aku, kamu, and sex

Cimon 3



Cimon 3

"Lala?"     

"Apa itu teman yang tadi kau antar pulang?" Tanya Jelita sambil tersenyum pada Jhonatan.     

"Ya, dia yang aku antar. Apa ada yang salah dengan diriku, Bun? Atau dengan dirinya?"     

"Tidak ada yang salah dengan kalian berdua, hanya saja, kalian terlalu dini untuk merasakan itu, tapi tidak apa-apa nikmatilah prosesnya, jagalah siapapun wanita yang berada di dekatmu, apa lagi dia adalah wanita yang kamu cintai." Kata Jelita lalu Ia bangkit dari kursi dan melangkah pergi menuju ke teras, menanti sang suami pulang dari kantor.     

"Apa maksud bunda ya?" Jhonatan mengerutkan dahi, lalu menghabiskan jusnya dan kembali ke kamar.     

Jelita berdiri saat melihat sebuah mobil masuk kedalam halaman rumahnya, yang Ian anti telah tiba.     

"Assalamualaikum,sayang."     

"Waalaikumsalam." Jelita mencium pungung tangan Danil dan Danil mengecup Dahi Jelita dengan sayang.     

"Anak-anak sudah pulang?"     

"Jhonatan sudah pulang, tapi Yola sedang pergi ke toko buku bersama Ramond."     

"Oh, baiklah. Kau sudah makan?"     

"Kami menunggumu."     

"Kita akan makan malam bersama setelah sholat maghrib berjamaah."     

"Baiklah, aku akan menyiapkan segalanya."     

"Terimakasih sayangku." Danil mengecup pipi sang istri, dari atas balkon Jhonatan bisa melihat bagaimana keharmonisan ayah dan bundanya.     

"Aku akan seperti kalian suatu saat nanti." Gumamnya.     

"Jhon!" suara sang bunda menginterupsinya yang sedang bersantai di balkon.     

"Iya Bunda."     

"Bersiaplah untuk sholat berjamaah, ayah sudah pulang, Nak."     

"Siap bunda."     

Tak berapa lama, Jhonatan melihat mobil Ramond memasuki pelataran rumah, dia yakin Ramond dan Yola akan pulang sebelum adzan mahgrib itu sudah peraturan dari ayahnya, jika tak ada yang akan pulang melebihi jam makan mlam.     

Yola mencium pungung tangan ayah dan bundanya begitu juga dengan Ramond.     

"Cepet bersihkan tubuh kalian lalu kita sholat berjamaah." Perintah Jelita pada Yola dan Ramond.     

"Kamu masih ingat dimana kamarmu kan Ramond?"     

"Masih bunda." Jawab Ramond sambil tersenyum lebar.     

Keistimewaan Ramond adalah memiliki kamar pribadi di tiga rumah, yaitu rumah Danil, Ronald dan Rey.     

"Ayo sayang, kita ke mushola dulu." Ajak Danil pada Jelita untuk menuju ke mushola sembari menunggu anak-anak mereka berkumpul.     

Beberapa saat kemudian Jhonatan sampai di mushola lalau bergabung dengan ayah dan bundanya untuk membaca Al—qur'an sebelum shalat maghrib.     

Lima belas menit kemudian muncul Ramond yang disusul dengan Yola yang sudah menggunakan mukena lengkap datang ke mushola.     

Lalu mereka sholat maghrib berjamaah dengan khusuk. Setengah jam kemudian mereka menyelesaikan urusan keagamaan mereka lalu kembali berkumpul di ruang makan.     

"Kalian dari mana kok sore sekali baru pulang." Tanya Danil pada Ramond.     

"Maaf ayah, tadi Ramond ga bilang dulu kalau mengajak Yola ke toko buku."     

"Tidak apa-apa, kami percaya padamu, Ramond."     

"Terimakasih ayah."     

"Bagaimana perusahaanmu yang disana?"     

"Itu perusahaan milik om Carl."     

"Ya ayah tahu, tapi kamu yang memimpinnya."     

"Iya ayah, karena om Carl sakit keras dan tak mampu lagi memimpin perusahaan cabangnya yang dinegara C, maka aku yang mengantikan beliau."     

"Dan kamu juga harus menerima putrinya Carl untuk dijodohkan denganmu."     

"Aku sudah berjanji pada Om Carl, yah."     

"Ya, tapi apa kamu mencintainya?" Jhonatan menatap Ramond yang menunduk, Danil sangat memahami bagaimana sifat dan watak Ramond.     

"Cinta itu akan datang dengan sendirinya, ayah." Jawab Ramond dengan menunduk.     

Yola yang mendengar apa yang dikatakan Ramond hanya bisa diam dan berpasrah, dia masih ingat apa yang dikatakan oleh bundanya, bahwa jodoh tak kan pernah salah, dan tak kan pernah tertukar walau dengan apapun.     

"Semoga kau bahagia nantinya bersama dengan gadis pilihanmu."     

"Terimakasih ayah, tapi dia masih kecil masih sekolah, jadi masih lama untuk kami menikah."     

Danil menganggukkan kepalanya, lalu melirik pada Yola yang juga hanya diam tanpa sepatah katapun.     

"Kapan kalian ujian?" Tanya Danil pada kedua anaknya.     

"Beberapa bulan lagi ayah." Jawab Jhonatan.     

"Yola, apa kau sudah menentukan pesantren mana yang akan kau pilih?"     

"Ya, aku akan masuk pesantren dimana bunda dan om Rey dulu berada."     

"pilihan yang tepat, sayang." Ujar Jelita, lalu Danil menatap Jelita dengan mengerutkan dahi.     

"Tapi aku tak ingin ada yang tahu jika aku adalah anak ayah dan ibu, maka dari itu jangan pernah mengunjungiku di pesantren."     

"Astagfirullah, kau anggap apa orang tuamu, sayang."     

"Maaf kan aku, ayah, bunda. Tapi aku punya alasan mengapa aku tak ingin orang lain mengenalku sebagai anak kalian, aku hanya ingin berteman dengan tulus dan suatu hari nanti mempunyai kasih sayang yang tulus dari laki-laki yang tak menghiraukan aku dari keluarga mana, anak siapa, kaya atau miskin, dan embel-embel lainnya."     

Jelita dan Danil saling pandang, lalu sama-sama menarik nafas panjang. "Oke."     

"Dan kau akan menyiksa abangmu ini, karena aku yakin semua media hanya akan tertuju padaku, bukan padamu." Ujar Jhonatan kesal.     

"Kau pandai melarikan diri." Lanjuta Jhonatan.     

"Tapi kakak laki-laki memang harusnya suatu saat kakak lah yang menggantikan ayah."     

"Lalu kamu?"     

"Aku ingin menjalani hidupku sesuai keinginanku, yang jelas aku tetap menyayangi, abang."     

"Tidak adil."     

"Jhonatan, kamu lihat adikmu hanya bercanda, dia tak akan benar-benar meninggalkanmu dan membiarkan mu sibuk seorang diri, dia akan tetap membantumu."     

"Aku harap itu benar, bunda." Kata Jhonatan sambil memotong steaknya.     

Ramond dan Danil hanya tersenyum melihat bagaimana Jhonatan yang kesal karena ulah adiknya.     

"Jhon, kau seperti tak mengenal Yola saja." Ujar Ramond.     

"Justru karena aku mengenalnya melebihi siapapun, aku jadi meragukan apa yang dia ucapkan."     

"Maksudmu."     

"Ayah, mintalah padanya untuk tidak berulah selama di pesantren nanti."     

"Kau tidak berbuat macam-macam lagi disekolah kan?"     

"Tidak, aku selalu tidak berbuat macam-macam." Jawab Yola sambil mengunyah makanannnya.     

"Sudah berapa kali ayah dan bunda harus ke sekolah karena ulahmu?"     

"Itu bukan ulahku, itu semua terpaksa karena aku selalu di bully oleh mereka, bahkan tidak ada yang percaya jika aku memang pandai, bukan karena aku anak ayah dan bunda sang pemilik yayasan."     

"Maksudemu?"     

"Kami selalu di tuduh mendapatkan hak istimewa termasuk dalam hal nilai, padahal aku sangat tahu, Yola sangat pintar mungkin dia bisa ikut akselerasi seperti kak Ramond, namun tak seorangpun yang oercaya, mungkin juga itu sebabnya dia tak mau orang lain tahu jika dia anak ayah dan bunda. Dan membiarkan hanya aku yang akan terekspos media sebagai anak kalian." Jelas Jhonatan.     

"Jadi kau ingin membuktikan jika kau benar-benar pintar dan cerdas saat kau masuk di pesantren?"     

"Ya, mungkin ini jalan sebagai pembuktian, paling tidak untuk diriku sendiri ayah."     

"Aku mendukungmu, Yola." Kata Ramond dengan tersenyum lembut pada Yola.     

"Terimakasih, kak."     

"Sayangnya kau adik paling manis dan sangat aku sayangi, kalau tidak aku benar-benar akan melemparmu ke rawa-rawa."     

Danil dan semua yang ada di ruang makan tertawa lebar mendengar apa yang diucapkan Jhonatan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.