Rune Terkejut
Rune Terkejut
'Bosku ini pasti salah mengira aku ini dewa atau apa,' pikirnya gemas. Perintah terbaru ini memang sangat spesifik dan rumit. Duh, seandainya L tahu apa saja yang dilakukan London demi dirinya, mungkin hatinya yang keras itu bisa sedikit tersentuh, pikir Jan.
Ia sudah terbiasa dengan kelakuan London yang aneh-aneh sejak mereka masih remaja. Setelah ayahnya meninggal, Jan masuk sekolah asrama tetapi setiap liburan ia akan menghabiskan waktunya bersama London dan Rune di rumah mereka.
Bagaimanapun, hubungan antara keluarga Van Der Ven dan keluarga Schneider sudah terjalin selama beberapa generasi. Ayahnya, kakeknya, buyutnya... semua telah menjadi wakil keluarga Schneider di dunia nyata, menjadi pengurus bisnis dan segala urusan keluarga mereka.
Jan sangat menyukai London dan menikmati menjadi asistennya selama dua tahun terakhir. Ia tahu London belum pernah jatuh cinta, sehingga kelakuannya akhir-akhir membuat Jan yakin bahwa bosnya memang sungguh-sungguh terpesona oleh L dan jatuh cinta tanpa daya. Sayangnya, mengingat sikap L, Jan mengerti bahwa cinta bosnya tidak berbalas.
Sayang sekali.
***
Setelah hujan berhenti dan suasana menjadi tenang kembali, L akhirnya mengurung diri di kamarnya. London hanya bisa membiarkannya dan berangkat bekerja. Yang penting ia tahu L sudah baik-baik saja dan ia bisa mengawasi keadaan gadis itu dari jauh lewat kamera yang ada di ruang tamu dan tentu saja Dave dan Marc yang tinggal di sebelah apartemennya.
Ia sudah terlambat untuk beberapa meeting penting. Walaupun ia sudah menyuruh Jan mewakilinya, London tetap harus datang dan mendengarkan hasil meeting tadi dan mengambil beberapa keputusan. Setelah itu ia harus menghadiri meeting lain dengan divisi berbeda. Sungguh hari yang sangat menyibukkan.
Setelah meeting dengan divisi investasi berakhir, ia menyempatkan diri untuk memeriksa keadaan rumah sambil menikmati secangkir teh di kantornya. Wajahnya tersenyum simpul saat melihat L ternyata sedang berlatih yoga di ruang tamu. Ia lega karena sepertinya L sudah pulih dan dapat kembali beraktivitas seperti biasa.
Gadis itu terlihat seksi sekali dengan pakaian yoga yang ketat dan menonjolkan lekuk-lekuk tubuh indahnya sambil ia berlatih. Tonjolan di perutnya mulai terlihat dan London tak dapat melepaskan pandangannya sama sekali dari perut L.
Ada perasaan haru di dadanya saat mengingat bahwa di dalam perut gadis itu ada janin yang sedang berkembang dan akan segera lahir menjadi anaknya.
Semoga anakku perempuan, pikir London beberapa kali. Ia membayangkan betapa cantiknya anaknya kalau nanti tumbuh besar seperti ibunya.
"Tuan tersenyum-senyum sendiri," tegur Jan yang masuk setelah mengetuk pintu tetapi tidak didengarkan oleh London yang terlalu sibuk mengamati layarnya. "Ada yang lucu?"
London mengangkat wajahnya dan menggeleng. "Tidak ada yang lucu."
Ketika Jan hendak menelengkan kepalanya untuk melihat apa yang sedang dilihat bosnya di laptopnya, London buru-buru menutup laptopnya. Ia tidak rela Jan ikut melihat L yang seksi sedang berlatih yoga.
"Ada apa, sih?" omel London sambil mendelik.
"Ada beberapa laporan yang mesti Tuan periksa dan setujui," jawab Jan santai. Ia menaruh beberapa dokumen di meja bosnya dan segera berlalu.
"Jan... sebentar!" London tiba-tiba teringat sesuatu. "Aku perlu bantuanmu lagi."
Jan berbalik dan menatap London dengan penuh perhatian. "Tentang Nona L?"
"Apa lagi kalau bukan dia?" London mengangkat bahu. "Aku ingin tahu apa yang terjadi padanya sejak ia masih kecil hingga masuk ke panti asuhan... Ada beberapa hal yang membuatku penasaran."
Sejak peristiwa dengan hujan petir tadi, London mulai melihat L dengan sudut pandang berbeda. Ia merasa bahwa di balik sikap menyebalkan L dan tekadnya untuk mengejar karier, menjadi orang terkenal, dan kemudian mencari suami sangat kaya, ada hal lain yang menyelubungi masa lalunya.
Terbukti dari perhatian L padanya saat mengetahui ia hanya memiliki tiga setel pakaian, sikap L yang tidak cerewet dan banyak menuntut seperti layaknya gadis materialistis lainnya, dan ketakutannya yang tidak wajar pada suara keras...
Apakah terjadi sesuatu pada L di masa kecilnya sebelum ia dimasukkan ke panti asuhan? Apakah ia pernah menyaksikan peristiwa penembakan yang menimbulkan trauma dalam hidupnya?
Memikirkan betapa seorang anak berusia 8 tahun menyaksikan peristiwa demikian mengerikan, membuat hati London merasa tersentuh... Ia bertekad ingin menyembuhkan hati L dari apa pun peristiwa traumatis yang menyakitinya di masa lalu.
"Baik, Tuan." Jan mengangguk dan mengangkat jempolnya, lalu keluar.
Sayangnya setelah beberapa hari berusaha mencari informasi, Jan tidak dapat memperoleh banyak petunjuk. Panti asuhan tempat L dibesarkan telah ditutup sejak terjadi peristiwa kebakaran dua tahun lalu dan semua catatan tentang panti itu tidak dapat ditemukan.
London hanya bisa berharap suatu hari nanti L mau membuka diri kepadanya dan menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Sikapnya kepada gadis itu menjadi semakin baik. Ia tidak lagi merasa terganggu walaupun L memperlakukannya dengan judes ataupun bersikap tidak peduli.
London masih membawakan bunga setiap hari dan mengurusi L dengan baik. Ia berharap dengan konsistensi dan kesabarannya, L akan dapat perlahan-lahan berubah pikiran. Sayangnya L terlalu keras hati. Ia masih bersikap dingin dan acuh kepada London.
***
Hari-hari pun berlalu dalam damai dan tanpa terasa May Festival akhirnya tiba.
Hari Sabtu itu sangat cerah dan udara tidak terlalu dingin karena sudah menjelang berakhirnya musim semi. London sedang mengutak-atik kameranya dan L bersiap-siap untuk berangkat ke festival.
L mematut dirinya di depan cermin dan ia menyukai penampilannya. Tadi malam ia mencoba berbagai gaun berbeda dan setelah marah-marah kepada London yang selalu mengatakan bahwa ia cantik mengenakan gaun ini, cantik mengenakan gaun itu, dan mempesona dalam gaun yang satu lagi, ia memutuskan untuk meminta pendapat para followernya di Splitz.
L mengenakan tiga gaun berbeda dan meminta penggemarnya memilih gaun yang terbaik untuk dikenakan di festival. Semua orang berkomentar bahwa ia terlihat semakin cantik dan gemilang. Dari tiga gaun yang dikenakannya, pilihan akhirnya jatuh pada gaun merah muda berleher rendah yang memamerkan lehernya yang jenjang, dari suara terbanyak para penggemarnya. Kini ia sedang mematut diri dengan gaun merah muda itu dan wajahnya terlihat sangat senang.
"Penampilanku di festival nanti sore akan disiarkan di Splitz dan besok aku akan diumumkan sebagai ambassador Virconnect yang baru..." kata L dengan antusias. "Pammy memang luar biasa! Ia berhasil mendapatkan banyak kontrak penting untukku."
London hanya mendengarkan sambil mengangguk-angguk. Ia tidak merasa perlu L mengetahui jasanya dalam mengangkat karier gadis itu. Ia sudah sangat senang melihat wajah bahagia L saat menceritakan berbagai kemajuan dalam kariernya dan kontrak-kontrak baru yang ia dapatkan.
"Aku senang mendengarnya." Ia tersenyum saja. "Kau mau diantar jam berapa?"
"Tidak usah, Pammy akan menjemputku. Ada yang mau kami bicarakan berdua sebelum pertunjukan. Aku tidak mau merepotkanmu. Pammy akan datang lima belas menit lagi."
"Hm... baiklah. Tapi kalau ada apa-apa, tolong kabari aku."
London sengaja tidak mendesak untuk mengantar L ke festival. Ia harus menemui adiknya, Rune yang sudah menunggunya di penthouse untuk berangkat bersama. Ia harus memberi tahu Rune apa yang terjadi dan meminta bantuannya untuk memberi tahu orang tua mereka.
Semakin lama ia menunda, tentu akan semakin menyulitkan baginya.
[Jan sudah menemaniku di sini. Jam berapa kau mau datang?] tanya Rune lewat SMS.
[Sebentar lagi.]
London menunggu hingga Pammy datang dan menjemput L untuk pergi ke festival, baru ia keluar apartemen. Marc sudah menunggunya di depan gedung dengan mobil BMW-nya. Dave sudah pergi begitu L dan Pammy berangkat. Ia ditugasi untuk menjaga L secara diam-diam.
London tiba di penthouse-nya saat makan siang dan di ruang makan ia menemukan Rune dan Jan sedang asyik mengobrol sambil menikmati hidangan makan siang yang disiapkan beberapa chef dari Hotel St. Laurent.
"Astaga... apa yang terjadi denganmu?" tanya Rune saat melihat penampilan London yang tidak seperti biasanya. Seingatnya, kakaknya ini sangat modis dan selalu mengenakan pakaian yang berkualitas tinggi, tetapi hari ini ia muncul dengan kemeja sederhana dan jeans serta sepatu kets. Ia merasa hampir tak mengenali kakaknya.
"Apa kabar?" London tidak mempedulikan ucapan Rune, segera memeluk adiknya dan kemudian duduk di kursi meja makan. "Ada hal penting yang ingin kubicarakan."
"Ada hubungannya dengan penampilanmu yang aneh begini?" tanya Rune menebak-nebak. Ia menyipitkan matanya dan menoleh ke arah Jan. "Kau tahu dia kenapa?"
Jan mengangguk tetapi kemudian menggeleng. "Aku tidak bisa bilang."
"Baiklah. Rupanya kalian mulai main rahasia-rahasiaan denganku," Rune tertawa kecil. "Aku menjadi penasaran."
Rune dan London, walaupun bersaudara, tidaklah mirip. Kalau London memiliki rambut hitam dan mata biru, serta wajah yang bagaikan pinang dibelah dua dengan ayahnya, Rune justru sangat mirip dengan Paman Aldebar, adik ayah mereka.
Rambutnya berwarna keemasan dan jatuh hingga ke bahunya. Sepasang matanya yang berwarna biru memiliki bentuk agak sipit sehingga terlihat misterius. Kalau London dan Rune duduk bersama, tidak seorang pun akan mengira bahwa mereka adalah kakak beradik.
Sekilas orang akan mengira Rune adalah seorang model dengan penampilannya yang agak nyentrik dan sikapnya yang santai. Ia tidak terlihat seperti seorang ilmuwan serius, padahal kehidupannya sehari-hari berkutat dengan teknologi dan penelitian.
London berdeham dan meminum wine-nya hingga habis sebelum kemudian menceritakan apa yang terjadi.
"Aku tidak akan berahasia denganmu. Kau akan segera memiliki keponakan."
Rune tampak kecewa mendengar kata-kata London.
"Aish... kukira ada apa. Itu sih aku juga sudah tahu." Ia memutar bola matanya dan mendengus. "Kau pikir kenapa aku berusaha menyelesaikan mesin penerjemah ucapan bayi itu?"
London tertegun mendengarnya. "Ka... kau sudah tahu???"
"Tentu saja! Aleksis akan melahirkan bulan depan. Apa kau sudah lupa?" tanya Rune mulai sewot.
London dan Jan saling pandang.
"Bukan itu yang kumaksud..." Akhirnya London menghela napas. "Maksudku aku.. Aku akan punya anak."
Rune belum pernah seterkejut itu seumur hidupnya.