiliki anak kandung, walau saat ini mereka tidak merencakan untuk segera memiliki momongan namun merekapun tak pernah menunda memiliki momongan.
"Sayang…" Panggil Rena dengan nada pelan.
Ronald menoleh menatap wajah mungil istrinya yang sedang tersenyum padanya.
"Duduklah." Perintah Ronald pada Rena sambil menepuk paha.
Rena menurut, Ia langsung duduk di pangkuan Ronald sambil keduanya menatap wajah Ramond yang terlihat pucat.
"Dia anak yang kuat." Tutur Rena, lalu tangannya membelai pipi chaby Ramond.
"Kau benar sayang, Ramond anak yang kuat, dulu sebelum Ia dilahirkan Arlita sempat mengalami pendarahan hebat, untungnya Ramond dapat bertahan, hingga Ia bisa di lahirkan dengan selamat dan bisa sebesar sekarang."
"Kau sangat menyayanginya." Ucap Rena sambil berganti membelai pipi sang suami.
"Ya, kau benar, aku sangat menyayanginya, seperti aku menyayangimu, apa kamu cemburu?" Tanya Ronald sambil menatap lekat manik mata istrinya.
"Mana ada seorang ibu yang cemburu pada anaknya, aku juga menyaynginya sama seperti dirimu menyayanginya, dia teman yang baik dan juga lawan yang sepadan bermain game." Ucap Rena sambil terkekeh.
"Kalian berdua selalu melupakanku kalau sudah main games." Protes Ronald.
"Karena hal itu lebih menarik dari pada dirimu." Jawab Rena sambil tertawa kecil.
"Benarkah?"
"Ya, memperebutkan dirimu tak seseru memperebutkan sebuah diamond di dalam game."
"Ya Ampun, kau menyamakan aku dengan game?"
"Bukan aku tapi kami." Ucap Ramond, yang tiba-tiba terbangun dan mengatakan hal itu, membuat Rena dan Ronald saling pandang dan tersenyum bahagia, Rena lalu turun dari pangkuan Ronald, dan duduk di sisi ranjang milik Ramond.
"Kau sudah bangun? Apa kau butuh sesuatu?" Tanya Ronald senang bercampur khawatir.
"Mommy kecil, aku ingin mengalahkanmu main game." Kata Ramond tanpa menjawab pertanyaan Ronald.
"Oke, makanya kamu harus kuat, dan cepat sembuh, nanti kita main game lagi, ada game terbaru nanti kita minta belikan sama Daddy, oke?" Tutur Rena sambil memegang jemari Ramond.
"Oke, Daddy harus belikan game terbaru untuk kami."
"Apapun itu akan Daddy belikan asal kamu sembuh dan sehat seperti dulu." Ujar Ronald sambil tersenyum.
"Apa kamu haus?" Tanya Rena, lalu Ramond mengangguk.
Dengan cekatan Rena menuangkan minuman ke dalam gelas yang sudah tersedia di atas nakas samping tempat tidur.
"Minumlah, tapi pelan-pelan ya sayang." Ujar Rena sambil menyuapi Ramond minum menggunakan sedotan.
"Terimakasih Mommy kecil." Ucap Ramond.
"Mama dimana, Dad?" Tanya Ramond pada Ronald.
"Mama sedang istirahat ditemani ayah, Ramond sama Daddy dan Mommy kecil ya."
"Iya, Daddy."
"Dad…" Panggil Ramond.
"Hm, ada apa sayang." Jawab Ronald sambil membelai wajah Ramond.
"Ramond kangen papa." Ucap Ramond.
"Papa akan datang, sekarang sedang di perjalanan, Ramond sabar ya."
"Benarkah, Daddy?"
"Iya, buat apa Daddy bohong? Papa akan segera datang sayang, yak an Mommy?" Ronald meminta pembelaan dari Rena yang duduk di tepi ranjang dekat dengan kepala Ramond.
"Ya, Papa akan segera datang sayang, kamu jangan khawatir ya." Ucap Rena membenarkan perkataan suaminya.
"Dad…" Lagi, Ramond memanggil Ronald.
"Kenapa sayang?"
"Tubuh Ramond lemas."
Rena segera bangkit dan menekan tombol darurat untuk memanggil dokter, Ronald berusaha menenagkan Ramond yang terlihat panik.
"Dad? Apa aku akan mati?" Tanaya Ramond, yang membuat Ronald tercekat di buatnya.
"Tentu tidak sayang, kau akan sembuh, kau harus percaya kau akan sembuh, papa akan segera datang dan kau akan baik-baik saja." Ucap Rena karena melihat Ronald yang hanya diam, wajahnya tampak sendu mendengar apa yang di tanyakan oleh Ramond.
"Mommy kecil, Ramond takut." Rajuk Ramond.
"Kamu akan baik-baik saja sayang, sekarang lebih baik kamu istirahat, sebentar lagi dokter akan datang, dan semua akan baik-baik saja."
"Mommy jangan pergi. Daddy jangan pergi." Kembali Ramond merajuk.
"Daddy sama Mommy tak akan meninggalkanmu, kami akan selalu di dekat Ramond." Ucap Ronald pelan.
Tak berapa lama dokter datang, dan Ronald memundurkan tubuhnya agar sang dokter bisa memeriksa Ramond dengan lebih leluasa.
"Maaf Pak Ronald, kami harus memindahkan pasien ke ruang ICU, untuk perawatan yang lebih intensif."
"Lakukan yang terbaik dokter." Ucap Ronald.
"Baik, Pak. Siap kan ruang ICU." Perintah sang dokter pada perawat yang datang bersamanya, seketika sang perawat mengangguk dan lekas keluar dari kamar menuju ke ruang ICU.
"Apa yang terjadi dokter?" Tanya Rena.
"Kondisi Pasien terus menurun, dia harus segera mendapatkan transfuse darah yang cocok, untuk memulihkan kondisinya." Jawab Dokter yang merawat Ramond.
"Papanya sedang ada diperjalanan, semoga saja darahnya cocok dan bisa mentransfusikan darahnya pada Ramond."
"ya, semoga saja, kemungkinan persamaan golongan darah pasien dengan orang tua kandungnya cukup besar."
"Lakukan yang terbaik untuknya dokter." Ucap Rena lalu sang dokter mengangguk.
Sang dokter pergi meninggalkan ruangan beserta dengan perawat yang mendorong ranjang Ramond, di belakang mereka Ronald dan Rena ikut berjalan mengikuti Ramond ke ruang ICU.
Ronald sudah mengirimkan pesan pada Arka tentang kondisi Ramond yang menurun hingga harus di bawa ke ruang ICU.
Di ruangan Humaira, Arlita yang kelelahan tidur di ranjang istirahat Humaira, dan Arka duduk di sofa yang tak jauh dari tempat tidur Arlita.
"Kau harus kuat Ramond." Gumam Arka sambil menyandarkan tubuhnya di sandaran sofa.
Arka menatap wajah letih Arlita tak tega rasanya Ia membangunkan wanita itu, lalu Ia pergi meninggalkan ruangan itu untuk menjenguk kondisi Ramond sebentar. Namun ternyata ketika Ia akan membuka pintu ruangan Arlita terbangun.
"Arka." Panggil Arlita, lalu Arka menoleh pada Arlita yang telah duduk di atas ranjang, dengan langkah pelan Arka menghampiri wanita terkasihnya lalu membantu membetulkan jilbab yang Arlita kenakan.
"Tadinya aku ingin menjenguk Ramond, tapi ternyata kau sudah terbangun." Kata Arka pelan.
"Apa yang terjadi dengan Ramond?" Tanya Arlita penuh rasa kekhawatiran.
"Kondisinya menurun, sehingga Ia harus dipindahkan ke ruangan ICU." Ucap Arka yang membuat air mata Arlita menetes.
"Arlita….Arlita….dengarkan aku." Ucap Arka sambil menenagkan Arlita yang hendak berlari mendorongnya.
"Arka, bagaimana jika sesuatu terjadi pada Ramond, aku tak kan bisa hidup." Ucap Arlita.
"Kau pikir hanya kau yang menyayangi Ramond, aku pun sama, aku menyayngi Ramond, aku juga tak ingin apapun terjadi padanya, tapi kita harus tetap tenang, kita harus percaya jika Ramond akan baik-baik saja. Percayalah padaku, Ramond akan sembuh." Ucap Arka lalu memeluk tubuh ramping Arlita yang sudah menangis dalam pelukannya.