Kepergian Arka dan Arlita
Kepergian Arka dan Arlita
"Sayang bangunlah, sudah waktunya sholat subuh." Kata Arka sambil menguncang pelan tubuh Arlita.
"Hm, sebentar lagi."
"Jangan sebentar lagi, ayo bangun, mandi terus sholat bareng."
"Hm.." Arlita membuka kedua matanya lalu menatap sang suami yang baru selesai mandi bahkan kini Ia sudah rapi dengan pakaian sholatnya.
"Tunggu aku sebentar." Ucap Arlita lalu segera bangkit dan berlari menuju ke kamar mandi.
Lima belas menit kemudian saat Arka selesai mengaji, Arlita sudah berdiri di depannya dengan menggunakan mukena lengkap.
"Ayo imamku, kita sholat subuh." Ajak Arlita sambil tersenyum manis.
"Baiklah, ayo kita sholat."
Akhirnya mereka berdua sholat berjamaah dengan khusuk, semenjak menikah tak pernah sekalipun mereka melewatkan sholat berjamaah, dimanapun mereka akan sholat berjamaah bersama.
Dua buah mobil berhenti tepat di depan asrama tempat Arka dan Arlita serta sebagian Interpol beristirahat. Tanpa ada yang menyadari jika bom terlempar ke berbagai penjuru asrama itu.
DUAR
DUAR
DUAR
DUAR
Suara sirine darurat langsung berbunyi seketika kala mendapat sinyal bahaya.
Semua yang masih selamat berusaha keluar dari ruangan mereka masing-masing dan sebagian dari mereka yang berjaga di luar menembak mati pelaku pengeboman asrama tersebut.
Brandon berlari sekencang-kencangnya, karena Ia tahu dimana lokasi yang terkena lemparan BOM adalah tempat dimana Arka dan Arlita berada.
Brandom menatap nanar seluruh ruangan yang telah porak poranda, lalu Ia berjalan dengan perlahan menuju ke kamar Arka dan Arlita, seketika tubuhnya membeku, air matanya tak mampu untuk Ia cegah kala melihat tubuh keduan sahabatnya telah terbaring berpelukan, dengan Arka yang memeluk tubuh Arlita, masih dengan pakaian sholat mereka.
"Arka, Arlita… maafkan aku kawan, aku lalai dalam tugasku dalam menjaga kalian." Brandon bersimpuh di depan jasad kedua sahabatnya itu. Lalu tersedu menangis, begitu juga dengan personil yang selamat semua ikut bersimpuh menatap jasad Arka dan Arlita yang terbujur kaku di hadapan mereka.
"Siapkan upacara pengiriman jenazah ke negara mereka sekarang." Perintah Brandon pada anak buahnya.
Sedangkan Ia membopong tubuh Arka dan dibawa ke ruangan yang masih aman, sementara beberapa personil wanita membopong tubuh Arlita mengikuti langkah Brandon.
Mereka tahu jika Arka dan Arlita adalah muslim yang taat, dan mereka juga mengetahui satu hal bahwa pada saat pengeboman terjadi keduanya sedang melakukan sholat subuh berjamaah.
"Hallo Pak Danil." Sapa Brandon pada Danil.
"Ya. Katakana Brandon."
"Baru saja asrama kita di serang oleh kelompok pemberontak dan beberapa personil kita tewas dalam insiden itu, termasuk Arka dan Arlita." Ucap Brandon pelan saat menyebutkan nama Arka dan Arlita.
"APAA??!! Apa maksudmu?"
"Arka dan Arlita meninggal dalam insiden pengeboman itu, karena pada saat kejadian keduanya sedang melakukan sholat subuh berjamaah."
"Persiapkan upacara penghormatan pada mereka dan juga persiapkan kepulangan jenazah ke negara mereka."
"Baik Pak."
"Terimakasih Brandon."
"Maafkan saya pak, saya telah lalai menjaga mereka."
"Semua sudah takdir Brandon, jangan salahkan dirimu."
"saya akan mengabari pihak keluarganya."
"Telpon Reynald. Dia adik iparnya Arka."
"Baik."
Danil terduduk di pinggir ranjang, wajahnya tertunduk lesu dan air matanya tak henti mengalir, Jelita yang baru saja keluar dari kamar mandi melangkah dan duduk disamping Danil lalu menyentuh bahu sang suami.
Danil menoleh menatap Jelita yang duduk sambil menatapnya dengan rasa penasaran.
"Ada apa, sayang?" Tanya Jelita, Danil langsung menghambur memeluk Jelita dan menumpahkan tangis dipelukan istrinya.
"Ada apa, Mas?" Tanya Jelita semakin penasaran karena Danil tak pernah seperti ini sebelumnya.
"Arka…Arka dan Arlita meninggal karena serangan mendadak pagi ini." Ucap Danil saat dirinya sudah sedikit tenang.
"Apa? Kamu lagi ga sedang bercanda kan mas?" Tanya Arlita yang air matanya pun sudah mulai menetes membasahi koko yang dipakai suaminya.
"Itu benar, baru saja Brandon menelpon, mereka sedang sholat subuh berjamaah saat kejadian itu terjadi. Kalau tidak aku yakin mereka bisa menghindarinya karena memang mereka prajurit yang sangat terlatih, apa lagi Arlita jam terbangnya sangat tinggi. Kewaspadaannyapun sangat bagus dan tak dapat di ragukan lagi."
"Semua sudah takdir sayang, kita harus mengikhlaskan mereka." Ucap Jelita mencoba menenagkan suaminya.
:Aku harus memimpin sendiri operasi itu, agar semua lekas berakhir. Aku tidak ingin ada Arka dan Arlita yang lain."
"Baiklah, aku akan mengijinkanmu asal aku boleh membantumu."
"Tentu, aku pasti membutuhkan bantuanmu."
Sementara di negara W tempat dimana Rey dan keluarganya tinggal saat ini suasana mendadak menjadi suram, apa lagi Matt dan Ronald yang telah mendengar kabar meninggalnya Arka dan Arlita langsung dari Brandon.
"Kita pulang." Ucap Ronald pada Rena setelah mendengar kabar meninggalnya Arka dan Arlita.
Rena tak berani membantah dia tahu pasti ada sesuatu yang terjadi, begitu juga dengan Tuan Handoko, Selena dan papa dan mamanya, turut serta pulang ke kota mereka untuk melepas kepergian Arka dan Arlita untuk terakhir kali.
Humaira menangis sejadi-jadinya dalam pelukan Rey, Arka adalah saudara satu-satunya yang Ia miliki, dank arena ketegasannya dalam mendidik kakaknya inilah Humaira tumbuh menjadi perempuan yang cerdas dan taat pada agama.
"Kenapa abang pergi Rey? Abang janji akan menemaniku saat aku melahirkan nanti, abang janji akan selalu ada bersamaku, kini kenapa Ia pergi ninggalin aku Rey?"
"Ra, semua sudah takdir, bang Arka pasti bahagia karena dia bersama Arlita yang sekarang sudah menjadi istrinya. Mereka sudah bahagia disana, Ra. Ikhlaskan mereka ya."
Tangisan Humaira semakin menjadi saat kata ikhlas keluar dari bibir suaminya, bisakah? Dia sangat menyayangi abangnya ini, bagaimana caranya ia merelakan seorang kakak yang sudah dia anggap seperti orang tuanya sendiri.
Tak jauh beda dengan kondisi Ramond dan Matt, Molly menatap keduanya dengan perasaan yang sama sedihnya. Melihat dua orang yang sangat disayangi menangis karena ditinggalkan orang yang sangat mereka cintai.
Matt terus memeluk Ramond yang juga sedang menangis karena tak sengaja mendengar sang papa yang mengatakan pada Molly dan Daddynya jika Arka dan Arlita meninggal.
"Mama sama ayah sudah bahagia disana sayang, Ramond harus merelakan mama dan ayah ya sayang. Masih ada papa dan Mama Molly juga Opa, dan Daddy Ronald juga mommy kecil. Kamu tak kan pernah sendirian. Papa tak akan pernah meninggalkanmu."
"Papa janji?"
"Iya, papa janji. Ramond akan bersama papa selalu. Papa akan melakukan yang terbaik untuk kamu sayang."
"Kapan mama dan ayah akan sampai disini? Ramond ingin melihat mama dan ayah."
"Besok pagi mereka akan sampai."
Ramond kembali menangis dan juga Matt yang tak pernah menduga jika apa yang Arlita katakan padanya kemarin untuk menjaga Ramond adalah pesan terakhir untuknya.
Matt masih mencintai wanita itu, masih sangat mencintainya, bahkan demi cintanya juga lah Ia merelakan Arlita untuk hidup bersama pilihannya, Arka.