aku, kamu, and sex

REVISI Sang Penganggu



REVISI Sang Penganggu

Humaira berjalan menyusuri lorong rumah sakit yang ramai akan hilir mudik para pembesok atau para tenaga medis yang sedang bertugas. Sesekali Humaira menganggukkan kepalanya untuk membalas sapaan para tenaga medis yang berpapasan dengannya entah itu dokter atau perawat yang berpapasan dengannya.     

Satu bulan lagi Humaira akan menyandang status sebagai dokter spesialis anak, Selama menikah dengan Rey tak sedikitpunia dihambatdalam melakukan segala aktifitasnya karena sedari awal Rey memang sangat mendukung Humaira untuk meyelesaikan pendidikan spesialisnya.     

"Dokter, tadi ada seseorang yang mengirimkan bunga ini untuk dokter." Kata seorang cleaning Servis yang baru saja Akan ke ruangan Humaira tapi belum sampai di ruangannya, cleaning servis itu telah menemukan Humaira sedang berjalan di lorong menuju ke ruangannya.     

"Oya, terimakasih." Ucap Humaira lalu langsung mengambil alih buket bunga itu dari petugas kebersihan rumah sakit tanpa melihat siapa yang mengirimkannya.     

Sampai di ruangannya dia tersenyum ketika melihat sang suami sedang berdiri bersandar di meja kerjanya yang menghadap kepintu menanti kedatangannya dengan merentangkan kedua tangannya yang siap untuk memeluk sang istri tercinta.     

"Assalamualaikum, sayang." Sapa Rey sambil memeluk tubuh Humaira.     

"Waalaikumsalam, suamiku." Jawab Humaira dengan senyum lebar.     

Sedetik kemudian Rey menyadari bahwa Humaira tak datang dengan tangan kosong, lalu ia melepas pelukannnya pada sang istri dan menatap buket bunga yang ada di tangan Humaira.     

"Bunga dari siapa?"     

"Aku kira ini darimu, bukankah kau sering mengirimiku bunga saat aku sedang bekerja?" Jawab Humaira samblil mengernyit bingung.     

Rey langsung mengambil bunga ditangan Humaira, pasalnya hari ini dia belum pergi ke toko bunga dan tak mengirimkan bunga untuk sang istri. Humaira bisa menebak jika ada sesuatu yang salah melihat dari aura yang tercetak di wajah suaminya yang tiba-tiba menggelap.     

Rey membaca pesan yang tertulis di kartu yang terselip diantara rangkaian bunga.     

[Terimakasih dokter Humaira, telah merawat putri saya dengan baik. Semoga anda tidak menolak jika saya mengundang anda untuk makan malam. Kelvin.]     

BLUMBBB!!!!     

Rey menutup pintu ruangan Humaira dengan kencang, lalu Rey kembali masuk kedalam ruangan sang istri.     

"Mana bunganya?" Tanya Humaira pada sang suami yang tak membawa buket bunga yang tadi suaminya pegang.     

"Sudah aku buang."     

"Kenapa? Bukankah bunganya sangat bagus? Kan sayang pasti harganya mahal." Kata Humaira yang tak tahu bunga itu dari siapa, dan dia lebih menyangkan harga bunga itu pasti mahal, bukan karena siapa yang memberi bunga itu.     

"Aku sudah mengirimi mu bunga setiap hari, dan mulai sekarang hanya aku yang boleh mengirimimu bunga, tidak orang lain." Ucap Rey sambil menatap Humaira tajam.     

"Apa kau sedang cemburu?" Tanya Humaira yang tersenyum menggoda suamiya.     

"Ya aku cemburu, memangnya kenapa?" Sergah Rey sambil mendekat dan mengikis jarak diantara mereka, tangannya memeluk pingang ramping dokter cantik yang adalah istrinya itu.     

"Kenapa harus cemburu, apa kau takut aku pergi dengan laki-laki lain?"     

"Apa kau berniat untuk itu?" Tanya Rey dan lebih menarik istrinya ke dalam dekapannya hingga kini hidung mereka hampir bersentuhan.     

"Bagaimana bisa aku pergi dengan laki-laki lain jika ada lakai-laki tampan yang berhasil mengikat hatiku dengan erat dengan cintanya." Jawab Humaira dengan mengalungkan tangannya ke leher sang suami.     

"Hanya itu?" Ucap Rey lagi sambil mulai mengesekkan hidungnya pada hidung mancung sang istri.     

"Tentu saja tidak."     

"Lalu?" Tanya Rey sambil memberi kecupan kecil di ujung bibir sang istri.     

"Karena dia__laki-laki tampan calon ayah dari anakku." Rey terkejut lalu menatap lekat mata Humaira yang bening dan berbinar bahagia.     

"Apa maksudmu?" Tanya Rey.     

Tangan Humaira meraih tangan Rey yang melingkar dipingangnya, lalu meletakkan tangan itu di perutnya yang masih rata.     

"Kita akan mempunya anak." Ucap Humaira yang berhasil membuat Rey terbengong tak percaya.     

"Benarkah?" Tanya Rey lalu berlutut dan mencium perut Humaira yang masih rata, tangan Humaira mengapai benda pipih yang ia letakkan dimeja kerjanya lalu memberikannya pada Rey.     

Rey menerima benda pipih itu dengan mata berbinar, hingga membuatnya berkali-kali menciumi perut Humaira.     

Rey kembali berdiri lalu memeluk erat tubuh Humaira, Senyumnya tak pernah lepas dari wajahnya.     

"Terimakasih, terimakasih sayang." Ucap Rey berulang kali sambil mencium pucuk kepala sang istri.     

"Alhamdulilah, Terimakasih ya Allah." Rey kembali melanjutkan ucapannya. Humaira tersenyum bahagia melihat reaksi suaminya mendengar ia sedang mengandung buah cinta mereka.     

"Berapa usia kandunganmu sayang?"     

"Baru satu bulan, bedan tiga bulan dengan Jelita."     

"Alhamdulilah, Allah mengabulkan doa kami." Ucap Rey tersenyum bahagia.     

"Doa apa?"     

"Aku sama Jelita selalu berdoa semoga anak kami berdua bisa saling menjaga satu sama lain dan menjadi sahabat sekaligus saudara yang baik, dan Allah mengabulkannya."     

"Kalian ini."     

"Apa?"     

"Selalu kompak."     

"Ya, dia adikku yang paling baik dan cerdas."     

Tak berapa lama pintu ruangan Humaira diketuk dari luar, terpaksa Rey melepaskan pelukannya dan membiarkan sang istri membuka pintu, dan melihat siapa yang datang.     

"Assalamualaikum dokter Humaira." Suara laki-laki terdengar menyapa istrinya yang membuat hati Rey menjadi kesal, apa kah dia laki-laki sang pengirim bunga?     

"Waalaikumsalam, anda?" Ucap Humaira namun dia lupa nama laki-laki itu.     

"Saya Kelvin, ayah dari Kirana."     

Mendengar laki-laki itu menyebut nama Kelvin, hati Rey langsung terbakar, seketika Ia menarik pingang istrinya, lalu membuka pintu lebih lebar untuk melihat laki-laki mana yang berani menganggu istrinya.     

Laki-laki itu terkejut ternyata ada laki-laki lain di ruangan Humaira, seketika keadaan menjadi hening, yanga ada hanya mata Rey yang menatap tajam pada Kelvin. Sosok laki-laki yang dengan berani mengajak makan malam istrinya dengan bunga sebagai undangannya.     

"Maaf," Ucap Kelvin sambil menunjuk kearah lalu berganti menatap Humaira yang tersenyum kikuk.     

"Ah, maaf Tuan Kelvin, ini Suami saya, Rey." Kata Humaira memperkenalkan Kelvin pada suaminya.     

"Oh, saya Kelvin ayah Kirana, pasien dari dokter Humaira." Ucap Kelvin sambil mengulurkan tangannya pada Rey, lalu Rey manyambut uluran tangan itu dengan pandangan dingin.     

"Berarti anda yang mengirimkan bunga untuk istri saya?" Tanya Rey kemudian memasukkan satu tangannya kedalam saku, dan satu tangan lagi memeluk pingang Humaira posesif.     

Humaira ingin tertawa melihat tingkah Rey yang sedang cemburu berat pada Kelvin, padahal dia tak mengenal baik pria itu karena memang dia jaranga menjenguk putrinya.     

"Oh, ya. Maaf mohon jangan salah paham, saya hanya ingin mengucapkan terimakasih karena dokter Humaira telah merawat anak saya dengan baik." Ucap Kelvin yang tak gentar dengan tatapan mata dingin Rey.     

"Tapi maaf, istri saya tidak bisa mengahadiri makan malam dengan anda."     

"Mungkin kita bisa makan malam bersama." Tawar Kelvin masih tak ingin menyerah, hatinya terlanjur jatuh pada pesona Humaira.     

"Tidak bisa, istri saya sedang hamil, saya datang kesini memang untuk menjemputnya pulang." Ucap Rey tegas.     

Kelvin menarik nafas panjang, haruskah dia menyerah begitu saja hanya karena Humaira sedang hamil, lalu bagaimana dengan anaknya yang menginginkan Humaira menjadi ibunya?     

"Baiklah, semoga lain kali kita bisa makan malam bersama Tuan Rey." Ucap Kelvin.     

"saya usahakan." Jawab Rey dingin.     

"kalau begitu saya permisi dulu, mari dokter Humaira, maaf telah menganggu waktu anda." Ujar Kelvin lalu meninggalkan Humaira dan Rey.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.