L berubah?
L berubah?
"Jadi bagaimana?" tanyanya sambil menuang kopi untuk dirinya sendiri dan London saat mereka sedang membahas beberapa laporan di ruangan kerja London di Schneider Tower.
"Aku suka dengan proyek reklamasi ini," komentar London sambil menurunkan dokumen yang sedang dibacanya.
"Bukan itu maksudku, Tuan. Tapi bagaimana kelanjutan hubungan Anda dengan Nona L?" tanya Jan penasaran. "Setahuku minggu lalu Anda bergegas meninggalkan rapat untuk menemuinya dan kemudian memintaku mengatur meja untuk Anda di restoran hotel St. Laurent dengan Hadley. Artinya Tuan membawanya ke sana. Apakah Tuan sudah menyatakan cinta?"
"Menyatakan cin.... " London menyipitkan matanya mendengar kata-kata Jan. "Apa maksudmu? Aku hanya mengajaknya bicara."
"Tuan masih belum memberitahunya identitas Tuan yang sebenarnya?" tanya Jan lagi.
"Belum. Aku punya waktu setahun untuk melakukannya." London mengangkat bahu. "Aku tidak suka terburu-buru. Lagipula kita akan membuatnya sibuk selama setahun ke depan dengan berbagai program promosi dan acara untuk melambungkan kariernya."
"Hmm... begitu ya?" Jan mengangguk-angguk.
Mereka kembali membahas tentang berbagai laporan yang masuk dan Jan berusaha menekan keingintahuannya akan kehidupan pribadi bosnya dan tidak membahas tentang L sama sekali.
***
Selama sebulan berikutnya London menikmati hidup dengan dua identitas yang sama sekali berbeda. Ketika ada kegiatan-kegiatan Brilliant Mind Media yang melibatkan L dan seolah membutuhkan fotografer, ia dengan sigap telah meluncur ke gedung BMM, berganti pakaian di mobil dengan baju sederhana dan melepaskan jam tangannya lalu mengenakan kaca mata dan melenggang masuk ke kantor Luxe untuk bekerja sebagai fotografer.
Di hari-hari normal ia akan hidup dan bekerja seperti biasa sebagai London Schneider yang menjaga privasinya dengan ketat. Interaksinya dengan L menjadi semakin membaik karena gadis itu sudah tidak lagi bersikap judes kepadanya sejak pembicaraan mereka di restoran Hotel St. Laurent waktu itu.
Seperti hari ini, setelah selesai pemotretan outdoor, L menyerahkan sebotol minuman kepadanya. Gadis itu melihat kening London berkeringat karena panas dan tahu pemuda itu kehausan. Untuk sesaat pemuda itu terkesima. Sikap L sekarang sudah jauh berubah dibandingkan dulu saat pertama kali mereka bertemu, pikirnya.
"Terima kasih." London menerima botol minuman itu dan meneguk isinya.
"Sama-sama." L sendiri minum air putih dan kemudian duduk di samping London. "Kau fotografer berbakat, semuanya berlangsung sangat cepat."
"Kau juga sangat berbakat, bekerja denganmu sangat menyenangkan," balas London. Melihat L tampak begitu santai duduk di sebelahnya dan mengingat sikap gadis itu kepadanya kini sudah berubah banyak. London kemudian memberanikan diri untuk mengatakan isi hatinya. "Kau mau makan malam denganku?"
L menoleh ke arahnya dan mengangkat bahu. "Tidak usah di tempat mahal ya. Aku tidak mau membuatmu bangkrut."
Dalam hatinya London bersorak gembira.
"Baiklah. Kita bisa makan burger di pinggir sungai seperti katamu waktu itu." Ia tersenyum lebar. "Dari sini ke sungai cuma sepuluh menit bersepeda."
Ia menunjuk sepeda elektronik yang terparkir di ujung taman. L tampak menimbang-nimbang lalu akhirnya mengangguk.
"Aku akan bilang Pammy agar tidak menungguku," kata gadis itu kemudian.
"Dan aku akan menyuruh kru untuk pulang ke Luxe membawa peralatan dan menyerahkan hasil foto hari ini kepada Nick."
London senang sekali karena akhirnya L mau makan malam dengannya. Setelah berpamitan kepada para kru ia menarik tangan L ke arah penyewaan sepeda. Dengan memesan lewat aplikasi di ponselnya ia melepaskan satu sepeda dari terminalnya dan segera naik ke atasnya. London memberi tanda agar L membonceng di belakangnya.
Gadis itu hanya geleng-geleng kepala tetapi ia menuruti permintaan London dan naik ke boncengan sepedanya.
"Pegangan ya... aku tidak mau kau jatuh," kata London sambil tersenyum tipis. Ia menarik tangan kanan L dan menaruhnya di pinggangnya.
L hanya memutar bola matanya tetapi lagi-lagi ia tidak protes. Ia kemudian melingkarkan tangan kirinya dan memeluk pinggang London sesuai permintaan pemuda itu.
Entah kenapa tanpa sadar London kemudian memperlambat laju sepedanya. Ia tidak merasa perlu tiba di sungai cepat-cepat. Toh mereka hanya akan makan burger kan? Tidak ada yang penting.
Alhasil, perjalanan menuju sungai yang seharusnya dapat ditempuh dalam waktu sepuluh menit menjadi molor hingga setengah jam. Ia sangat menikmati bersepeda berlambat-lambat dengan tangan mungil L memeluk pinggangnya, dan desahan napas gadis itu terasa hangat di punggungnya.
Ia tidak ingin perjalanan itu berakhir. Tetapi sayangnya, ia tidak menemukan rute ke sungai yang lebih jauh dan berbelit-belit.... ugh.
"Ah... sudah sampai." kata London saat mereka tiba di tepi sungai setengah jam kemudian. Ia memarkir sepedanya di tempat yang ditentukan lalu menarik tangan L menuju kios pedagang burger. "Kau mau burger apa?"
L menunjuk menu dan London memesan untuk mereka berdua. Sambil menunggu burger mereka disiapkan, L pamit hendak ke toko minuman dan ia kembali lima menit kemudian dengan sebotol wine dan dua buah cangkir kertas.
"Kau beli makanannya, aku yang beli minuman," kata gadis itu sambil mengacungkan botol wine-nya.
"Eh, tidak usah. Kalau cuma wine aku masih mampu membelikannya untuk kita," kata London keheranan. "Aku kan laki-laki."
L tertawa kecil melihat protes London. "Tidak usah dipikirkan. Sudah sewajarnya kalau kita berbagi. Kau mengurus makanan dan aku mengurus minuman. Kan kita berdua yang akan menikmatinya."
London kembali terheran-heran melihat sikap L. Gadis ini sekarang terlihat seperti gadis normal yang tidak keberatan berbagi tanggung jawab dan membagi dua biaya makan mereka bersama. Apakah itu artinya L sudah berubah dan tidak lagi mencari laki-laki kaya?
Ah, kalau memang itu yang terjadi, London akan merasa senang sekali. Bagaimanapun ia merasa lebih nyaman jika bersama gadis yang tidak menginginkannya karena kekayaannya semata.
Ketika burger pesanan mereka siap, keduanya lalu mengambil posisi duduk di rumpat di tepian sungai sambil mengamati kapal-kapal turis yang lewat menikmati keindahan sungai yang tenang. London menuangkan wine untuk mereka berdua dan mereka lalu makan sambil berbincang-bincang.
Rasanya menyenangkan sekali.
Malah, bisa dibilang .... romantis.
Bunga-bunga musim semi tampak bermekaran di mana-mana dan banyak pasangan yang juga sepertinya memanfaatkan area tepi sungai yang cantik ini untuk piknik walaupun suhu masih agak dingin.
London tidak mengira makan burger dengan seorang gadis cantik sambil duduk di rumput, menikmati wine di cangkir kertas dan melihat-lihat pemandangan di sungai bisa terasa demikian indah.
Mungkin begini rasanya kencan ala orang miskin, pikirnya. Mereka bisa tetap merasa bahagia walaupun tidak mengeluarkan uang banyak. Selama ini London tidak bisa membayangkannya, kaena ia terbiasa dengan segala sesuatu yang mewah dalam hidupnya.
"Kau terlihat senang hari ini," komentar London. Ia merujuk pada sikap L yang sedari siang tampak ramah kepadanya.
L mengangguk. "Aku memang senang. Minggu ini aku sudah menyelesaikan rekaman album perdanaku. Minggu depan aku akan menjadi pembuka konser Rainfall di kota ini, lalu ikut mereka ke berbagai negara di Eropa. Begitu tur dengan Rainfall selesai, aku akan siap meluncurkan albumku dan pada saat bersamaan berbagai kontrak iklanku akan ditayangkan. Enam bulan dari sekarang kau akan melihat wajahku di mana-mana... "
"Hebat sekali. Bisa dibilang, enam bulan dari sekarang kau akan memperoleh impianmu menjadi artis terkenal," kata London. "Selamat ya."
L menoleh kepadanya dan menatap London sambil tersenyum tipis. "Enam bulan dari sekarang dunia kita akan sangat berbeda. Karena itulah sekarang aku mau makan malam denganmu sebelum dunia kita menjadi terlalu jauh."
"Kenapa?" London menjadi keheranan. "Kalau sudah menjadi orang besar, kau tidak mau kenal aku lagi?"
Ia merasa kecewa. Padahal baru saja ia mengira L telah berubah.
"Bukan itu maksudku," L tersenyum dan mencopot kaca mata London yang kebesaran dan merapikan rambutnya. "Aku akan sangat sibuk dan kita tidak akan memperoleh banyak kesempatan untuk bertemu. Ngomong-ngomong, kalau kau mau jadi orang kaya, pertama-tama kau harus melepaskan kaca mata jelek ini dan merapikan rambutmu."
Ahh... London merasa sangat lega mendengarnya.
Sepertinya L memang telah berubah.
"Kalau begitu terima kasih sudah mau menemaniku makan malam di sini. Aku sangat menyukainya. Semoga sukses dengan kariermu. Aku akan mendukung dari jauh," kata London kemudian.
"Terima kasih. Aku juga berharap kau bisa menjadi orang kaya setahun ke depan, seperti yang kau cinta-citakan," balas L.
Mereka saling bertatapan untuk beberapa saat dan entah kenapa suasana yang romantis dan pembicaraan mereka barusan yang terdengar seperti janji untuk saling mendukung membuat baik London maupun L terhanyut.
London lalu memajukan wajahnya untuk mencium L dan gadis itu tanpa sadar memejamkan matanya.
Mereka berciuman lama sekali.