aku, kamu, and sex

Ketahuan



Ketahuan

Fahri duduk dengan gelisah, karena Jhonatan tak juga kembali ke kelas, padahal ini sudah hampir setengah jam berlalu semenjak Ia pergi meninggalkan ruangan kelas.     

'Apa aku susul dia aja ya?' Pikir Fahri sambil memutar-mutar pulpen ditangannya.     

"Kemana Jhonatan, kenapa dia belum balik?" Tanya Fatih.     

"Aku juga ga tahu, apa aku susul dia aja?" Bisik fahri pada Fatih.     

"Ya udah sana." Jawab Fatih yang juga menghawatirkan Jhonatan.     

Fahri berdiri lalu mendekati Bu lilik yang sedang duduk sambil membaca buku materinya.     

"Maaf buk, saya permisi ke toilet sebentar." Pamit Fahri pada Bu lilik, seketika Bu lilik menatap Fahri lalu mengangguk.     

"Ya, tolong bilang Jhonatan untuk jangan lama-lama di toilet." Kata Bu lilik lalu beralih pandang pada buku di atas mejanya.     

"Baik buk." Ucap Fahri yang langsung keluar dari ruang kelas. Menyusuri koridor sekolah yang sepi karena semua siswa yang sedang sibuk belajar, samar-samar Fahri mendengar suara Jhonatan di ruang kepala sekolah.     

Fahri mendekat lalu mencoba mncuri dengar dengan apa yang sedang Jhonatan dan Kepala Sekolah bicarakan di ruang tamu.     

"Saya memang yang memasang kamera itu, karena saya ingin memastikan sesuatu." Kata Jhonatan pada kepala sekolah.     

"Apa?! Bagaimana kepala sekolah tahu jika ada kamera di ruang tata usaha dan ruang kelas?" Gumam Fahri, lalu kembali mendengarkan apa yang dikatakan oleh kepala sekolah dan Jhonatan.     

"Apapun motif kamu, Jhon. Itu tetap perbuatan yang tidak baik, bapak tahu jika kamu anak dari salah satu pemilik yayasan sekolah ini, tapi kamu juga siswa disini yang tidak boleh seenaknya berbuat sesuka hatimu. Apa lagi sampai memasang kamera pengintai pada ruangan pak wiliam dan ruangan yang lain." Kata Pak Bondan sang kepala sekolah.     

"Maafkan saya pak, tapi saya hanya ingin mencari tahu, kenapa nilai silvia selalu tidak sesuai dengan jawaban saat ulangan, dan selalu menuduh saya dan adik saya yang telah menukar hasil ulangan tersebut."     

Pak Kepala sekolah Mendesah nafas berat, "Apa benar begitu?" Tanya Kepala sekolah. Jhonatan mengangguk mantab. "Lalu apa alasan kamu, memasang kamera di ruangan Pak wiliam?" Tanya Pak Bondan lagi pada Jhonatan.     

Jhonatan terdiam sesaat lalu menatap Pak wiliam yang sudah memasang wajah sangar, "Karena ulangan selanjutnya adalah ulangan mata pelajaran Pak Wiliam, Pak. Saya takut ada yang menukar jawaban Silvia kembali, lalu menjadikan saya dan adik saya sebagai kambing hitamnya." Jawab Jhonatan yang tak mau mengungkapkan alasan sesungguhnya sebelum ada bukti yang nyata.     

"Lalu kenapa tadi kamu mengendap-endap di depan ruangan saya?" Tanya Pak Wiliam.     

"Itu karena saya ingin menemui bapak, tapi takut bapak sedang sibuk jadi saya mengendap-endap, takut menganggu bapak."Jawab jhonatan dengan tenang.     

Fahri masih setia mendengarkan percakapan antara Jhontan, Pak Bondan dan Pak wiliam. "siapa yang memberitahu Pak Kepala sekolah jika kami memasang kamera pengintai ya? Apa ada yang melihat kami saat memasang kameranya ya atau jangan-jangan Lala udah menjebak kita?" Gumam Fahri.     

"Ya sudah sana, kembali ke kelas, kali ini kamu saya maafkan tapi tidak lain kali, walau kamu anak pemilik yayasan tapi bapak juga harus menegakkan peraturan dengan adil." Kata Pak Bondan, lalu Jhonatan mengangguk, seraya meminta maaf pada Pak Kepala sekolah dan Pak wiliam.     

"Saya permisi dulu pak." Pamit Jhonatan.     

"Hm, silahkan." Jawab Kepala sekolah.     

Jhonatan keluar dari ruangan kepala sekolah lalu berjalan gontai ke ruang kelas, namun sebelum sampai bahunya di tepuk oleh Fahri.     

"Jhon."     

Jhonatan terjingkat kaget, "kamu ngagetin aja." Kata Jhonatan bersungut-sungut.     

"Maaf. Jhon… barusan aku mendengar kamu dimarahi Pak kepala sekolah dan Pak Jhonatan tentang kamera yang kita pasang kemarin, lalu apa Pak Bondan mengatakan siapa yang memberitahu beliau jika kita yang memasang kamera tersebut?" Tanya Fahri sambil berjalan ke ruang kelas mereka.     

"Aku juga ga tahu, Pak Kepala sekolah ga bilang siapa yang sudah memberitahu beliau." Jawab jhonatan.     

"apa mungkin Lala, Jhon?" Tanya Fahri lalu berhenti melangkah karena Jhonatan juga menghentikan langkahnya lalu menatap Fahri tajam.     

"Kita akan cari tahu nanti sepulang sekolah." Jawab Jhonatan lalu melanjutkan langkahnya menuju ruang kelas mereka.     

Sampai di dalam kelas, Jhonatan terduduk lesu begitu juga dengan Fahri, hal itu menyebabkan rasa penasaran pada Yola dan Fatih, mereka tahu pasti dada sesuatu yang terjadi dengan mereka berdua. Tapi sayangnya mereka harus menunggu sampai jam pelajaran kedua itu selesai.     

Bu lilik melanjutkan memberikan penjelasan tentang mata pelajaran yang mereka ampu, tapi pandangannya tertuju pada Jhonatan dan Fahri yang hanya menatapnya dengan lesu tanpa ada semangat untuk mengikuti pelajaran.     

Bu lilik sudah menduga pasti kepala sekolah sudah memberitahu apa yang terjadi, sehingga Fahri dan Jhonatan terlihat murung.     

Setengah jam kemudian jam pelajaran Bu lilik berakhir, lalu semua siswa diperbolehkan keluar kelas karena memang waktu istirahat telah tiba. Bu lilik merapikan buku-bukunya di atas meja sambil sesekali melirik pada Jhonatan, dan ketiga saudaranya itu.     

"Jhonatan," Panggil Bu Lilik.     

"Iya bu." Jhonatan langsung mendekati BU Lilik yang berdiri sambil membawa bukunya di dekapannya dan berdiri di depan papan tulis.     

"Ibu tahu apa yang membuat kamu murung. Tentang kamera itu kan? Apa kamu sedang mencurigai Pak Wiliam?" tembak Bu lilik langsung pada inti permasalahan.     

"Ehm… tak perlu takut, ibu sudah tahu, karena ibu juga tahu apa yang di lakukan Pak Wiliam."     

"Maksud ibu?"     

"Ibu Tahu jika Pak Wiliam adalah seorang gay."     

Jhonatan tercekat, tak tahu lagi harus berbicara apa? Tadinya Ia telah mencurigai Lala telah berbohong perihal Leo dan Pak wiliam, tapi ternyata BU Lilik pun mengetahui tentang hal itu?     

"Saya hanya ingin mencari buktinya, Buk?"     

"Baiklah, saya akan membantu kalian." Kata Bu Lilik, lalu menuliskan nomor ponselnya di tangan Jhonatan.     

"Nanti tolong kamu kirim no ponsel kamu ke no Ibu ini ya, nanti Ibu telpon kamu."     

"baik, Bu."     

"Ya sudah sana, kalau mau ke kantin. Ibu mau ke kantor guru dulu."     

"Ya bu, terimakasih."     

"Sama-sama Jhonatan."     

Bu lilik berjalan anggun keluar dari ruangan, lalu Jhonatan membalikkan tubuhnya dan menatap ketiga saudaranya, dan tersenyum.     

"Bu Lilik mau bantu kita." Ucap Jhonatan dengan setengah berbisik, tapi mampu di mengerti oleh ketiga saudaranya.     

"Yess!!!" Teriak mereka serempak.     

"Ya udah kita ke kantin dulu." Ajak Fatih yang lalu mengandeng pundak Yola untuk berjalan bersamanya ke kantin, sedangkan kedua saudaranya yang lain mengikuti mereka di belakangnya.     

"Terus Leo dimana sekarang?" Tanya Fahri keheranan.     

"Di Uks ga ada?"     

Jhonatan mengeleng. Namun mata mereka langsung melotot saat mereka sampai di pintu kantin, dan menemukan Leo sedang makan somay dengan lahap di salah satu bangku kantin.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.