Kedukaan Hannah Dan Friedrich
Kedukaan Hannah Dan Friedrich
Pemuda itu tidak menjawab. Ia seolah tidak mendengar pertanyaan Hannah, sehingga gadis itu terpaksa mengulangi pertanyaannya. "Uhm... apa kata dokter di rumah sakit tadi?"
Friedrich mengerutkan keningnya. "Rumah sakit apa?"
Hannah sangat terkejut mendengar jawaban Friedrich. Ia tahu pemuda itu langsung mendatangi rumah sakit keesokan harinya setelah acara makan malam mereka untuk merayakan ulang tahun Friedrich waktu itu.
Dokter ternyata memerlukan beberapa tes dan konsultasi sebelum dapat menentukan diagnosis yang tepat. Hannah berharap Friedrich hanya perlu beristirahat untuk memulihkan diri. Namun, setelah kunjungan ke dokter untuk ketiga kalinya, gadis itu mulai bertanya-tanya apakah Friedrich mengalami penyakit yang lebih parah dari sekadar kelelahan.
Ia berusaha menahan diri tidak bertanya dan mendesak Friedrich untuk membagikan kondisinya. Hannah berharap Friedrich akan bercerita sendiri setelah ia siap. Pelan-pelan firasat buruk mulai menghampiri, namun Hannah mencoba mengenyahkan pikiran-pikiran itu.
Lagipula... ia bukan siapa-siapa Friedrich. Ia hanya orang yang ditolongnya dan kemudian menumpang tinggal di rumahnya. Ia hanya bisa menunggu.
Ketika hari ini ia berkesempatan bicara dengan Friedrich, akhirnya Hannah memutuskan untuk bertanya tentang kunjungannya ke dokter. Ia tak menyangka Friedrich akan bersikap seperti itu.
Apakah Friedrich sengaja tidak mau membahasnya dengan pura-pura lupa bahwa ia pergi ke rumah sakit untuk menemui dokter dan memeriksakan kesehatannya? Ataukah.. pemuda itu memang benar-benar lupa? Apa yang terjadi sebenarnya?
"Uhm... beberapa hari yang lalu kau mengeluh tanganmu kesemutan dan pusing. Gejala-gejalanya sudah berlangsung beberapa bulan sehingga aku menyarankan agar kau mendatangi dokter. Kau perlu beberapa kali datang ke rumah sakit untuk diperiksa, barulah dokter akan dapat memberimu diagnosis yang tepat. Kau sendiri yang mengatakannya kepadaku.. ahaha... Kau bercanda, ya?"
Hannah mencoba bersikap ringan. Kalau Friedrich memang tidak mau membahas tentang hasil pemeriksaan kesehatannya, maka ia tidak akan memaksa dan akan mengalihkan pembahasan ke topik tentang kamar sewaan yang ditemukannya dan bahwa Hannah akan segera pindah dari rumah Friedrich.
Friedrich tampak mengerutkan keningnya keheranan. Ia berusaha mengingat-ingat sesuatu tetapi tidak berhasil, akhirnya ia pun menelepon sekretarisnya untuk mencari tahu apa yang terjadi sebenarnya.
Sekretarisnya Jolene mengonfirmasi bahwa ia memang sudah datang ke rumah sakit beberapa kali dan hasil pemeriksaan yang lalu membuatnya tidak puas sehingga ia meminta Jolene mmbuatkan janji pemeriksaan ke rumah sakit kedua.
Dada pemuda itu seketika terasa sesak, sama halnya dengan Hannah yang segera membayangkan berbagai hal buruk. Apa yang terjadi pada Friedrich? Sakit apakah dia? Mengapa ia bisa tidak ingat?
"Kau mau kutemani ke rumah sakit?" tanya gadis itu dengan nada kuatir. Ia memegang lengan Friedrich dan menatapnya penuh kecemasan. "Kalau aku ikut, aku akan dapat segera memberitahumu apa yang terjadi, jika nanti kau lupa lagi."
Friedrich menatap Hannah agak lama, menunduk, dan kemudian mengangguk pelan. Seketika pikirannya juga dipenuhi berbagai dugaan-dugaan buruk. Ia pernah mendengar beberapa jenis penyakit yang memiliki ciri gejala seperti yang dialaminya ini.
Namun, ia berusaha mengenyahkan pikiran negatif itu dan memfokuskan perhatiannya pada hal-hal positif dan besar yang sedang ia kerjakan. Ia berharap... bukan penyakit yang ia duga.
***
Dokter Smith hanya keheranan sebentar melihat Friedrich datang menemuinya. Ia merasa agak lega karena kali ini, pemuda itu ditemani oleh seorang wanita. Apakah ini kekasihnya? Atau kerabat? Kalau melihat dari sikap mereka yang agak formal, Dokter Smith dapat menyimpulkan bahwa kedua lelaki dan wanita di depannya ini tidak memiliki hubungan romantis.
Setidaknya belum.
Ia dapat melihat pandangan penuh cinta dari sang wanita kepada sang pria. Hal ini membuat Dokter Smith agak lega. Setidaknya, dalam kondisinya sekarang, Friedrich didampingi oleh seorang wanita yang terlihat peduli kepadanya dan menyayanginya.
Ia tahu pasti betapa pentingnya kehadiran orang yang mencintai dan mendukung pasien dengan kondisi seperti Friedrich ini, agar kualitas hidup mereka dapat menjadi lebih baik, seiring dengan rusaknya sel otak pemuda itu secara pelan-pelan.
"Dokter... sekretarisku mengatakan bahwa aku sudah memeriksakan diri ke sini beberapa kali dan di pertemuan yang lalu, aku sudah menerima diagnosisnya." Pemuda itu tampak berusaha terlihat tenang saat menyampaikan situasinya. "Sepertinya... diagnosisnya sangat buruk sehingga aku memutuskan untuk mencari pendapat kedua..."
Dokter Smith mengangguk. "Aku minta maaf."
Friedrich merasakan dadanya seolah ditusuk benda tajam ketika mendengar nada simpati dan kasihan dari dokter di depannya itu. Sepertinya dugaannya benar.
"Dokter tidak bersalah. Anda hanya menyampaikan hasil pemeriksaan kesehatanku," kata pemuda itu. "Sayangnya, aku tidak bisa mengingat apa diagnosisnya..."
Suara Friedrich menjadi bergetar saat ia berusaha menguasai dirinya agar tidak menangis di depan Dokter Smith. Sebagai seorang pemikir, situasi di mana ia tidak dapat mengendalikan pikirannya dan lupa akan hal-hal penting seperti ini sungguh membuatnya terpukul.
Dokter Smith menghela napas. Keningnya berkedut karena kuatir dan terkejut. Ia tidak mengira perburukan gejala penyakit Friedrich berlangsung demikian cepat. Seharusnya Friedrich tidak separah ini lupanya, pikir sang dokter dengan prihatin.
Dengan suara tenang, ia pun mengulangi diagnosis penyakit Friedrich, dan kali ini harus menyaksikan untuk kedua kalinya mimpi-mimpi besar seorang pemuda genius direnggut dari dirinya dengan paksa.
Ia menerangkan dengan detail tentang penyakit Lewy Body Dementia, apa saja gejalanya, dan apa akibatnya. Friedrich hanya mendengarkan dengan tubuh kaku seolah ia tiba-tiba berubah menjadi patung es. Sementara itu Hannah menekap bibirnya karena shock dan tubuhnya menjadi bergetar, berusaha menahan air mata.
Walaupun bukan ia yang mengalami penyakit ganas itu, entah kenapa Hannah merasa seolah hatinyalah yang hancur.
Betapa sia-sianya, hidup seorang pemuda genius yang harus kalah oleh penyakit syaraf yang sangat ganas, yang akan segera mengambil kesadaran dan pemikirannya.
Tanpa sadar, air mata mengalir deras ke pipi Hannah. Ia bahkan tidak tahu pipi dan pakaian bagian atasnya telah basah oleh air mata.
Ini sungguh tidak adil!
Tuhan, ini tidak adil. Mengapa kau jahat sekali?
Friedrich adalah seorang laki-laki baik...
Ia juga menyumbangkan begitu banyak kontribusi pada umat manusia...
Mengapa kau berikan penyakit ganas ini kepadanya?
Friedrich perlu waktu lama untuk menguasai diri. Ketika akhirnya ia sudah dapat menenangkan dirinya, ia menoleh ke samping dan mendapati Hannah berlinangan air mata. Tangisan gadis itu membuatnya keheranan.
Belum pernah ada orang yang menangis untuknya. Kini, gadis cantik di sampingnya tampak begitu terpukul ketika mengetahui diagnosis penyakitanya.
Ia tidak pernah mengira Hannah begitu peduli kepadanya.
Friedrich merasa sangat terharu. Ia menyentuh pipi Hannah yang basah oleh air mata dan mengusapnya.
"Jangan menangis," bisik pemuda itu.
Hannah mengangkat wajahnya dan menatap Friedrich dengan mata berkaca-kaca. Ia menghapus air matanya dan mengangguk. "Ma-maafkan aku."
Gadis itu bahkan tidak sadar bahwa ia sedang menangisi kemalangan Friedrich. Ah, ia harus berhenti menangis dan jangan membuat suasana menjadi lebih sedih. Saat ini, ia justru harus dapat menghibur pemuda itu, dan Karl.
Oh, Karl belum tahu apa yang terjadi kepada kakaknya. Bagaimana mereka dapat menyampaikan kabar buruk ini kepadanya?
Friedrich dan Hannah lalu pulang bersama. Di sepanjang perjalanan menuju rumah, mereka tidak saling bicara. Keduanya sibuk dengan pikiran dan kesedihan masing-masing.
Dokter Smith mengatakan bahwa dengan laju perburukan kondisi Friedrich sekarang, kemungkinan pria itu hanya memiliki waktu kurang dari dua tahun. Pelan-pelan ia akan kehilangan kemampuannya berpikir, berbicara dan bergerak...
Sungguh Friedrich tak dapat membayangkan dirinya akan mengalami akhir hidup yang demikian tragis. Padahal, ada begitu banyak proyek yang sedang ia kerjakan. Ada begitu banyak cita-cita yang ia miliki.
Bersama Sam Atlas, mereka telah menyiapkan proyek besar untuk membawa manusia menjelajah angkasa dan luar angkasa.
Kini semuanya terasa begitu jauh dan tak terjangkau.
Perjalanan menuju pulang yang hanya berlangsung selama lima belas menit itu rasanya seolah berabad-abad. Ketika akhirnya mobil masuk ke pekarangan dan berhenti, supir segera membukakan pintu mobil untuk mereka.
"Uhm... kau turun saja dulu. Aku masih ada perlu," kata Friedrich kepada Hannah. "Terima kasih kau telah menemaniku ke dokter."
"Kau mau kemana?" tanya Hannah. Ia merasa berat meninggalkan Friedrich di mobil dan pergi entah kemana.
"Aku harus mendatangi bosku dan membicarakan tentang ini. Ia harus tahu kondisiku agar ia dapat mengambil tindakan yang sesuai," jawab Friedrich.
Hannah sangat mengagumi ketenangan pemuda ini. Walaupun ia baru menerima berita yang sangat buruk, Friedrich masih dapat bersikap tenang dan penuh perhitungan.
"Aku ikut, ya..." pinta Hannah. "Kalau nanti kau bertemu bosmu dan kau lupa apa yang harus disampaikan, aku bisa membantu."
Ia menatap Friedrich dengan pandangan memohon. Akhirnya pemuda itu mengalah dan mengangguk. Ia sadar bahwa Hannah benar. Akan sia-sia saja kedatangannya menemui Sam Atlas kalau ternyata nanti ia lupa apa yang harus disampaikan.
Pemikiran ini membuatnya merasa sangat getir. Ingatan adalah hartanya yang paling berharga, dan kini pelan-pelan hal itu dirampas darinya.
"Dave, kita ke rumah Sam Atlas," kata Friedrich kepada supirnya. Dengan sigap Dave mengangguk dan menutupkan kembali pintu mobil. Ia lalu mengemudikan kendaraan menuju rumah Sam Atlas.