aku, kamu, and sex

Tugas 2



Tugas 2

Arka duduk di pojok ruangan sebuah Club malam kelas atas bersama rekan kerjanya. Mata Elangnya tertuju pada satu titik yaitu seorang selebritis kelas atas, dia seorang foto model ternama dan bintang iklan.     

Arka terus menatap gadis berbaju seksi yang sedang meliukkan tubuhnya di sebuah sofa dengan gelas berisi minuman keras ditangannya. Lalu tak berapa lama sang gadis mengeluarkan pil dari dalam tasnya, dengan santai Ia membagikan pil-pil itu pada teman-temannya yang berada satu meja dengannya.     

Arka masih diam tak bergeming, namun kamera mini ditangannya telah merekam segala apa yang dilakukan oleh sang gadis sedari tadi. Saling berbagi obat-obatan terlarang. Arka tersenyum samar, lalu melangkah keluar dari ruangan.     

"Assalamuaikum." Sapa Arka.     

"Waalaikumsalam." Jawab Arlita dan Ramond di seberang telepon.     

"Bagaimana pengintaianmu? Jam berapa penangkapan?" Tanya Arlita.     

"Semua masih terkendali. Tapi kita memerlukan dia untuk menunjukkan siapa yang mengedarkan barang terlarang itu padanya jadi aku masih menunggu sampai sang pengedar datang, menurut informan kita mereka akan bertransaksi disini." Ucap Arka di telepon.     

"Kamu dan Ramond sudah makan?" Lanjut Arka bertanya dengan lembut.     

"Sudah tadi makan bersama dengan Humaira dan Rey." Jawab Arlita     

"Ya baguslah kalau begitu, baiklah aku lanjut mengintai dulu, sampai besok ya. Assalamualaikum." Arka menutup panggilan telponnya pada Arlita setelah wanita itu membalas salam nya. Arka Lalu kembali duduk sambil menatap sekeliling ruangan termasuk memantau pergerakan gadis yang sedang Ia intai.     

"Aku tak mengira, kau berubah menyeramkan Aura." Gumam Arka.     

"Pak,lihat kea rah jam tiga." Ucap anak buahnya Tim satu yang duduk satu meja dengan Arka.     

"Mereka akan melakukan transaksi aku rasa." Jawab Arka.     

"Anda benar."     

"Cepat selidiki." Perintah Arka pada tim satu.     

"Siap." Tim satu langsung turun ke dance floor untuk mempermudah pengintaian, lalu ia mengikuti arah Aura dan teman-temannya menuju ke sebuah ruangan.     

Arka perlahan mengikuti pergerakan Aura di belakang Tim satu lalu di ikuti tim lain yang sudah menyebar ke segala penjuru club malam tersebut.     

"Sergap!" Perintah Arka pada Tim Satu.     

"Jangan Bergerak!!!" Ucap Tim Satu sambil mengacungkan senjatanya pada Aura dan teman-temnnya yang sedang mengeluarkan sejumlah uang pada seseorang yang memberikan barang haram padanya.     

Aura, Weni dan beberapa orang yang berada di dalam ruangan itu kaget luar biasa, mata mereka melebar melihat anggota kepolisian berbaju bebas mengepung mereka. Lebih terkejut lagi saat seorang pelayan perempuan yang sejak tadi membimbing mereka ke ruangan itu ikut menodongkan pistol kea rah mereka, rupanya dia adalah seorang polisi yang menyamar sebagai waitress.     

Arka muncul dari balik pintu membuat Aura terbelalak tak percaya melihat laki-laki yang dulu pernah mengisi hatinya, lalu Ia tinggalkan demi karirnya sebagai seorang model.     

"Angkat tangan kalian ke atas, dan taruh di belakang kepala." Ucap Arka yang mulai masuk lebih dalam ke dalam ruangan itu.     

"Geledah ruangan ini." Perintah Arka Tegas.     

"Siap!"     

Dengan gesita anak buah Arka mengeledah semua isi ruanagan untuk mencari barang bukti, dan setelah beberapa menit mereka telah menemukan bukti yang mereka cari, dan yang paling banyak memakai adalah Aura.     

Arka menatap tajam wajah Aura yang juga menatapnya, entah apa yang di pikirkan Aura saat ini, yang jelas dia masih terkejut dengan apa yang terjadi. Dan satu hal yang ia sadari jika karirnya bisa di pastikan akan hancur saat itu juga.     

"Bawa mereka ke kantor." Perintah Arka.     

Dengan sigap mereka membawa orang-orang yang terlibat dengan transaksi barang haram tersebut keluar dari club malam, di depan club malam sudah menunggu para awak media yang ingin meliput penggerebekan yang melibatkan seorang selebritis sekaligus foto model ternama tersebut.     

Hanya dalam waktu hitungan menit berita itu telah menyebar luas ke seantero negeri termasuk ke telinga Ronald.     

"Ternyata dia seorang pemakai." Ucap Rena sambil melihat laptop yang menampilkan berita tentang penangkapan Aura.     

"Aku tak menyangka, jika dia seorang pemakai, untung saja kontrak kerja sama dengan perusahaanku sudah selesai. Jadi tidak aka nada imbas apapun." Ucap Ronald.     

"Ya, semoga saja." Tandas Rena.     

"Kenapa kau seolah-olah meragukan ucapanku?" Tanay Ronald sambil menatap istrinya.     

"Karena tadi siang dia baru saja dari kantormu, jika ada media yang mengetahui ini, bukankah ini akan menjadi berita yang menarik, bisa jadi mereka justru akan menyeretmu atau kantormu." Ujar Rena.     

Ronald mendesah nafas panjang, "Bisa jadi, tapi tidak ada bukti tentang hal itu, jadi tak perlu di risaukan." Ucap Rena.     

"Ya, kau benar sayang." Sergah Rena.     

Sementara di kantor polisi, Arka mulai menginterogasi para tersangka, termasuk Aura.     

Arka duduk di seberang meja dimana Aura duduk dengan tangan terborgol.     

"Apa kabarmu Aura?" Tanya Arka memulai pembicaraan.     

"Seperti yang kamu lihat, kau pasti senang melihat aku seperti ini." Ucap Aura sinis.     

Arka tersenyum kecil, kedua tangannya bersedekap di dada. "Itu menurutmu."     

"Lalu apa kau bersedih?" Tanya Aura masih dengan nada sinis.     

"Tidak juga, tapi aku bersyukur kau tertangkap saat ini, aku harap ini terakhir kali kau merasakan dinginnya penjara." Ucap Arka dengan nada santai.     

"Kau sudah menikah?" Tanya Aura.     

"Apa urusanmu?"     

"Tidak ada."     

"Pak Arka ada ada sambungan langsung dari Ramond." Kata anak buahnya di belakang Arka.     

"Tolong sambungkan ke mari."     

"Baik."     

Arka menekan tombol loudspeaker telepon yang terletak diatas meja.     

"Assalamualaikum, ayah." Sapa Ramond.     

Aura terkejut mendengar seorang anak kecil memanggil mantan kekasihnya itu dengan sebutan ayah. Dia tak percaya jika Arka dengan mudah akan melupakannya, karena jika ia tebak anak kecil itu berusia sekitar 4-5 tahun. Itu adalah waktu dimana ia meninggalkan Arka.     

"Waalaikumsalam sayang, apa sang jagoan sudah sembuh?" Tanya Arka lembut dengan senyum yang tersemat di wajahnya. Aura dapat melihat jika Arka sangat bahagia.     

"Sudah Ayah, apa ayah akan pulang kesini?"     

"Mungkin mala mini tidak sayang, ayah akan berada di kantor, tapi besok pagi kita akan sarapan bersama, bagaimana?" Ucap Arka.     

"Baiklah, aku menunggu ayah. Assalamuaikum."     

"Oke, waalaikumsalam."     

"Dia anakmu." Tanya Aura setelah Arka mematikan teleponnya.     

"Seperti yang kamu dengar. Dia memanggilku ayah."     

"Kau sangat bahagia rupanya."     

"Ya, begitulah."     

"jadi sejak kapan kau menjadi pemakai?"     

Aura menatap tajam ke arah Arka, "Beberapa bulan yang lalu." Jawabnya dingin.     

"Oke, lalu mengapa kau memakai barang haram itu?" Tanya Arka selanjutnya.     

"Karena untuk menghilangkan strees dan kejenuhan."     

"Apa tidak bisa dengan cara yang lain?"     

"Sudah terlanjur."     

"Dari siapa kau membeli barang itu?"     

"Dari orang yang tadi kamu tangkap, bukankah kau melihatnya?"     

"Oke. Sepertinya kau sangat tertekan, istirahatlah dulu sambil menunggu pengacaramu datang." Ucap Arka lalu meninggalkan Aura, tapi sebelum Ia menutup pintu Aura memanggilnya, membuat langkahnya terhenti.     

"Arka." Arka menoleh.     

"Maafkan aku." Ucap Aura .     

Arka mengangguk lalu keluar dari ruangan yang ditempati Aura, sedangkan Aura langsung menunduk sedih tetesan bening mulai berjatuhan dari matanya. Hanya sesal yang terasa tidak ada lagi yang lain.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.