aku, kamu, and sex

REVISI



REVISI

Demi mengabulkan keinginan sang suami kini Humaira tidak lagi menjadi dokter katif melainkan menjadi dokter cadangan saja, dia lebih banyak duduk di belakang meja untuk memeriksa laporan dari berbagai divisi di rumah sakit.     

Sebagai pimpinan rumah sakit tertinggi Humaira punya tangung jawab atas kelangsungan rumah sakit dan juga kualitas rumah sakit itu sendiri.     

Dilain pihak Rey merasa tenang jika sang istri tidak lagi menangani pasien karena tidak akan ada lagi peristiwa seperti tempo hari yang membuat Ia cemburu setengah mati saaat sang istri mendapat kiriman bunga dari ayah pasiennya yang ternyata adalah seorang duda tampan, tak mau bilang duda itu kayak arena Rey sudah yakin jijka dia lebih kaya dari laki-laki itu.     

"Dokter ada seseorang ingin menemui anda?" Kata seorang suster yang bertugas di ruang jaga administrasi.     

"Siapa?" Tanya Humaira dia harus waspada karena tak ingin jika tamu tersebut adalah seorang laki-laki maka akan membuat sang suami menjadi cemburu padanya.     

"Dia seorang laki-laki Dokter." Jawa Suster itu lagi.     

"katakan jika aku sedang sibuk, tolong untuk menemui ku lain kali saja." Ucap Humaira tegas.     

"Baik bu."     

Humaira meletakkan gagang telpon yang tadi ia pegang, lalu menarik nafas panjang. Kembali Humaira sibuk dengan memeriksa berkas yanga ada dihadapannya, tapi tiba-tiba pintu ruang kerjanya diketuk oleh seseorang.     

"Ya, masuk." Jawab Humaira tak mengalihkan pandangan dari berkas yang sedang ia baca.     

"Maaf bu, pasien bernama Kirana mengamuk dibangsal, dia ingin bertemu dengan anda, dan tak ingin diperiksa oleh dokter yang lain." Ucap Perawat yang tadi mengetuk pintunya.     

Lagi, HUmaira menarik nafas panjang, lalu mau tidak mau dia harus menemui pasien bernama Kirana yang tak laoin adalah putrid dari Kelvin.     

Sambil berjalan melewati lorong jari lentiknya menekan panggilan darurat, siapa lagi kalau bukan sauminya.     

"Assalamualaikum, sayang." Sapa Rey di seberang telpon.     

"Waalikumsalam suamiku." Jawab Humaira.     

"Ada apa, hmm?" Tanya Rey.     

"Pasien bernama KIrana anak dari Tuan Kelvin mengamuk di rumah sakit, jadi aku minta maaf karena harus menemuinya padahal kau telah melarangnya."     

"Baiklah sayang, tapi kamu harus ingat, jangan dekat-dekat dengan yang namanya Kelvin, pastikan kau tek pernah sendirian selama ada orang itu sayang, aku sudah menyuruh orang menjagamu disana, aku tak mau kecolongan dalam hal apapun itu, apa lagi saat ini kau sedang hamil, aku tak mau terjadi apapun pada kalian berdua, aku menyayangi mu." Ujar Rey pannjag lebar.     

Humaira tersenyum, dia bahagia karena suaminya selalu menghawatirkan kondisinya, walaupun kadang Ia merasa perhatian Rey sangat berlebihan, contohnya saja dia selalu menyediakan pengawal untuk dirinya walau dia hanya duduk di belakang meja kerja di rumah sakit selama seharian.     

"Terimakasih sayang, aku mencintaimu suamiku." Ucap Humaira lalu menutup telponnya setelah mengucap salam.     

Hati Humaira menjadi tenang setelah meminta ijin pada sang suami, dan ketika dia menuju belokan yang menuju bangsal yang ditempati oleh Kirana, seorang pria bertubuh tinggi besar berjalan di belakangnya setelah memperlihatkan ID nya pada Humaira. Ya dia Bodyguard yang di kirim oleh sang suami selama di rumah sakit.     

Sesampainya di ruangan Kirana, keadaan disana sungguh sangat berantakan, terlihat seorang anak kecil sedang merajuk diatas tempat tidur setelah marah dengan membanting apapun yang ada disampingnya bahkan seorang dokter anak yang bertugas menggantikannyapun hanya bisa berdiri di samping pintu karena tak tahu lagi bagaimana cara membujuk Kirana.     

"Hallo Kirana." Sapa Humaira lembut, lalu perlahan masuk lebih dalam ke ruangan itu untuk menggapai tubuh Kirana yang gemetar karena amarah. Dan sang bodyguard dengan sigap tetap berada di belakang Humaira.     

"Bu dokter cantik." Ucap Kirana yang langsung memeluk tubuh Humaira saat Humaira telah sampai di samping ranjangnya.     

"Kenapa berantakan seperti sayang, kenapa infusmu terlepas, hmmm?" Tanya Humaira dengan nada lembut pada Kirana.     

"Maafkan aku bu dokter, aku tak mau jika dokter yang merawatku bukan dokter Humaira lagi." Ucap Kirana sambil terisak.     

"Oh, maaf kan aku Kirana, aku sangat sibuk banyak sekali yang harus aku kerjakan jadi sekarang aku tak lagi menangani pasien sayang, untuk sementara waktu kau bersama dokter yang lain dulu, itu dokter Nina, dia juga sangat baik dan cantik." Ucap Humaira lembut.     

"Tidak mau, aku maunya dokter Humaira saja." Ucap Kirana dan mulai menguncang tubuh Humaira, hingga sang pengawal dengan sigap memegang tubuh Kirana.     

"Lepaskan Om." Kata Kirana pada sang pengawal.     

"Mas Heri lepaskan dia." Ucap Humaira lembut.     

Lalu perlahan Humaira memeluk tubuh kecil Kirana, lalu menyuruh suster untuk membereskan ruanagn itu.     

"Sekarang biarkan aku memasang infuse ditanganmu, dan jangan marah lagi ya." Ucap Humaira kemudian menyuruh Kirana berbaring diranjangnya.     

"Dokter, aku ingin mempeunyai ibu sepertimu." Ucap Kirana polos, Kelvin yang berada tak jauh dari posisi mereka hanya terdiam karena tahu maksud anaknya yang menginginkan Humaira menjadi Ibunya tapi apa daya Humaira telah menikah dengan laki-laki tampan, walau terlihat sederhana dari segi berpakaian.     

"Suatu hari kau akan mendapatkan ibu yang baik untuk mu asal kau berjanji akan menjadi anak yang baik, dan menjalani pengobatan dengan baik, serta menurut sama dokter dan suster juga ayahmu." Ucap Humaira sambil kembali memasang infuse yang tadi di cabut sendiri oleh Kirana.     

"Aku berjanji akan menjadi anak yang baik." Ucap Kirana tersenyum senang.     

"Baiklah sekarang kau harus minum obat dan istirahat." Kata Humaira yang mendapatkan anggukan tegas dari Kirana.     

"Bagus, anak pintar." Ucap Hunaira setelah Kirana meminum obatnya.     

"Sekarang aku harus kembali bekerja, kalau tidak nanti aku akan kena marah oleh dokter yang lain, oke?"     

"Baiklah, apakau kau akan menemuiku lagi?" Tanya Kirana pada Humaira.     

"Aku tidak bisa berjanji sayang, karena pekerjaanku sangat banyak, tapi jika sempat aku akan meluangkan waktu untukmu." Jawab Humaira tersenyum sambil membetulkan selimut Kirana.     

"Baiklah."     

"Anak baik, aku pergi dulu ya." Ucap Humaira berpamitan pada Kirana.     

Lalu Humaira meninggalkan ruangan Kirana diikuti oleh dokter Nina dan dua orang suster, serta sang pengawalnya.     

"Maaf dokter Humaira bisa kita bicara sebentar?" Kata Kelvin saat Humaira sampi di luar pintu, lalu dokter Nina dan para suster undur diri untuk melanjutkan pekerjaan mereka.     

"Ada apa Tuan?" Tanya Humaira ramah.     

"Apa kita tak bisa bicara sambil minum kopi atau mungkin di ruangan anda?" Tawa Kelvin.     

"Maaf Tuan, pekerjaan saya masih banyak, jika anda ingin bicara dengan saya, maka silahkan anda bisa mengataknya disini." Ucap Humaira tegas.     

"Tapi dia_" Kelvin melirik pada Hery yang berdiri di belakang Humaira.     

"Saya rasa tidak aka nada rahasia yang akan anda sampaikan jadi tidak masalah jika ada orang lain yang mendengarnya bukan?"     

Skak Mat untuk Kelvin Humaira tak semudah itu untuk ia dekati. "Terimakasih atas bantuan anda tadi, dokter." Ucap Kelvin.     

"Hanya itu saja?" Tanya Humaira.     

"Maaf Tuan Kelvin bukan saya tak sopan tapi jujur pekerjaan saya masih sangat banyak, anda berterimakasih pada saya padahal itu adalah kewajiban saya sebagai dokter, sepertinya anda sedikit berlebihan, kalau begitu saya permisi dulu." Ujar Humaira     

"Dokter," Panggil Kelvin, membuat langkah Humaira kembali terhenti.     

"Maukah anda berpura-pura menjadi calon ibu bagi Kirana, tolonglah dokter demi Kirana." Ucap Kelvin dengan wajah memelas.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.