Hari Pertama Menjadi Pelayan Pribadi
Hari Pertama Menjadi Pelayan Pribadi
Fee lalu duduk di sofa dan memperhatikan Ren selama beberapa menit sebelum kemudian menyalakan lampu tidur, mematikan lampu besar, dan menutupkan pintu kamar di belakangnya.
Dengan hati-hati dan tanpa suara ia mengeluarkan troli dan robot pembersihnya dari villa dan kembali ke ruangan departemen housekeeping.
Ms. Amanda mengangkat wajahnya ketika mendengar Fee datang. Ia segera melambaikan tangannya dan meminta Fee datang mendekatinya. Wajah wanita itu tampak kuatir.
"Fee.. sebaiknya kau pulang duluan ke rumah, ya. Aku akan bilang bahwa kau izin sakit. Jangan datang kemari sebelum aku meneleponmu..." kata wanita itu.
Fee mengerutkan keningnya tanda tidak mengerti. Tetapi sebagai karyawan rendahan ia tidak dapat membantah. Dengan patuh ia lalu mengangguk. "Baik, Bu."
Fee lalu mengganti seragamnya dengan pakaiannya sendiri dan bergegas mengambil sepedanya untuk pulang. Ia hanya bisa menduga-duga bahwa ini berkaitan dengan ancaman Ren terhadap kantor pusat Hotel Keller untuk membatalkan semua lisensi operasi hotel mereka di Moravia.
Ugh... semoga semuanya akan berjalan baik-baik saja, pikir Fee cemas.
Di perjalanan, ia masih melihat kumpulan lavender di padang, dan pikirannya melayang pada pemuda tampan yang sedang tidur nyenyak di villanya.
Tanpa ragu Fee kembali memetik sekeranjang bunga lavender dan membawanya pulang. Besok, kalau ia sudah boleh datang kembali ke resort, ia akan mengganti bunga di kamar Ren dengan yang baru.
***
Ternyata Fee tidak perlu menunggu terlalu lama, pukul 7 malam, Ms. Amanda sudah meneleponnya dan menyampaikan kabar baik.
"Fee, mulai besok kau sudah boleh menjadi pelayan pribadi Pangera... eh Tuan Friedrich." Terdengar suara Ms Amanda yang ceria di ujung telepon. "Kau mulai bekerja pukul 9 pagi setelah kamarnya dibersihkan. Pakai pakaian yang rapi, ya. Tuan Friedrich bilang ia tidak menyukai seragam kita. Selama ini pelayan pribadinya tidak pernah mengenakan seragam hotel."
"Te.. terima kasih, Bu," kata Fee dengan suara lega. "Uhm... apakah Bu Franka akan pulang ke Swiss?"
Terdengar suara desahan Ms Amanda dari ujung sana. "Sayangnya tidak. Bu Franka mendatangi Tuan Friedrich dan mengajaknya bicara. Sepertinya ia meminta maaf atau melakukan sesuatu untuk membuat Tuan Friedrich membatalkan ancamannya. Yang jelas, pihak kerajaan Moravia tidak lagi menuntut agar Bu Franka ditarik pulang ke Swiss."
"Oh..." Fee tidak tahu bagaimana harus bersikap. Di satu sisi, ia senang karena Ren berhasil memindahkannya bekerja menjadi pelayan pribadinya. Tetapi, di sisi lain, ia kuatir Franka akan menyimpan dendam kepadanya. Fee baru mengetahui tadi pagi betapa sang direktur begitu membencinya hingga sengaja memindahkannya menjadi petugas kebersihan.
"Tidak usah kuatir," kata Ms Amanda berusaha menenangkannya. "Bu Franka tidak akan berani mengganggumu selama Tuan Friedrich ada di resort."
Fee tertegun mendengarnya. Ia tahu bahwa dengan kekuasaannya, Ren akan dapat melindunginya dari siapa pun.. tetapi, pria itu hanya akan berada di resort selama beberapa hari atau minggu. Setelah ia pergi, sudah pasti Fee akan kembali diincar oleh Franka.
Duh.. gadis itu sadar, ia memang harus mulai mencari pekerjaan baru dan meninggalkan Resort Salzsee. Hmm... kalau ia tidak mau pindah dari desa ini, berarti ia harus mencari pekerjaan di salah satu kafe atau restoran di pusat desa. Ia tidak mungkin lagi bekerja di resort.
Fee masih sibuk dengan pikirannya sendiri ketika ia menutup telepon.
***
Keesokan harinya Fee mengenakan gaunnya yang tercantik dengan mantel musim gugur berwarna cokelat muda yang membuatnya terlihat sangat feminin. Ia masih ingat perintah Ms. Amanda untuk mengenakan pakaian yang bagus saat ia bekerja sebagai pelayan pribadi Ren di resort.
Semalam, Ms Lauren juga telah memberikan pengarahan singkat kepadanya tentang apa-apa yang harus ia lakukan dalam pekerjaannya yang baru. Bagi Fee, tugas seorang pelayan pribadi sebenarnya cukup mudah.
Ia hanya perlu memastikan semua kebutuhan tamu terpenuhi. Intinya memastikan Ren menikmati masa tinggalnya di resort dengan tidak kekurangan apa pun. Fee akan memastikan villa dibersihkan tepat waktu, makan pagi, siang dan malam tersedia dengan sempurna, dan selalu siap sedia jika Ren memerlukan bantuannya.
"Selamat pagi," Fee mengetuk pintu villa tepat pukul 9 pagi. Ia tahu sekarang bahwa Ren sangat tepat waktu dan tidak menyukai orang yang datang lebih awal ataupun terlambat. Tadi Fee menunggu dulu beberapa menit di taman di bawah villa karena ia tiba pukul 9 kurang sedikit.
"Silakan masuk." Terdengar suara khas itu dari dalam saat gagang pintu memutar dan pintu pun dibuka dari dalam. Ren mempersilakan Fee masuk dan menutupkan pintu di belakangnya. "Aku baru bangun. Tolong siapkan kopi sementara aku mandi."
"Baik, Tuan..." kata Fee dengan sopan.
Ia sangat senang mendengar kata-kata Ren barusan. Ini berarti tadi malam Ren berhasil tidur. Semoga saja sebentar lagi pria ini bisa sembuh dari insomnia parahnya dan tidak lagi ketus kepada orang-orang, pikir Fee penuh harap.
Ia dapat membayangkan bahwa sikap ketus dan dingin Ren selama ini karena suasana hatinya yang selalu sangat buruk akibat kurang tidur. Ini membuat reputasi sang pangeran di luaran menjadi negatif. Padahal, menurut Fee, Ren adalah seorang laki-laki yang baik dan menyenangkan.
Ia menatap punggung Ren yang berjalan kembali ke kamar tidurnya. Pria itu mengenakan jubah tidur sutra berwarna hitam dan dari belakang ia terlihat keren sekali.
Ahh.. Fee bisa menatap punggung bidang itu berlama-lama, tetapi ia tahu diri dan segera menuju ke dapur untuk menyiapkan secangkir kopi panas.
Hmm.. ia tadi tidak sempat menanyakan kopi seperti apa yang diinginkan sang tamu VVIP. Apakah ia menyukai kopi hitam? Dengan susu? Cappucino atau espresso?
Fee menjadi bingung. Akhirnya ia memutuskan untuk membuat beberapa jenis kopi dan menaruhnya di cangkir berbeda. Nanti kalau Ren sudah selesai mandi, ia akan menyajikan kopi sesuai keinginannya.
Sepuluh menit kemudian Ren keluar kamar dengan rambut sedikit basah. Pria itu sudah mengenakan pakaian formal seperti biasanya, kemeja gelap lengan panjang dan vest serta celana hitam berpotongan resmi.
Fee menduga Ren sangat menyukai pakaian formal karena membuatnya tampak lebih tua. Dalam hati ia berusaha membayangkan seperti apa penampilan Ren dalam pakaian kasual. Ia pasti akan terlihat sangat tampan, namun orang-orang akan mengira ia adalah seorang remaja.
"Tuan mau kopi apa? Espresso, cappucino atau yang lainnya?" tanya Fee dengan sopan begitu ia melihat kehadiran Ren di ruang tamu.
"Espresso," jawab Ren singkat. Ia membawa beberapa buku di tangannya dan duduk di sofa besar di tengah ruang tamu, menghadap ke teras cantik yang ditata dengan banyak tanaman hijau dan bunga-bunga. Ia lalu membuka sebuah buku dan mulai membaca dengan khusyuk.
Fee segera tiba dengan secangkir espresso dan menyajikannya di meja. "Silakan, Tuan."
"Terima kasih," kata Ren tanpa mengangkat wajahnya dari buku yang sedang ia baca. "Duduklah dan buat dirimu nyaman. Nanti kalau aku memerlukan bantuanmu, aku akan memintanya."
"Oh.. baiklah," jawab Fee.
Gadis itu seketika menjadi bingung. Ia tidak mengira akan disuruh duduk saja di ruang tamu menemani Ren membaca.
Apakah tidak ada yang dapat ia kerjakan? Rasanya aneh hanya duduk berdua begini.