Tugas 1
Tugas 1
Diluar dugaannya ada sebuah mobil yang membuntuti segala aktifitasnya termasuk ketika Ia memasuki gedung milik Ronald.
"Tim Satu melapor." Kata Seorang laki-laki yang berada di belakang kemudi sebuah mobil sedan hitam pada atasannya.
"Diterima." Jawab sang atasan di seberang telepon.
"Target menuju jalan Kemuning, sepertinya akan menuju ke sebuah cofe shop milik tersangka kedua." Lapor laki-laki di dalam mobil sedan.
"laporan di terima, Tim Dua segera meluncur ke lokasi." Jawab sang atasan.
Lalu laki-laki dalam mobil sedan itu kembali berkonsentrasi pada mobil Aura, dia terus mengikuti kemanapun mobil itu berjalan, dan dugaannya tapet, Aura menuju ke sebuah Cofe Shop milik seseorang yang juga menjadi target mereka.
Sementara di kantornya, Ronald mengeliat pelan, karena merasakan sebuah kaki dan tanagn yang begitu erat memeluknya, lalu Ia menoleh, terlihat di hadapannya wajah cantik yang sedang tertidur pulas menghadap kearahnya dengan kaki dan tangan yang memeluk dirinya erat.
"Istri kecilku yang manis." Ucap Ronald lirih disertai senyuman yang mengembang di wajahnya.
Ronald membelai pipi Rena dengan belaian lembut karena takut menganggu tidur sang pujaan hati.
"Kamu cantik, pemberani dan sholeha. Tak ada perempuan lain yang bisa mengantikanmu." Dengan lirih Ronald berkata pada sang istri yang sedang tertidur pulas.
Ronald melirik arloji di tangannya, jam empat sore, sebentar lagi waktunya untuk pulang namun karena Rena masih tertidur pulas, Ronald kembali ikut menutup matanya sambil membalas pelukan dari Rena. Akhirnya keduanya tertidur dengan pulas.
Aura masuk ke dalam Cofe shop milik sahabatnya, tanpa perduli dengan sekeliling dia langsung masuk begitu saja ke sebuah ruangan yang sering Ia gunakan bersama sahabatnya ketika Ia suntuk atau terlalau lelah bekerja.
"Ada apa Aura, wajahmu tampak kesal." Tanya Weni sahabatnya yang juga pemilik cofe tersebut.
"Ternyata Ronald sudah menikah." Ucap Aura dengan nada kesal dan wajah muram.
"Wow, kau terlambat Nona, tapi dengan siapa, jika benar dia sudah menikah, harusnya media dan infotainment tahu tentang hal itu." Tandas Weni.
"Sepertinya mereka merahasiakan pernikahan mereka."
"Tapi dari mana kau tahu jika dia telah menikah?" Tanya Weni dengan berdiri bersedekap di hadapan Aura.
"Kamu ingat waktu aku cerita kepadamu jika aku bertemu dengan Ronald setelah sekian lama di sebuah toko buku?"
"Hemmm, lalu?"
"Di sana dia bersama gadis kecil, dan gadis itu yang memebri tahuku. Tadi aku bertemu dengannya di kantor Ronald."
"Siapa tahu dia berbohong."
"Dia bahkan memperlihatkan foto saat Ronald mencium istrinya."
"Bagaimana dia memiliki foto itu?"
"Dia keluarganya, dengan mudah dia mempunyai foto itu bukan?"
Weni menganggukkan kepalanya tanda Ia menyetujui apa yang di ucapkan oleh Aura. "Kau benar-benar kalah cepat, tapi dari dulu Ronald memang tidak pernah meresponmu kan?"
"Ya, setidaknya aku akan tetap berusaha sampai Ronald bertekuk lutut padaku."
"Kalau sudah begini, apa yang bisa kau lakukan?"
"Aku tidak tahu." Aura mulai membuka botol di depannya lalu menuangkan isi minuman itu ke dalam gelas.
"Kau menyerah saja, tak kan mungkin kau mendapatkan dia." Ujar Weni lalu meneguk minuman yang diberikan oleh Aura padanya.
"Entahlah, sudah lama aku menyukainya, aku tak tahu bagaimana cara melupakannya."
"Katakan saja jika kau membutuhkan ini." Ucap Weni sambil memberikan beberapa butir pil pada sahabatnya itu.
"Kau memang selalu tahu apa yang aku butuhkan." Ucap Aura lalu mengambil pil di telapak tangan sahabatnya, lalu memasukkannya ke dalam tas.
"Bagaimana kalau nanti malam kita ke club?" Tawar Weni pada Aura.
"Boleh, aku butuh refreshing." Jawab Aura lalu menengak minumannya.
Di ruangan sebelah mereka laki-laki yang sedari tadi mengikutinya mendengarkan apa saja yang Ura dan Weni bicarakan menggunakan alat khusus yang di temple di dinding sehingga mereka dengan jelas dapat mendengarkan sekaligus merekam apa saja yang mereka bicarakan.
"Tuan Ronald, tidak ada kaitannya dengan target." Ucap Laki-laki itu pada sahabatnya.
"Ya, aku akan melapor pada pak Arka, menunggu instruksi selanjutnya." Kata seseorang dari Tim dua yang sudah bergabung bersama dengan laki-laki bersedan tadi.
"Tim satu dan tim dua melapor."
"Diterima." Ucap seseorang di seberang telepon.
"Target berada di sebuah cofe, kami menunggu perintah selanjutnya." Ucap Tim dua.
"Tetap intai mereka, kita akan mencari waktu yang tepat untuk melakukan penangkapan." Ucap Arka di seberang telepon.
"nanti malam mereka akan menuju ke club langganan mereka."
"Baiklah kita bertemu di club malam tersebut, kita akan menangkap mereka disana."
""Siap." Lalu Tim Dua mematikan sambungan teleponnya.
Arka menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi kerjanya, di depannya Arlita sedang menatapnya dengan tatapan tajam.
"Bagaimana?" Tanya Arlita.
"Nanti malam aku kana melakukan penangkapan terhadap Aura, menurut tim di di lapangan mereka nanti malam akan pergi ke sebuah club malam langanan mereka."
"Kau pasti sudah tahu dimana lokasinya."
"Tentu, apa kau cemburu?" Tanya Arka menyeringai.
"Untuk apa? Apa kau ingin kembali pada mantan pacarmu yang dulu telah mencampakkanmu demi karir dan laki-laki yang lebih kaya?" Tanya Arlita.
"Terimakasih untuk rasa cemburumu, aku menyukai itu." Ucap Arka sambil mengerlingkan sebelah matanya.
Arlita melotot lalu bangkit dari duduknya dan melemparkan sebuah majalah ke wajah Arka sebagai pelampiasan rasa malu dan kesal karena ucapan Arka.
"Aku mencintaimu. Arlita."
"Ini di kantor."
"Aku baru tahu kalau di kantor tidak boleh mengucapkan kata cinta." Ucap Arka sambil menopang dagunya menatap Arlita yang kembali ke mejanya.
"Kau harus dihukum Pak Arka." Jawab Arlita lalu duduk di belakang meja kerjanya.
"Maka aku senang jika kau yang menghukumku, sayang." Gumam Arka pelan sambil tersenyum menatap ke ruangan Arlita yang bersekat keca transparan.
"Aku bersyukur mendapatkan wanita sepertimu Arlita, dan Terimakasih ya Allah telah menjauhkan wanita seperti Aura dari kehidupanku."
Arka menerawang, bagaimana dulu Aura meninggalkannya begitu saja, dengan alasan ingin mengejar karirnya sebagai seorang model, dan sejak saat itu Arka berhijrah menjadi seorang muslim yang taat, dan berdoa untuk mendapatkan perempuan yang baik dan sholaha.
Dan apa yang Ia doakan selama ini menjadi kenyataan sejak Ia mendapatkan Arlita lalu melamar gadis itu, walau belum mendapatkan restu dari keluarga Arlita yang masih membenci Arlita namun Arka tetap bersyukur, apapun yang terjadi Arlita selalu mendampinginya, dan mendukungnya.
"Aku tidak akan ikut penggerebekan mala mini, Ramond sedang tidak enak badan." Ucap Arlita tiba-tiba yang kembali datang ke hadapannya.
"Tidak masalah, lalu bagaimanaa kondisinya sekarang?"
"Dia baik-baik saja, tadi HUmaira sudah datang untuk memeriksanya, sekarang Humaira dan Rey sedang menemani Ramond di apartemen."
"Baiklah kau pulang saja sekarang, aku akan menghandle pekerjaanmu."
"Baiklah terimakasih, kalau begitu aku pulang dulu, maaf aku telah merepotkanmu."
"Tidak, kau tidak merepotkanku, sayang. Pulanglah."
"Assalamualikum."
"Waalaikumsalam, hati-hati." Ucap Arka, Arlita mengangguk dan meninggalkan ruangan Arka.