Sikap seorang Ayah.
Sikap seorang Ayah.
Danil yang sudah tahu dari Jelita tentang kegalauan anaknya itu mengetuk pintu kamar Jhonatan yang sedikit terbuka. Jhonatan memang hampir tidak pernah mengunci kamarnya. Danil memasukkan kedua tangannya ke dalam kantong celana training yang Ia pakai. Perlahan Ia menghampiri Jhonatan yang berdiri termenung di balkon kamar.
"Jhonatan Mahendra." Panggil Danil, Orang yang merasa langsung menoleh. Melihat sang ayah yang sudah berdiri dengan tegap disampingnya.
"Ayah."
"Apa yang sedang kamu pikirkan?" Tanya Danil sambil melirik Jhonatan. Lalu arah pandang Danil mengikuti arah pandang mata Jhonatan. Tepat di ujung depan sana. Adalah rumah yang di tempati oleh Lala dan keluarganya. Karena Danil menyuruh ayah Lala mengajar di sekolah miliknya menggantikan Pak wiliam, maka rumah itu dijadikan Danil sebagai rumah dinas untuk ayah Lala.
"Apa anak ayah sedang jatuh cinta?" mendengar kalimat itu dari mulut sang ayah, Jhonatan langsung menoleh menatap sang ayah, lalu menunduk.
"Ayah dulu mencintai bunda mu juga dari SMP hanya saja tak berani mengutarakannya karena bundamu masih sangat kecil waktu itu, dan pasti bundamu juga tak kan paham dengan apa yang ayah ungkapkan."
Jhonatan menatap ayahnya mencoba menebak kemana arah pembicaraan sang ayah, lalu tak lama Danil kembali melanjutkan ucapannya.
"Ayah tidak menyalahkan mu mencintai seorang gadis, hanya saja ayah ingin kamu mau bertangung jawab dan menerima konsekuensi dengan apa yang kamu rasakan."
"Maksud ayah?"
"Jadi benar kamu sedang jatuh cinta?"
Jhonatan ragu ingin menjawab, tapi setelah berpikir dan mengingat yang baru saja ayahnya katakan maka akhirnya dia mengangguk. Jhonatan tersenyum lalu menepuk bahu anak laki-lakinnya itu.
"Ayah senang kau mau jujur sama ayah."
"Maafkan aku ayah, aku melanggar janjiku pada ayah."
Danil mengangguk pelan, lalu tersenyum dan memandangi anaknya itu.
"Siapa gadis itu?"
"Lala wijaya."
Danil menaikkan satu alisnya, "Lala?" Danil memastikan pendengarannya tidak salah dengar.
Jhonatan mengangguk, "Dia anak yang baik, pandai dan sopan, ayah suka." Kata Danil lalu tersenyum.
"Tapi aku telah melakukan kesalahan, Ayah."
"Kesalahan?"
Jhonatan menatap sendu sang ayah, "Aku telah membuatnya menangis."
Danil mengerutkan dahi, "Kenapa?"
"Tadinya aku pikir aku hanya sekedar kasian karena dia selalu dibully disekolah, dan aku pikir aku mencintai Silvia." Sampai disini Danil mengangguk walau Dahinya berkerut.
"Lalu?"
"Tapi saat tadi Silvia menceritakan jika dia di jodohkan oleh ayahnya dan harus kembali ke luar negeri, hatinya biasa saja, hanya sedikit merasa sesak karena melihat Silvia menangis saat menceritakan hal itu, tapi saat aku melihat Lala sedih terlebih dia sedih karena diriku, hatiku ini rasanya sakit sekali, dadaku sesak seolah tak mampu bernafas, lalu ingin segera berlari menemui Lala untuk meminta maaf, atau apapun asal dia tak lagi bersedih."
Lagi, Danil hanya mengangguk menanggapi Jhonatan yang sedang bercerita.
"kenapa Lala bisa bersedih, apa yang kamu lakukan?"
"Setiap disekolah aku memang lebih sering bersama Silvia, dia begitu cantik, pintar dan anggun, aku senang berdiskusi dengannya, tentang apapun itu, walau aku tahu silvia dan Lala keduanya menyukaiku, Lalu siang tadi Lala melihatku sedang memeluk Silvia saat dia menangis."
Danil menatap sang anak yang seolah sedang putus asa dan kehilangan arah berjalan. "Apa Lala tahu kalau kamu menyukainya?"
Jhonatan mengeleng. "Selama ini aku bersikap biasa saja pada Lala, tidak seperti pada Silvia, namun nyatanya aku salah memahami perasaanku sendiri, ayah. Sekarang aku tak tahu apa yang harus aku lakukan."
Jhonatan kembali menepuk bahu anaknya, lalu berkata dengan tegas, "Temui dia, dan tanyakan apakah dia mau menunggumu hingga kau mampu menghalalkannya?"
Jhonatan menatap ayahnya, "Jika dia tak mau menunggu?"
"Lupakan,"
"Jika dau mau menungguku?"
"Maka buktikan ucapanmu padanya, jadilah kau laki-laki yang layak untuk dia tunggu."
Jhonatan menatap ayahnya "Sekarang, ayah?"
"Ya, apa kamu mau menunggu sampai Lala melupakanmu?"
Jhonatan mengeleng kuat-kuat. "Ya udah lekas pergi, tapi ingat satu hal."
"Apa ayah?"
"Ingat batasanmu, kau bukan muhrimnya maka jangan mudah memeluk apa lagi menciumnya. Kau paham?"
Jhonatan mengangguk lalu mencium pungung tangan ayahnya dan segera berlari keluar dari kamarnya. Mengambil kunci motor miliknya dan tancap gas ke rumah Lala. Danil menarik nafas panjang lalu tersenyum lebar.
"Apa yang kau katakana pada Jhonatan, sampai dia bersemangat gitu, lalu dia mau pergi kemana?" Tanya Jeita yang baru saja masuk ke kamar Jhonatan mencari suaminya.
Danil merentangkan kedua tangannya meminta Jelita untuk segera masuk ke dalam dekapan. Jelita menurut lalu memluk suaminya erat.
"Jadi, apa yang kalian bicarakan?"
"Itu urusan laki-laki."
Jelita mendengus kesal, dan ingin berbalik dan pura-pura marah, namun Danil dengan cepat menahan pergelangan tangannya, lalu kembali menarik tubuh mungil istrinya untuk di dekap.
"Aku hanya mengajarkannya untuk menjadi laki-laki yang berani bertangung jawab dan konsekuen."
"Lalu dia mau kemana?"
"Minta maaf pada Lala, karena membuat Lala menjadi salah paham."
"kenapa bisa salah paham?"
"Bibir ini kenapa setelah menjadi ibu-ibu jadi lebih cerewet ya?" goda Danil.
"It___Mmmppphhh." Danil mengunci bibir Jelita dengan bibirnya. Menahan sang istri untuk kembali mengeluarkan suaranya.
"Mmmppphh__Mas."
"Kenapa sayang?"
"Malu kalau sampai ada yang melihat."
"Biarkan saja, lagi pula siapa yang mau melihat, Yola sedang sibuk di kamarnya, Ramond sedang menginap di rumah Ronald, dan Jhonatan sedang keluar rumah, lalu asisten rumah tangga semua sudah istirahat di kamar masing-masing."
"Tapi___Mmmmpphh." Danil benar-benar tak memberi waktu untuk Jelita berkata-kata, dia kembali membungkam bibir istrinya menggunakan bibir seksinya.
"Kita ke kamar." Ajak Danil.
"Mau ngapain? Jhonatan belum pulang."
"Buat dedek buat Jhonatan dan Lala."
"Udah Tua."
"Biarin, nyatanya kamu masih seksi dan menggemaskan sayang."
Danil langsung mengendong tubuh mungil sang istri seperti bayi koala. Jelita dengan reflek membelitkan kakinya kepingang Danil supaya tak terjatuh. Dengan gaya santai Danil yang sudah berkepala empat mengangkat tubuh sang istri keluar dari kamar Jhonatan dan kembali ke kamar mereka di lantai bawah.
"Aku berat sayang."
"Tapi aku suka." Jawab Danil di sela langkahnya menuju ke kamar mereka.
"Terimakasih telah menjadi ayah dan suami yang baik."
"Itu sudah kewajibanku, sayang. Aku menyayangimu dan anak-anak kita."
"Aku juga sangat menyayangi dirimu, kau lah cinta terindah yang pernah ku miliki."
"Aku sangat berterimakasih pada Ibuku yang telah menjodohkanmu denganku, hingga aku bertemu dengan cinta sejatiku, wanita terbaik yang aku miliki."
"I love you my wife."
"love you too."
Danil membuka pintu kamar mereka, lalu masuk dan menutup pintu kamar kembali dan tak lupa menguncinya, kemudian membaringkan tubuh Jelita di atas ranjang dan memulai aksi yang penuh gelora.