aku, kamu, and sex

DON\'T READ



DON\'T READ

Ronald terus mengendong Rena hingga masuk ke dalam ruangan kantornya. Pintu ruangan Ronald langsung terkunci otomatis hanya dengan isarat yang keluar dari mulut Ronald.     

Ronald masuk ke dalam sebuah pintu yang membawanya kesebuah ruang istirahat untuknya ketika ia lalah.     

Rena tak menyangka jika di ruangan kerja sang suami ada satu kamar tidur yang luas dengan pemandangan gedung-gedung yang menjulang tinggi ke angkasa.     

Hari memang sudah menjelang sore saat Rena tiba di kantor Ronald. Dan pada saat dia merasa pusing karena terlalu banyak pekerjaan yang menumpuk, Rena datang dengan senyumannya yang manis. Kepala pusing dan beban pekerjaan yang banyak hilang sirna sekejap mata setelah Ronald melihat wanita yang ia sayangi berada di depannya.     

Perlahan Ronald menurunkan Rena ke atas ranjang, dan tak perlu berbasa-basi Ronald langsung meraup bibir merah muda sang istri yang membuat ia rindu setengah mati.     

Rena dengan lihai melumat dan mengulum bibir sang suami, kerinduan yang dirasakan keduanya melebur seiring desahan yang keluar dari mulut mereka.     

Ronald melepaskan pagutannya lalu menatap sang istri yang juga menatapnya dengan tersenyum.     

"Kenapa ga biloang kalau mau pulang? Aku kan bisa jemput atau kirimkan pesawat jadi kamu ga capek di jalan." Ujar Ronald sambil berbaring miring menghadap Rena. Tangannya membelai pipi yang lebih terisi sejak mereka menikah.     

"Memang sengaja ga pake pesawat pribadi takut ketahuan kalau aku mau datang. Sengaja buat kasih surprise buat kamu." Jawab Rena sambil membelai rahang sang suami.     

"Aku merindukanmu, sangat sangat rindu, tapi karena kamu sedang ujian jadi aku tak mau menganggumu. Bagaimana ujiannya?"     

"Semua berjalan lancar tinggal menunggu hasil, kemarin aku juga udah ikut ujian penyaringan masuk ke Universitas di sini, mengambil jurusan pertanian."     

"Kamu benar-benar ingin menjadi seorang petani?" Tanya Ronald sambil terkekeh.     

"Iya, supaya tanah yang suamiku kasih bisa aku manfaatkan sebagai ladang eksperimen dan juga menghasilkan kebahagiaan untukku." Jawab Ronald.     

"Bukan menghasilkan uang?"     

"Suamiku udah terlalu banyak uang, jadi cukup aku bahagia agar suami dan anakku juga bahagia." Ujar Rena yang membuat Ronald tersenyum lebar.     

"Baikilah sayang, aku akan mencari uang yang banyak agar kau tak susah payah mencari uang, cukup kau bahagia dan membahagiakan aku serta anak-anak kita kelak." Kata Ronald lalu mencium bibir mungil istrinya.     

Ciuman yang pada awalnya hanya lumatan penghilang rindu, kini berubah menjadi lumatan penambah gairah. Ronald menatap Rena dengan mata berkabut gairah, setelah beberapa bulan mereka tidak berjumpa rasa rindu yang mengebu serta terjangan gairah yang selalu mereka redam kini mereka tuangkan dalama percumbuan yang membuat mereka kembali merasakan indahnya nikmat dunia.     

Perlahan tapi pasti Ronald terus memberikan cumbuan-cumbuan pada sang iatri sehingga istrinya tak tahan untuk tak mengeluarkan suara penambah gairah.     

Mereka terlalu hanyut dalam keintiman hingga mereka tak menyadari jika jam pulang kantor telah tiba, namun keduanya masih saja bergelung dalam kenikmatan.     

Kedua tubuh bersimbah peluh, namun mereka tetap melanjutkan aktifitas mereka seperti tak ada lelah yang mereka rasakan.     

Rena berulang kali melenguh nikmat saat puncak asmaranya sampai pada titik kenikmatan, dan tak berapa lama sang suami mengeluarkan lenguhan panjang yang menandakan Ia juga sudah mendapatkan sebuah rasa nikmat yang luar biasa.     

"Aku mencintaimu." Ucap Ronald setelah mencium kening sang istri yang berada di bawahnya.     

"Aku juga mencintaimu, suamiku." Jawab Rena sambil sedikit mendesah saat sang suami mengeluarkan benda pusakanya dari dalam lubang surgawi miliknya.     

Ronald merebahkan tubuhnya disamping sang istri yang kini memeluknya erat. Tubuh polos mereka tertutup oleh selimut tebal.     

"Berapa lama kau libur sayang?" Tanya Ronald sambil menoleh pada Rena, lalu kembali mengecup keningnya.     

"Satu bulan." Jawab Rena sambil mengeratkan pelukannya pada sang suami.     

"Oke, kita punya waktu tiga puluh hari untuk bersama."     

"Ya, aku ingin memelukmu setiap hari." Ucap Rena sambil mencubit hidung Ronald.     

"Sayang,ngomong-ngomong tadi kamu mematahkan berapa banyak kaki?" Tanya Ronald yang langsung membuat kepala Rena mendongak lalu memukul jidatnya pelan.     

"Ya Allah, bagaimana keadaan mereka? Aku jadi lupa sama mereka."     

Ronald terkekeh, "Arya sudah mengurus semuanya, kau memang berbahaya sayang."     

"Ya aku memang berbahaya jadi jangan coba-coba lari dariku atau aku akan membuatmu tak bisa berlari sama sekali." Ancam Rena pada Ronald sambil tersenyum.     

"Ampun nyonya… aku takkan pernah lari darimu, walau kau suruh aku lari tapi aku pastikan itu tak kan pernah terjadi."     

"kenapa?"     

"Karena kau hanya milikku." Ucap Ronald lalu mereka kembali saling berpelukan erat.     

"Ayo kita pulang, tapi mama dan papa tidak ada di rumah mereka sedang pergi ke villa." Ucap Ronald.     

"Baiklah, ayo kita pulang."     

Ronald bangkit lalu mengendong Rena ke kamar mandi untuk membersihkan tubuh mereka dari sisa-sisa permainan yang menguras energi. Setelah kembali mengenakan pakaian mereka, akhirnya mereka bergandengan tangan dan beranjak pulang.     

Mereka keluar dari ruangan kantor yang sudah mulai sepi karena sebagian karyawan sudah mulai beranjak pulang.     

Mobil Ronald telah terparkir di carport depan pintu masuk gedung, dengan beberapa sekuriti yang masih bertugas disana. Melihat kedatangan Ronald dan Rena mereka langsung menunduk hormat, lalu membukakan pintu untuk Rena dan Ronald.     

"Langsung ke rumah?" Tanya Ronald.     

"Ya, aku capek pingin istirahat." Jawab Rena sambil menyandarkan tubuhnya pada jok mobil.     

"Maaf kan aku karena tak bisa menahan diriku, padahal aku tahu kamu pasti lelah setelah perjalanan panjang." Ucap Ronald sambil sesekali menoleh pada Rena saat jalanan sepi.     

"Aku juga menginginkannya, aku juga merindukanmu." Ucap Rena sambil menyentuh wajah tampan sang suami.     

Rintik hujan yang tak terlalu lebat mengiringi perjalanan mereka hingga sampai ke rumah keluarga Sanjaya. Bukannya Ronald tidak mempunyai rumah, tapi memang mama dan papanya berpesan untuk mnempati rumah itu selama mereka pergi.     

Ronald memang tak pernah pulang ke rumah Tuan Handoko atau rumahnya saat dia masih kecil, karena rasa traumanya dan ingatan tentang ibunya masih bergelayut di ingatannya. Maka dia lebih memilih tinggal bersama keluarga Sanjaya sejak dia mengenal keluarga itu.     

Ronald hanya pulang ke apartemen sekali-kali saja jika memang ada keperluan yang dekat dengan apartemennya. Toh sekarang ada Arlita yang menjaga apartemennya bersama Ramond. Karena Arlita dilarang membeli apartemen lain kecuali menempati apartemennya.     

"Ramond dimana?" Tanya Rena.     

"Dia bersama Arka malam ini, karena Arka ingin mengajak Ramond pergi ke majelis taklim di dekat rumahnya.     

"Oh, padahal aku kangen."     

"Kalau begitu kita bikin Ramond junior bagaimana?" Tanya Ronald dengan tersenyum jahil.     

"Itu sih mau kamu." Rena mencubit pingang suaminya gemas.     

"Baiklah, nanti kamu istirahat saja, aku ga akan ganggu, tapi ga jamin kalau besok pagi."     

"Dasar Mesum."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.