aku, kamu, and sex

Kejelasan Jhonatan.



Kejelasan Jhonatan.

Jhonatan melajukan motornya menuju rumah Lala yang berada beberapa Blok dari rumahnya. Hatinya diliputi rasa tak menentu, antara takut dan ragu serta ada rasa malu yeng bergelayut. Sampai lima menit kemudian Jhonatan menghentikan motornya di depan pagar rumah Lala.     

Jhonatan menekan bel yang ada di dekat pagar, lalu tak lama Pak Wijaya datang, lalu membukakan pintu pagar untuk Jhonatan.     

"Assalamualaikum, Pak."     

"Waalaikumsalam." Jawab Pak Wijaya sambil membukakan pintu pagar yang sudah di kunci.     

"Ayo masuk nak Jhon." Ajak Pak Wijaya setelah Jhonatan selesai mencium pungung tangan Pak Wijaya.     

"Terimakasih, Pak." Kata Jhonatan.     

"Ada Pak, malam-malam ke sini?" Tanya Pak wijaya sambil duduk diteras rumah.     

"Saya mau bertemu dengan Lala pak, apa boleh?"     

Pak Wijaya tersenyum, lalu mengangguk pelan. "Boleh, sebentar bapak panggilkan." Pak Wijaya lalu masuk ke dalam rumah dan memanggilkan Lala, sementara Bu Ranti membuatkan minum untuk Jhonatan, saat tahu bahwa yang datang adalah Jhonatan.     

Bu Ranti keluar sambil membawa camilan dan dua cangkir the hangat untuk Jhonatan dan Lala.     

"Silahkan diminum Nak, Jhon." Ucap Bu Ranti Sopan.     

"Terimakasih, Bu. Maaf jadi merepotkan."     

"Tidak, Nak Jhon. Silakan di cicipi itu Ibu yang bikin lho."     

"Wah, ibu pandai bikin kue rupanya."     

"Di bantu sama Lala juga."     

"Ow, Lala juga suka masak ya buk?"     

"Iya, masakan lala lebih enak dari pada ibu."     

"Jadi pingin Bu."     

"Ya udah ayok makan, kebetulan tadi Lala yang masak."     

"Wah, makasih bu. Tapi saya sudah makan."     

"Oya udah. Eh… itu Lala. Ibu tinggal dulu ya."     

"Ga usah buk, ibu disini saja."     

"Tapi ibu harus membereskan pakaian untuk Bapak ke sekolah besok."     

"Tapi BU, saya ga mau di tinggal hanya berdua saja dengan Lala bu."     

BU Ranti berpikir sejenak, "Ya udah sama bapak saja." Bu Ranti lalu masuk ke dalam dan memanggil sang suami untuk menemani Lala dan Jhonatan.     

"Pak, Nak Jhonatan minta di temani."     

"Lho katanya mau ketemu sama Lala." Kata Pak Wijaya sambil mengerutkan dahi.     

"Iya, tapi dia minta di temani."     

"Ya sudah bapak keluar dulu sebentar, untuk menemani Jhonatan dan Lala. Aneh sekali si Jhonatan biasanya kalau ditemani orang tua pada ga mau, tapi malam dia minta ditemani." Kata Pak Wijaya sambil melangkah keluar rumah.     

Jhonatan masih duduk di tempat semula begitu juga dengan Lala yang duduk berhadapan dengan Jhonatan. Lalu Pak Wijaya duduk di antara Jhonatan dan Lala yang hanya terpisah sisi meja.     

"Ada masalah apa Nak Jhonatan?" Tanya Pak Wijaya dengan raut wajah yang keheranan.     

Jhonatan duduk dengan sopan, lalu mengutarakan niatnya. "Maaf Pak, saya ingin berbicara dengan anak bapak, tapi saya juga tidak mau jika kami hanya berdua."     

Pak Wijaya tersenyum lalu menyuruh Jhonatan mulai berbicara.     

"Ya silahkan, bapak akan diam saja." Kata Pak wijaya yang mengerti dengan maksud Jhonatan.     

"Terimakasih, Pak." Kata Jhonatan lalu matanya beralih memandang Lala yang sedari tadi hanya menunduk.     

"La, aku kesini mau meminta maaf." Ujar Jhonatan.     

"Untuk apa?"     

"Untuk yang tadi, aku ingin kamu percaya sama aku."     

"Maksud kamu apa?"     

"La, aku menyukaimu, tapi aku sudah berjanji pada ayah, bahwa aku ingin menghalalkanmu terlebih dahulu baru kita pacaran."     

Pak Wijaya membelalakan matanya mendengar apa yang disampaikan oleh Jhonatan pada Lala. Namun Pak Wijaya tetap diam, dan mencoba menerka apa maksud Jhonatan sebenarnya.     

"Lalu?"     

"Apa kamu mau menungguku sampai aku layak untuk menjadi suamimu? Sampai aku berhasil menjadi laki-laki dewasa yang sukses dan bisa mengambil alih tangung jawab ayahmu atas dirimu."     

Lagi, Pak Wijaya terkejut dengan ucapan Jhonatan, Ia tak menyangka jika Jhonatan mempunyai pemikiran yang dewasa.     

"Maksud mu apa Jhon?"     

"AKu ingin kamu menjadi istriku, tapi nanti setelah aku sukses, dan bisa menghidupimu, apa selama aku berproses kamu akan rela menungguku, La?"     

Pak wijaya berganti menatap Lala, ingin melihat jawaban apa yang akan diberikan oleh anaknya itu.     

Lala menoleh pada Pak Wijaya, lalu Pak Wijaya hanya tersenyum dan mengangguk. "Katakan yang jujur apa yang kamu rasakan pada Jhonatan, ayah tak akan melarang kalian."     

Jhonatan tersenyum lalu menatap Lala dengan penuh harap.     

Lala menunduk lalu perlahan mengangguk, "Lalu bagaimana dengan Silvia? Aku tak mau menyakitinya."     

Jhonatan tersenyum, "Silvia sudah di jodohkan oleh orang tuanya, dan kami sengaja menghabiskan waktu berdua karena sebentar lagi dia akan kembali ke negaranya di negara C."     

"Kenapa?"     

"Maksudnya kenapa?"     

"Kenapa harus menghabiskan waktu berdua? Kalian saling suka? Lalu arti aku untuk kamu apa Jhon?"     

"Awalnya aku mengira aku mencintai Silvia, tapi setelah aku melihatmu menangis, aku jadi yakin kalau aku salah menilai perasaanku, aku menyukaimu, aku mencintaimu, aku sedih melihatmu menangis, aku tak rela kau tersakiti."     

Lala mendongak untuk bisa menatap Jhonatan. Melihat keseriusan di mata Jhonatan akhirnya Lala tersenyum. "Aku akan menunggumu disini. Di rumah ini, aku juga akan berproses menjadi lebih baik, dan layak bersanding denganmu."     

"Walau tanpa kabar dariku?"     

"Kenapa?"     

"Aku akan masuk pesantren bersama Yola, selama di pesantren aku di larang membawa ponsel, maka aku tak akan bisa menghubungimu."     

"Kalau begitu aku akan kirim surat untukmu." Ujar Lala.     

"Baiklah, aku akan selalu menunggu surat darimu. Terimakasih La."     

"Sama-sama Jhon."     

Lalu pandangan Jhonatan beralih pada Pak Wijaya yang sedang tersenyum pada keduanya.     

"Pak, ijinkan saya suatu hari nanti untuk menjadi kekasih halal bagi putrid bapak."     

"Saya ijinkan, yang penting untuk saat ini, kalian focus mengejar cita-cita kalian ya, agar bisa membahagiakan orang tua."     

"Amiin, makasih Pak. Percaya lah pada saya, saya akan menepati janji saya pak."     

"Bapak percaya saya kamu, Jhon."     

Lalu Jhonatan tersenyum dan kembali menatap Lala. "Apapun yang aku lakukan kamu haruspercaya aku hanya akan melabuhkan hatiku padamu, La. Tolong percaya padaku."     

Lala tersenyum dan mengangguk, "Iya, aku akan selalu percaya padamu, Jhon."     

Jhonatan tersenyum lebar, lalu perlahan mengusap wajahnya dengan kedua tangan. "Alhamdulilah."     

Pak Wijaya tersenyum sambil menatap Jhontan dan Lala secara bergantian. " Aku tunggu lamaran resmimu, beberapa tahun lagi." Ujar Pak Wijaya sambil tersenyum lebar.     

"Iya Pak."     

"Diminum Tehnya, Nak. Jhon." Ujar Pak Wijaya.     

"Terimakasih Pak."     

Jhonatan menyesap teh yang tadi di hidangkan oleh Bu Ranti dengan bibir yang selalu tersenyum, dan wajah sumringah penuh kelegaan."     

"Kalau begitu saya pamit pulang dulu, Pak." Pamit Jhonatan.     

"Kenapa buru-buru, besok kan tidak sekolah."     

"Iya pak, tapi saya tadi pamitnya sama ayah saya kalau hanya pergi ke rumah Lala sebentar, saya takut ayah dan bunda saya menunggu saya."     

"baiklah kalau begitu, Hati-hati dijalan, jangan mengebut."     

"Iya pak. La. Saya pulang dulu ya."     

Lala hanya mengangguk dan tersenyum senang sambil melihat Jhonatan berlalu dari halaman rumahnya dengan wajah tersenyum senang.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.