Tak dapat mengelak
Tak dapat mengelak
"Apa?"
"Hari ini pulang jam berapa dari kampus?" Tanya Ronald dengan menyandarkan kepalanya di bahu Rena.
"Aku tak kan lama di kampus, Cuma ambil jadwal aja." Jawab Rena lalu melirik suaminya yang entah kenapa pagi ini terlihat begitu manja.
"Hahhh…" Desah Ronald.
"Kenapa lagi?" Tanya Rena sambil menyandarkan tubuhnya di bahu Ronald.
"Aku antar ya, aku janji ga akan turun dari mobil, terus ga akan lepas dari masker dan kaca mata hitam." Bujuk Ronald.
"Ehm… memangnya ga kekantor?" Tanya Rena.
"Ga, akan ke kantor hari ini, pingin seharian sama kamu, masih kangen."
"Oke, boleh anter tapi tetep pakai perjanjian kita ya."
"Siap nyonya." Jawab Ronald antusias.
Ronald melepaskan tubuhnya dari Rena lalu segera menganti bajunya dan menyusul Rena yang sudah berjalan lebih dahulu ke mobil yang terparkir di teras rumah.
"Ayo berangkat." Ajak Ronald antusias.
"Semangat banget sih, perasaan yang mau kuliah itu aku bukan kamu."
"Biarin, yang penting hari ini aku seneng bisa seharian sama kamu."
"Dari semalam juga udah bareng terus, nanti pulang juga masih bareng lagi."
"Kenapa ga suka si antar suami?"
"Bukan gitu, kamu hari ini aneh banget tahu ga sih, suami."
"Aku juga heran sama diriku, kenapa belakangan ini rasanya malas mau ngapa-ngapain, pinginnya sama kamu aja."
"Perasaan aku ga kasih apa-apa sama kamu, tapi kamu kayak kena ajian jaran goyang gitu."
Ronald mengendikkan bahu, "Aku kangen, nanti pulang dari kampus kita pergi ke villa yuk, jenguk mama sama papa. Aku juga kangen banget sama mereka."
"Oke, mau ajak Ramond?"
"Ga lah, Matt pasti ingin bermain sama Ramond, jadi biarkan mereka memuaskan rasa rindu mereka."
"Ya udah, oya.. kemarin aku video call sama kak Jelita, perutnya udah gede, yaw ajar sih, kan bayinya kembar jadi perutnya pasti lebih besar dari hamil bayi tunggal."
"Oya, pasti Jelita lucu, badannya mungil tapi perut besar kayak cacingan…hahhaaha."
"Ih, kamu tega ngomong gitu, nanti kalau aku yang hamil gimana? Kan aku sama kak Jelita badannya sama, kecil."
"Ya, ya maaf sayang, habisnya aku ngebayangin bagaimana Jelita, pasti dia sangat lucu."
"Iya, aku jadi pingin cepet-cepet hamil."
"Ya udah nanti malam kita nginep di villa, terus kita bikin dedek di sana, gimana?"
"Ih, maunya."
"Katanya pingin cepet hamil."
"Ya iya, kita program hamil aja sih Om…"
"Kamu itu masih dibawah dua puluh tahun mana boleh promil sama dokter."
"Oiya ya.. he…"
Setengah jam kemudian mereka telah sampai di kampus Rena. Ronald memarkirkan mobilnya di parkiran kampus dan duduk dengan santai di dalam mobil sambil tak lupa memakai masker dan kaca mata hitamnya. Sedangkan Rena telah turun dari mobil untuk segera ke ruang administrasi kampus.
Di sepanjang lorong kampus, ramai mahasiswa dan mahasiswi yang hilir mudik menyelesaikan keperluan mereka dari yang sedang mengambil jadwal baru seperti Rena hingga bertemu dengan dosen kampus ataupun mereka yang masih ada kelas.
Rena berjalan dengan santai dan berhenti tepat di depan ruang administrasi. Lalu masuk ke ruangan itu dan mencari petugas yang membagikan jadwal serta kartu akses masuk kampus.
"Selamat pagi pak, saya Rena Zakariya, mau ambil jadwal sama kartu akses kampus." Ucap Rena pada petugas administrasi.
"Oh, mbak Rena, sebentar." Petugas itu langsung mengambil apa yang diminta oleh Rena, lalu memberikannya.
Rena menatap kartu dan selembar jadwal dari petugas itu seraya mengucapkan terimakasih, lalu keluar dari ruang administrasi.
"Rena.." Panggil seseorang dari arah kantin kampus.
"Eh, kak Andre. Ada apa kak?"
"Kamu ngapain kesini? Bukannya belum mulai kuliah ya."
"Ini kak, aku ngambil kartu akses kampus sama jadwal."
"Oh gitu, kamu sibuk ga? Aku mau ajak kamu makan." Kata Andre penuh harap.
"Ah, kayaknya ga bisa deh kak. Aku sudah di tunggu di parkiran."
"Oh gitu, tumben kamu diantar ga bawa motor sendiri."
"Ga kak, karena setelah ini aku langsung keluar kota, menemui orang tua ku yang tinggal disana."
"Oh, gitu, ya udah kita bareng sampai parkiran."
Mendengar apa yang dikatakan oleh Andre, Rena jadi bingung pasalnya sang suami pasti akan marah besar jika tahu Rena masih dekat dengan Andre.
"Maaf kak, aku ga bisa, nanti aku kena marah, aku ga boleh deket sama cowok manapun." Ucap Rena pada akhirnya.
"Kenapa? Orang tuamu galak?"
"Ga kak, pokoknya maaf aku ga bisa bareng walau Cuma sampai parkiran, bye…" Rena langsung berlari kecil meninggalkan Andre yang mematung kebingungan dengan sikap Rena.
Tapi akhirnya Andre mengelengkan kepalanya sambil tersenyum, "Dasar gadis aneh." Gumam Andre, lalu melangkah menuju parkiran yang sama dengan yan di tuju oleh Rena.
Saat hampir sampai di motornya Andre melihat Rena yang sudah duduk di dalam mobil bersama seorang laki-laki yang memakai kaca mata hitam, sedangkan maskernya baru saja Ia turunkan karena Ronald sedang minum air menaral yang selalu mereka bawa di dalam mobil.
"Pasti, Om nya, atau kakaknya." Ucap Andre, tapi Ia masih menatap kea rah laki-laki itu karena Ia merasa tidak asing dengan wajah yang laki-laki bersama Rena.
"Ah, ga mungkin dia Ronald si pengusaha kaya itu, setahuku Ronald tidak mempunyai adik perempuan, atau mungkin dia keponakannya, tapi jika Rena dari kalangan keluarga kaya, kenapa dia sangat sederhana dan hanya memakai motor matik biasa?" Andre masih bergumam seorang diri sambil bersandar pada motornya.
Sementara Ronald kembali menutup jendela mobilnya lalu berjalan perlahan meninggalkan parkiran kampus Rena.
"Laki-laki yang bersandar pada motor besar itu, apa kamu kenal dengannya?"
Rena menoleh menatap kearah dimana Ronald memandangi Andre.
"Oh, itu yang namanya Andre, mungkin dia heran, karena aku biasanya pakai motor kini aku diantar pakai mobil mewah."
"Oh, itu yang namanya Andre." Kata Ronald sambil cemberut.
"Oh, jadi suamiku lagi cemburu?" Goda Rena.
"Aku tak mau kamu dekat-dekat sama dia."
"Siapa juga yang dekat sama dia, aku Cuma sekedar kenal aja, tempo hari."
"Beneran?"
"Iya, beneran. Ngapain aku bohong sama suamiku yang tampan kayak Arjuna ginih."
Ronald menatap Rena sambil tersenyum, "Kecil-kecil pinter gombal."
"Kecil-kecil gini istri kamu lho. Yang tiap malem tidur kamu peluk kayak meluk guling."
"Ya, iya… sayang."
"Jadi kita langsung ke villa sekarang?" Tanya Rena.
"Ya, aku sudah bilang sama Rey kalau kita mau ke villa, mengunjungi Mama dan Papa, malah kata Rey, ayah dan Selena juga sudah berangkat ke sana tadi."
"Rame dong."
"Iya, papa bikin villa tiga dan saling berjajar."
"Banyak banget, buat apa?"
"Untuk papa dan mama satu, ayah dan Selena juga satu dan satu lagi untuk Ayah mertuaku, yang ikut minta dibangunkan Villa bersama mereka. Katanya kelak cucu-cucu mereka bisa berkumpul saat mengunji salah satu dari mereka itu sama artinya dengan mengunjungi mereka semua."
"Ada-ada aja mereka."
"Ya, itu memang impian papa dan ayah mereka ingin sellau bersama, walau ibu kandungku sudah meninggal dan kini terisi oleh Selena, tapi tak kan merubah rencana yang sudah mereka rancang untuk masa depan mereka."
"Tapi aku bahagia memiliki keluarga seperti mereka, yang selalu mensuport kita dan menyayangi kita apa adanya diri kita."
"Ya, dulu aku tak mengira akan bisa mendapatkan kasih sayang yang begitu banyak seperti saat ini, tapi nyatanya aku mendapatkan segalanya, ayah, papa, mama, selena, dan semuanya."
"Kamu pasti dulu sangat kesepian."
"Ya, sangat kesepian, satu-satunya sahabat yang aku miliki adalah Danil, dia satu-satunya orang yang bisa aku percaya dan selalu ada untukku dalam kondisi apapun."
"Itu sebabnya kau cemburu pada kak Jelita." Tanya Rena pelan takut menyingung Ronald.
"Ya, ketika mereka menikah, aku merasa kehilangan, tapi itu tak berlangsung lama karena nyatanya aku justru mendapatkan kasih sayang yang selama ini aku idam-idamkan, yaitu kasih sayang sebuah keluarga yang utuh."
"Tak semua yang kita inginkan haruskita dapatkan, tapi paling tidak kita sudah berusaha untuk mendapatkannya."
"Kamu benar sayang."
"Dulu akun juga tak pernah menyangka bisa berjumpa dengan ayah kandungku sendiri, namun waktu benar-benar berpihak padaku, bahwa ayah kandungku lah yang datang menemuiku dan mencari diriku."
"Kamu tak membenci ayah kadungmu?"
"Tidak, karena ayah Zakariya selalu menceritakan hal yang baik tentangnya. Jadi aku sungguh terkejut saat ayah ingin menyerahkan dirinya ke kepolisin. Tapi akhirnya aku mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Dan itu aku dengar sendiri dari ayah."
"Pada dasarnya ayah memang baik, hanya saja karena emosi dan egois yang tinggi maka ia tak dapat membedakan mana yang baik dan tidak."
"Semoga ayah terus menjadi orang yang baik sampai kapanpun, tak ada lagi permusuhan antar saudara, maka itu aku berjanji dengan Danil untuk tidak mempersoalkan tentang harta."
"Ya, kamu benar sayang memang saudara itu lebih penting dari pada harta yang kita miliki."
"Sayang, kita berhenti makan dulu ya, aku lapar." Ucap Rena sambil memegang perutnya.
"Oke, kita cari tempat makan dulu." Jawab Ronald.
Lalu tak berapa lama, mereka menemukan rumah makan yang terlihat nyaman, dengan pesona taman di dalam restoran tersebut.
"Ayo masuk." Ajak Ronald sambil membukakan pintu untuk Rena.
"Terim akasih." Rena turun dari mobil dengan mengandeng lengan sang suami. Mereka lalu memilih tempat duduk yang agak di pojok ruangan. Lalu seorang pelayan mendekati mereka dan menyodorkan buku menu.
"makan apa sayang?"Tanya Rena.
"Apa aja, samain aja sama kamu," jawab Ronald.
"Oke, kalau gitu aku pesan bebek bakar aja, sama kentang gorangnya diduluin ya buat ngemil."
Lalu Rena mengenbalkikan lagi buku menu itu pada pelayan yang langsung pergi menyiapkan pesanan mereka."
Baru saja Rena duduk bersandar di bahu sang sumi, sebuah suara dengan lembut memanggilnya.
"Rena." Panggil laki-laki yang mengenakan jaket levis dan sudah berdiri di hadapannya.