aku, kamu, and sex

Antara aku dan dia



Antara aku dan dia

Jhonatan berjalan ditrotoar bersama Lala, mengantar Ia pulang ke rumah miliknya yang kini ditempati oleh keluarga Lala. Setelah acara cemburu dan panas hati melihat kedekatan Silvia dan jhonatan kini Lala bisa tersenyum bahagia saat laki-laki yang Ia kagumi berada di sisinya.     

Pagi tadi jhonatan berangkat bersama sang ayah ke sekolahnya, dan kini Ia pulang bersama Lala, sedangkan Yola sudah dijemput oleh Ramond, sebenarnya Ramond tidak hanya menjemput Yola melainkan juga Jhonatan, tapi Jhonatan menolak untuk pulang bersama mereka, karena kasian melihat Lala yang berjalan seorang diri menyusuri trotoar menuju ke sebuah halte bus.     

Sedangkan kedua saudaranya seperti biasa pulang bersama menggunakan satu motor karena rumah mereka berdekatan.     

"Aku mau naik angkot, kamu pulang aja naik taksi atau pesen grab." Ujar Lala.     

"Kamu ngusir aku?" Tanya Jhonatan tanpa menatap Lala, pandangannya lurus ke depan melihat keramaian jalan raya.     

"Bukan begitu maksudku, tapi kamu ga biasa naik angkot, aku takut kamu ga nyaman."     

"Sok tahu kamu." Lala menunduk, tak tahu lagi dia harus berkata apa.     

Jhonatan duduk di halte bus yang telah sepi karena hari memang sudah sore, sedangkan Lala hanya berdiri sambil menatap Jhonatan yang memainkan smartphonenya.     

"Kamu ga capek berdiri terus?" Tanya Jhonatan masih tak mengalihkan perhatiannya pada ponsel yang Ia pegang.     

Lala diam, lalu perlahan duduk di samping Jhonatan. Derap jantung mereka berpacu, rasa berdebar mereka berdua rasakan membuat suasana yang makin kaku dan cangung.     

"Kamu laper ga?" Tanya Jhonatan, dan Lala hanya mengelengkan kepalanya sebagai jawaban.     

"Tapi aku laper." Kata Jhonatan memandang Lala dengan ekor matanya.     

"Makanlah." Kata Lala singkat.     

"Ayok." Ajak Jhonatan lalu menarik pergelangan tangan Lala.     

"Kita mau kemana?" Tanya Lala.     

Jhonatan menoleh menatap Lala yang langsung menunduk. "Ya makanlah, La." Kata Jhonatan lalu kembali menarik Lala, dan berhenti di tukang bakso pinggir jalan.     

"Pak bakso dua, sama teh hangat dua." Pesan Jhonatan pada tukang bakso.     

"Siap." Kata si tukang bakso.     

"Kamu suka bakso kan, La?" Tanya Jhonatan.     

Lala mengangguk pelan, lalu membuka buku yang sedari tadi Ia pegang. Sedangkan Jhonatan hanya menatap Lala dengan perasaan yang tak menentu, dan sejujurnya membuatnya Jhonatan tak mengerti dengan rasa yang Ia rasakan terhadap Lala saat ini.     

"Kamu suka banget ya, baca buku?"     

"Ya, aku harus banyak belajar supaya beasiswaku ga dicabut."     

Jhonatan menarik nafas panjang, Ia mengakui jika Lala ada;ah gadis yang cerdas dan pandai, ditambah lagi dia anak yang sopan dan tak banyak bicara. Namun entah mengapa hal itu justru membuat Jhonatan selalu ingin tahu tentang Lala. Bahkan selalu ingin berada di dekat Lala.     

Jhonatan menutup buku yang dibaca Lala dengan paksa, saat pesanan bakso mereka datang.     

"Makan dulu, buku itu ga akan membuat kamu kenyang."     

"Kan kamu yang lapar."     

"Tapi aku ingin kamu menemaniku makan."     

Lala menatap jhonatan lalu mengangguk, Jhonatan mengambil kan saus dan kecap untuk Lala, hal kecil mungkin untuk Jhonatan tapi sesuatu yang luar biasa untuk Lala.     

"Segini udah belum kecapnya?" Tanya Jhonatan.     

"Sudah, em__biar aku sendiri saja, Jhon." Kata Lala saat Jhonatan hendak menuangkan saus di atas mangkok baksonya.     

Tapi Jhonatan menatap Lala dengan tatapan tajam, "Segini?" Tanya Jhonatan lagi.     

Lala mengangguk, lalu jhonatan memberikan satu sendok kecil sambal di atas mangkok Lala, karena di rasa masih kurang Lala hendak menambahkan sambal ke dalam mangkoknya tapi di cegah oleh Jhonatan.     

"Sudah cukup jangan banyak-banyak, nanti kamu sakit perut." Ujar Jhonatan lalu memakan bakso miliknya meninggalkan Lala yang hanya menatapnya dengan rasa yang tak menentu antara senang karena diperhatikan, dan rasa kesal karena makan bakso tak sesuai dengan keinginannya yang memang pencinta makanan pedas.     

"Makan, La." Tegur Jhonatan membuat Lala menjadi kikuk Karena ketahuan menatapnya.     

Keduanya makan dengan lahap tak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut mereka, Jhonatan mengeser minuman yang tadi Ia pesan dan mendekatkan pada Lala ketika melihat Lala sudah hampir selesai memakan baksonya.     

"Minum, La."     

"Makasih."     

Jhonatan kembali berdiri lalu membayar bakso yang mereka makan, setelah itu mengajak Lala kembali berjalan menuju halte.     

"Kayaknya udah ga ada angkot yang lewat deh, Jhon." Kata Lala sambil menatap Jhonatan.     

"Ya udah ayo kita sambil jalan, siapa tahu ada taksi yang lewat." Ujar Jhonatan dan Lala hanya mengangguk dan melangkah bersisian bersama Jhonatan.     

"La, kamu kenapa ga naik sepeda? Biasanya bukannya kamu naik sepeda ya?" Tanya Jhonatan.     

"Sepedaku rusak, belum diperbaiki sama Bapak, jadi aku naik angkot kadang jalan kaki."     

"Jalan Kaki? Kan rumahmu yang dulu jauh La?"     

"Ya terus harus gimana? Naik taksi aku ga ada uang, ya jalanlah kalau ga ada angkot kayak sekarang."     

Lagi, Jhonatan menatap kagum pada Lala, lalu tersenyum kecil."     

"Besok pagi aku jemput naik sepeda ya."     

"Lalu yola?"     

"Biar aja bawa motor sendiri, atau di antar Kak Ramond."     

"Tapi sepedaku rusak."     

"Ya kita boncengan."     

Lala mengangguk dan tersenyum senang, "kayaknya kita harus jalan kaki sampai rumah deh Jhon, bisa maghrib nih kita sampai rumah."     

"Ga apa-apa, aku udah sholat ashar tadi di sekolah. Kamu udah sholat?"     

Lala mengeleng pelan. "Ya udah kita mampir ke mushola aja."     

"Ga usah."     

"Kok ga usah?"     

"Ehm…. Itu …ehm…anu….aku…."     

"Lagi datang bulan?" tebak Jhonatan, dan Lala hanya nyengir karena malu,     

"Biasa aja, aku sering tuh suruh beliin pembalut sama Bunda dan Yola." Lala langsung menoleh pada Jhonatan, demi apa laki-laki yang kelihatan cool di sekolah mau membelikan pembalut untuk bunda dan adiknya.     

"Kamu ga malu?"     

"malu kenapa?"     

"Beliin pembalut."     

"Enggak tuh, kan itu kebutuhan perempuan, dan yang perempuan kan ga Cuma adik ku dan mama, otomatis banyak yang make itu barang kan? Ngapain mesti malu."     

"Itu kan barang perempuan."     

"Karena perempuanlah aku ada di dunia ini."     

Lala menatap Jhonatan kagum, ternyata di balik sikap dinginnya Jhonatan tersimpan kelembutan dan kehangatan di dalamnya.     

Saat mereka melintasi sebuah rumah besar dan mewah, tiba-tiba anjing penjaga rumah itu lepas dari pegangan sang empunya, dan langsung berlari mengejar Jhonatan dan Lala. Jhonatan dan Lala yang melihat ada anjing yang berlari sambil pandangannya tertuju pada mereka langsung berterika histeris.     

"Lariiiiiiiii!!!!!!" Jhonatan dan Lala langsung lari ketakutan dengan anjing yang mengejar mereka. Keduanya berlari kencang menghindari kejaran anjing yang terus mengonging dan mengejar mereka.     

"Cepetan larinya La..!!" Teriak jhonatan pada Lala, namun nafas Lala sudah terengah, lalu Jhonatan menarik tangan Lala dan menyeretnya lari untuk segera sampai ke rumah yang Lala tempati.     

Sekuriti perumahan yang melihat Jhonatan dan Lala berlari langsung menghadang mereka dan melihat anjing yang sedang berlari mengejar keduanya diikuti oleh sang pemilik anjing yang juga mengejar anjing kesayangannya.     

Sang sekuriti langsung membuka pintu pagar perumahan lalu menutupnya kembali saat Lala dan Jhonatan telah masuk ke dalam area perumahan elit tersebut.     

"Selamat.." Ujar Jhonatan sambil terengah bersama Lala.     

Lalu keduanya tertawa lebar bersama dan sang sekuriti hanya geleng-geleng kepala melihat keduanya yang sedang tertawa, sedangkan di depan pagar perumahan masih mengongong anjing yang tadi mengejar mereka, diikuti sang pemilik anjing yang terengah karena mengejar anjing miliknya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.