aku, kamu, and sex

Rasa



Rasa

Seperti biasanya kegiatan dipagi hari yang dilakukan oleh Jhonatan setelah sholat subuh adalah menganggu sang adik kembarannya, Yolanda.     

"Abang kebiasaan berantakin kamar aku." Yola menatap kesal kakak satu-satunya yang sedang rebah di tengah kasurnya dengan boneka bertebaran di mana karena ulah Jhonatan yang tak menyukai boneka.     

"kenapa ranjangmu lebih nyaman dari pada ranjangku? Pasti ayah membelikanmu ranjang dengan kualitas dari pada punya ku?"     

"Berapa kali kau akan mengatakan itu, bang? Pergi dari kamarku sekarang." Yola menarik kaki Jhonatan yang sedang tidur telungkup di ranjangnya.     

"Yolaaaaa….!!!!kau kejam sekali pada abangmu!!!."     

Yola tak menjawab, dia masih berusaha menyeret tubuh kakaknya itu sekuat tenaga, sedangkan Jhonatan berpegang pada seprei dikanan dan kirinya.     

"Apa-apaan sih kalian ini!! Kebiasaan tiap pagi teriak-teriak." Kata Jelita yang sudah bertolak pingang di ambang pintu kamar Yola yang terbuka.     

"Abang bun berantakin kamar Yola."     

"Enggak bun, aku Cuma tiduran di kamar Yola."     

"Bohong bun, abang buang-buangin boneka Yola. Tuh lihat bun, semua berantakan karena abang."     

"Bohong bun!"     

"Kalian berdua sudah besar, tapi kelakuan masih kayak anak TK. Jhonatan beresin kamar adik kamu."     

"Bun…."     

"Beresin!!!" Perintah Jelita tegas.     

"Iya, iya.." dengan langkah malas Jhonatan membereskan boneka dan seprei yang berantakan di ranjang milik adiknya.     

Sedangkan Yola tersenyum penuh kemenangan melihat betapa kakaknya dengan gontai membereskan kamar miliknya.     

"Makanya jangan iseng." Ujar Yola saat Jhonatan akan keluar dari kamarnya.     

Jhonatan mencibir dan "Wheeeekkkk" Jhonatan menjulurkan lidahnya pada sang adik kembaran.     

Sedangkan Jelita hanya geleng-geleng kepala melihat bagaimana tingkah kedua anak kembarnya.     

"Cepat bersiap-siap untuk ke sekolah." Perintah Jelita pada kedua anaknya lalu Ia berlalu kembali ke kamarnya membantu Danil yang akan berangkat ke kantor.     

"Ada apa rebut-ribut, Jhonatan bikin ulah lagi?"     

"Biasa anak kamu tuh, iseng. Sama kayak ayahnya."     

Danil menatap Jelita yang berdiri di depannya sambil memasangkan dasi. Lalu mengikis jarak antara dirinya dan Jelita dengan mengalungkan kedua lengannya dipingang Jelita. Sontak Jelita langsung mendongak dan menatap wajah suaminya yang tersenyum penuh kelembutan.     

"Jadi kau melupakan apa yang sering kita lakukan, sampai membuat mereka berdua ada, Hmm?" Ucap Danil lalu mengangkat dagu sang istri.     

"Apa aku perlu mengingatkanmu bagaimana caranya membuat mereka berdua?" Danil mengecup bibir Jelita sekilas.     

"Bagaimana aku bisa melupakan setiap hukuman yang kau berikan padaku, Tuan Danil Mahendra." Jelita menatap mata Danil dengan tatapan penuh cinta dan memuja.     

"Bagaimana kalau kita memberi mereka adik lagi?"     

"Itu sudah pernah kita bahas sebelumnya sayang, dank au sendiri yang tak ingin menambah anak karena tak tega melihatku kesakitan saat melahirkan mereka."     

"Aku sangat mencintaimu, sayang."     

"Begitu juga kami ayah." Ujar Jhonatan dan Yola yang sudah berdiri di ambang pintu kamar mereka yang memang sudah terbuka karena Jelita lupa tidak menutupnya kembali.     

Jelita menunduk malu dan menyandarkan kepalanya di dada sang suami, ternyata aksi mereka menjadi tontonan yang menarik untuk kedua anaknya.     

"Kalian berhasil membuat Bunda kalian malu."     

"Dan kalian berdua berhasil membuat kami menunggu untuk sarapan, dengarlah wahai kedua orang tuaku, kami berdua sudah lapar, dan harus berangkat ke sekolah." Ujar Jhonatan sambil bersedekap dan menyandarkan bahunya di pintu kamar.     

"Untuk pertama kalinya dipagi ini, aku setuju pada ucapan abang." Kata Yola lalu bersama Jhonatan pergi dari kamar orang tuanya menuju ke ruang makan dimana Ramond sudah menunggu mereka sambil menikmati coklat panas.     

"Selamat pagi, kak." Sapa Yola pada Ramond.     

"Selamat pagi." Jawab Ramond tersenyum pada Yola.     

Jhonatan duduk di samping Ramond sedangkan Yola duduk berhadapan dengan Jhonatan. Tak berapa lama Danil dan Jelita datang.     

"Ayo sarapan, Ramond pimpin doa." Ucap Danil setelah Jelita selesai menuangkan nasi di atas piringnya, dan piring anak-anak mereka.     

"Siap." Jawab Ramond lalu memimpin doa makan bersama.     

"Acara kamu hari ini kemana Ramond?" Tanya Danil setelah menyuapkan satu sendok makanan ke mulutnya.     

"Hari ini rencananya aku mau ke kampus, Yah."     

"Setelah itu?"     

"Belum tahu."     

"Kalau begitu datang ke kantor, ayah."     

"Baik, Yah."     

"Pasti kak Ramond jadi perhatian karyawan ayah deh."     

"Masalah buat kamu?" Kata Jhonatan sambil menatap Yola yang ada di depannya.     

"Masalah-lah kalau mereka genit."     

"Apa masalahnya?"     

"Bikin sepet mata."     

"Kayak kamu ngliat kakak di godain aja."     

Ramond dan Danil hanya tertawa sementara Jelita sudah melotor kearah mereka berdua.     

"Kenapa sih, kalian apa aja jadi bahan berantem?"     

"Abang yang suka iseng duluan bunda."     

"Ih, aku terus, udah jelas aku Cuma ikutin apa yang kamu ucapin tadi, kok jadi aku yang disalahin."     

"Kalian itu." Ujar Danil lalu mengeleng.     

"Biarkan saja ayah, mereka akan tahu betapa mereka akan saling merindukan saat jarak memisahkan mereka berdua." Ujar Ramond lalu menyendokkan nasi kedalam mulutnya.     

"Rindu? Sama ni bocah? Hilaaah.." Jhonatan mencibir.     

"Siapa juga yang mau rindu sama abang, muka ngeselin gitu suruh ngangenin dari mana?"     

"Sampai kapan kalian mau berantem terus kayak gitu sih." Tegur Jelita.     

Akhirnya keduanya lalu diam dan hanya mencibirkan bibirnya satu sama lain, sedang kan Jelita hanya mengelengkan kepala, begitu juga dengan Ramond dan Danil.     

"Alhamdulilah, makasih sarapannya Bunda." Kata Danil.     

"Kok bunda? Ramond. Pagi ini Ramond yang menyiapkan sarapan. Bukan Bunda." Ujar Jelita sambil tersenyum pada Danil dan Ramond.     

"Serius?" Tanya Yola sambil mengunyah makanannya.     

Jelita mengangguk, "Kalian pikir kak Ramond ga bisa masak?" Tanya Jelita lalu menatap satu persatu anggota keluarganya.     

"Ternyata kak Ramond pinter masak. Enak lagi masakannya." Kata Yola dengan mata berbinar.     

"Bagaimana kakak bisa masak? Bukannya ada mama Molly yang masak?" Tanya Jhonatan.     

"Iya, karena papa dan mama molly tidak punya anak perempuan, jadilah kakak sering bantu mama masak."     

"Ow begitu."     

"Tu, abang makanya sering bantuin bunda dong, jangan Yola aja yang bantuin bunda." Kata Yola sambil meletakkan sendoknya ke atas piring.     

"Aku juga suka bantuin bunda kok, ya kan Bun?"     

"Tapi kan ga bantuin masak."     

"Sudah-sudah, berantem lagi, kalian ini bener-bener ya."     

"Maaf bunda." Kata Jhonatan dan Yola serempak.     

"Ya audah ayah berangkat ke kantor dulu ya." Danil bangkit dari duduknya lalu mencium kening Jelita.     

Jhonatan dan Yola mendekati Danil dan mencium pungung tangannya, begitu juga dengan Ramond yang memang sudah duduk berdekatan dengan Danil sedari tadi.     

"Kalian hati-hati berangkat sekolahnya ya."     

"Iya ayah, ayah juga jangan capek-capek." Ucap Jhonatan.     

"Bunda antar ayah dulu ke depan." Ujar jelita lalu mengandeng lengan Danil menuju ke teras meras.     

"Aku ambil dulu di kamar." Ujar Yola.     

"Kak Ramond, kakak beneran ga naksir Yola?"     

Ramond tercekat, bagaimana bisa Jhonatan mengetahui apa yang Ia rasakan pada Yola, sedangkan Ia tak pernah menceritakan apapun tentang isi hatinya pada orang lain.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.