aku, kamu, and sex

Rahasia



Rahasia

Hari-hari berlalu begitu cepat hingga kini mereka harus mengikuti ujian akhir sebagai penentu kelulusan. Jhonatan dan ketiga saudaranya belajar dengan giat di rumah masing-masing walau bukan rahasia lagi jika kepintaran mereka dalam akademik di atas rata-rata siswa yang seharusnya. Namun mereka tetap belajar demi nilai ujian yang baik dan hasil yang memuaskan.     

"Bener ya yah, nanti kalau hasil ujianku bagus, aku boleh melanjutkan dimanapun Fahri inginkan." Kata Fahri pada Rey, ayahnya.     

"Hmm. Ayah akan menepati janji ayah, sekarang kamu belajar yang bener, oke." Kata Rey lalu mencium pucuk kepala anaknya dan berlalu dari kamar Fahri.     

Fahri tersenyum senang, dia berharap nilai ulangan dia dan ketiga saudaranya bagus-bagus dengan begitu mereka bisa masuk ke sekolah yang sudah mereka sepakati.     

Rey duduk di tepi ranjang sambil mengamati Humaira yang sedang mengoleskan krim malam kewajahnya.     

"Sebenarnya, Fahri mau melanjutkan sekolah dimana sih, Bu?" Tanya Rey pada Humaira.     

"Ibu juga ga tahu, Yah. Fahri ga cerita apa-apa sama Ibu."     

"Aku takut Fahri minta sekolah ditempat yang aneh-aneh."     

"Ih, ayah. Ga mungkin lah, Fahri itu anak kita pasti kelakuan dan sikapnya tak begitu jauh dari kita, jadi percaya saja Fahri pasti memilih tempat yang baik nuntuk dia menimba ilmu."     

Rey mendesah nafas berat, lalu merebahkan tubuhnya di kasur di ikuti oleh Humaira yang rebah di samping Rey lalu memeluk laki-laki itu erat.     

"Kita doakan saja yang terbaik untuk Fahri ya, yah."     

"Iya Bu, Amiin."     

Ditempat terpisah Ronald dan Rena pun merasakan hal yang sama, Fatih bersikukuh untuk melanjutkan sekolah di tempat yang Ia ingin kan jika nilai ujiannya bagus. Dan Ronald mengiyakan apapun keinginan Fatih dengan sarat itu masih di batas normal.     

"Aku khawatir dengan Fatih, usianya masih terlalu muda di bandingkan ketiga saudaranya, tapi dia begitu yakin ingin sekolah ditempat yang Ia pilih, bukan sekolah yang kita rekomendasikan."     

"Percaya saja sama Fatih, Pah." Ujar Rena lalu memeluk tubuh suaminya erat sambil menciumi dada bidang sang suami.     

"Aku sungguh penasaran, sebenarnya dia mau sekolah dimana sih?"     

"Tadi aku Tanya sama Jelita dan Kak Humaira, tenyata Jhonatan, dan fahri pun bersikap yang sama. Kecuali Yolanda karena dia memang sudah dari jauh-jauh hari mengatakan keinginannya untuk masuk ke pesantren."     

"Ya, Yolanda memang lain dari yang lain, dia selalu tegas dalam mengambil keputusan dan selalu memikirkan planning hidupnya secara matang, berbeda dengan Jhonatan, Fahri dan juga anak kita Fatih."     

"Ya, kita berdoa sajalah yang terbaik buat anak kita dan juga mereka."     

"Iya sayang istri kecilku yang kini sudah tumbuh besar, tapi tetap imut dan cantik serta mengairahkan." Ujar Ronald lalu membalik posisi kini Rena yang dibawah dan Ronald yang diatas.     

"Mau nambah anak lagi?" Tantang Rena.     

"Boleh, kau pikir aku ini sudah terlalu tua untuk punya anak lagi, Hmm?" Kata Ronald yang lalu mencium bibir istrinya dan memulai aksi saling membakar gairah satu dengan yang lain.     

"Jangan keras-keras papah, nanti Fatih dengar."     

"Kamu jangan membodohiku sayang, bukankah semua kamar di rumah ini kau bikin kedap suara? Hm?"     

Rena tersenyum lebar, ternyata suaminya ini mengetahui jika Rena mendisain seluruh ruang kamar di rumah mereka kedap suara.     

Lain lagi dengan Yola. Esok hari adalah ujian terakhir di sekolahnya, dan setelah itu dia akan berangkat kepesantren untuk melanjutkan sekolahnya disana sambil memperdalam ilmu agamanya.     

"Sebenarnya siapa laki-laki yang selalu datang di mimpiku ya?" Gumam Yola sambil menyandarkan tubuhnya di dinding balkon. Disampingnya terdapat berbagai macam cemilan dan minuman dingin sebagai teman dia belajar. Namun bukannya belajar justru Yola melamunkan sosok laki-laki yang bekakangan ini selalu hadir di dalam mimpinya.     

"Yola." Panggil Ramond dari pintu kamar yang Ia buka sedikit.     

"Ya Kak, Yola disini."     

"Boleh kakak masuk?"     

"Boleh kak, masuk aja."     

Ramond masuk ke dalam kamar Yola lalu duduk disamping Yola yang sedang makan kuaci sambil menyandarkan tubuhnya di dinding balkon sementara kakinya Ia lipat.     

"Ada apa Kak?"     

"Aku kira kamu sedang belajar, tahunya lagi melamun."     

"Ih, Kak Ramond sok tahu, siapa juga yang melamun?"     

" Lha barusan apa kalau bukan melamun?" Ramond mengambil kuaci yang tergeletak dilantai antara dirinya dan Yola.     

"Ga kok kak, Cuma lagi mikir aja."     

"Mikir apa?" Tanya Ramond lalu menoleh pada Yola sambil mengunyah kuaci.     

"Tapi kakak jangan cerita sama ayah dan bunda, ya."     

"Kenapa memangnya ga boleh?"     

"Malu."     

"Oke. Sekarang cerita, kakak janji ga akan ngomong sama ayah dan bunda."     

"Jadi gini lho kak, beberapa hari ini aku mimpi bertemu dengan seorang laki-laki, dia pakai baju koko, sarung dan juga peci, tapi aku tak mengenal laki-laki itu kak."     

Ramond masih menoleh pada Yola, dan mendengar cerita itu dengan seksama.     

"Kakak juga ga tahu."     

"Kata Jhonatan dia calon jodoh aku."     

Ramond tersenyum getir, sungguh keinginannya adalah Yola menjadi jodohnya, namun di depan matanya sudah ada gadis yang harus Ia nikahi walau dia sendiri belum pernah berjumpa dengan gadis itu.     

"Mungkin benar kata Jhonatan, kita ga akan tahu sampai kamu masuk pesantren, kan laki-laki pakai baju koko dan sarung serta peci, bukankah itu menandakan seseorang yang amat religious?" Ramond mencoba membuka pikiran Yola, lalu Yola mengangguk pelan.     

"MUngkin saja kak, coba saja ada sosok dirinya atau tidak di pesantren yang akan aku datangai."     

"Ya, lihat saja nanti kalau kamu sudah masuk pesantren."     

"Iya kak, Oya kakak ada apa mencari Yola? Ada yang mau di omongin?" Tanya Yola.     

"Ga ada, pingin aja ngobrol sama kamu, karena sebentar lagi kakak juga harusbalik ke negara C, ada pekerjaan yang harus kakak selesaikan sebelum kakak pindah ke negara ini lagi."     

"Iya kak."     

"Yola, apa kau mau mengantarkan aku ke makam orang tua ku besok, seusai pulang sekolah?"     

"Tentu saja aku mau kak, nemenin kakak ke makan Om Arka dan Tante Arlita. Lama juga ayah dan Om ga ngajakin aku ke sana, kan?"     

Ramond tersenyum lalu mengusap rambut Yola kasar, yang membuat Yola mendengus kesal.     

"kakak Ih resek."     

"Makasih ya Sholihanya kakak."     

"Sama-sama kak. Ehm… kapan kakak akan kemari lagi?"     

"nanti kalau mau masuk kuliah."     

"Oh, berarti Yola udah masuk di pesantren, dang a ketemu kakak lagi deh."     

"Kata siapa ga ketemu? Nanti kakak akan jenguk kamu dipesantren, gimana?"     

"Boleh, bener ya kak."     

"Iya, beneran,asal kamu jadi anak baik ga banyak dihukum kayak di sekolah."     

"Siap Bos." Ucap Yolanda sambil memberi hormat bak tentara kepada Ramond. Lalu keduanya tertawa bersama, menikmati kuaci dan minuman dingin, ini akan menjadin kenangan terindah untuk Ramond bersama Yola,satu-satunya gadis yang Ia cintai selama ini. Dan Ramond memilih untuk menyimpannya dalam hati rasa itu untuk Yola.     

'Semoga kau selalu bahagia kak, dengan siapapun kau menikah kelak. Aku takut berharap dengan cintamu, biarlah rasa sayang dan cintaku untuk kakak hanya akan tersimpan di sudut hati Yola.' Pikir Yola sambil menatap Ramond yang sedang memeperlihatkan rasi bintang padanya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.