Akhirnya Berhasil Tidur
Akhirnya Berhasil Tidur
"Tapi masalahnya kau selalu begitu. Aku sungguh tidak tahu apa sebenarnya yang kau inginkan..." kata London lagi. L belum pernah melihat pemuda itu begitu kehilangan semangat seperti hari ini. Dan rasa bersalah pelan-pelan merayapi hatinya.
"Aku juga lelah dengan keadaan ini. Tapi kumohon.. tadi kau bilang kita tidak usah membahas topik itu selama dua hari, kan?" kata L lagi. "Apa yang kuinginkan, tidak selalu apa yang dapat kulakukan... maka aku selalu harus berperang dengan diriku sendiri. Aku tidak bisa menjelaskannya kepadamu.. ceritanya panjang dan kalau kita membahasnya aku yakin kita hanya akan bertengkar lagi..."
"Apa yang kau tidak ceritakan kepadaku, L? Kalau aku tidak tahu apa-apa, bagaimana bisa aku menolongmu?" tanya London dengan nada hampir putus asa.
Ia ingat pernah meminta adiknya untuk membuat mesin penerjemah tangisan wanita, tetapi Rune mengatakan bahwa hal itu sudah dicoba oleh para ilmuwan sejak berabad-abad yang lalu dan hingga kini masih belum ada yang berhasil.
Ia sering kali harus menarik rambutnya kalau memikirkan sikap L yang menyebalkan dan tidak konsisten. Seperti hari ini.
"Aku tidak mau membahasnya sekarang..." jawab L lirih. "Aku tidak ingin bertengkar denganmu. Kalau kau memaksaku menceritakan siapa diriku dan kenapa aku melakukan ini dan itu, maka kau juga harus menceritakan kepadaku tentang berbagai hal yang selama ini kau tutupi dariku. Tentang hubunganmu dengan kelompok mafia, tentang bagaimana kau memata-mataiku dan memasang kamera di apartemen kita, tentang kepergianmu ke Singapura yang mencurigakan..."
London seketika merasakan punggungnya menjadi dingin. Ia sedang tidak mau membahas itu semua. Ia takut L akan menjadi stress dan kondisinya memburuk. Karena itu ia buru-buru mengangguk. "Aku juga tidak mau membahasnya sekarang..."
"Aku setuju denganmu. Mari kita lupakan apa yang sudah terjadi dan berdamai. Selama dua hari ini aku tidak mau bertengkar denganmu, itu tidak baik untuk Lily." L kali ini tidak mengusap air mata yang mulai menetes menuruni pipinya. "Juga... kalau sampai aku mati saat melahirkan, aku tidak ingin kau mengenangku sebagai gadis yang menyebalkan dan selalu membuatmu kesal..."
London buru-buru mendekati L dan duduk di tepi tempat tidur. Ia menaruh tangannya di bibir gadis itu dan menggeleng. "Sssh... aku tidak mau mendengar kau menyebut kata-kata itu."
Ia tahu kemungkinan itu sangat besar terjadi. Peluangnya adalah 50% jika L meminum obat dari Lauriel dan obat itu memang bisa menyembuhkannya, kalau tidak... maka ia tidak akan bertahan. Tanpa obat dari Lauriel peluang L untuk hidup, saat dipaksa melahirkan bayinya, mendekati nol.
Ia melarang siapa pun memberi tahu L tentang hal itu, tetapi ia tidak bisa mencegah L untuk memikirkannya sendiri. Gadis itu mengetahui kondisi tubuhnya dengan baik.
Kalau saja penyakitnya tidak kambuh, ia akan dapat dibantu untuk melahirkan dengan selamat, tetapi kondisinya sekarang terlalu lemah dan bayinya tidak bisa menunggu lebih lama lagi.
"Aku bukan orang bodoh, Killian," kata L pelan. "Aku bisa menduga apa yang terjadi... Aku hanya bersikap realistis."
"Aku tidak mengizinkanmu bicara tentang kematian. Kalau kau melakukannya aku akan pergi." London akhirnya berdiri dan hendak meninggalkan L. Suasana sudah menjadi terlalu berat baginya.
Tetapi L telah menarik tangannya.
"Kumohon jangan pergi..." kata gadis itu dengan setengah memohon. "Dua hari saja? Kau tadi bilang kita jangan bertengkar selama dua hari ini. Aku setuju. Aku setuju. Kau benar. Aku minta maaf karena tadi bersikap menyebalkan. Aku akan berubah. Dua hari saja."
London kembali duduk di tepi pembaringan dan menatap L. Ia bisa melihat kesungguhan di mata gadis itu. Akhirnya ia mengangguk.
"Baiklah, selama dua hari ini, aku mau kita bersikap baik terhadap satu sama lain," katanya kemudian.
"Aku berjanji." L mengacungkan jari kelingkingnya dan tersenyum.
Duh, London memang berhati sangat lemah. Ia tidak tahan kalau L sudah memberinya senyumannya yang langka itu. Ia mengaitkan kelingkingnya di kelingking L. "Aku juga berjanji."
"Hmm... kau bilang tadi kau belum tidur, kan? Coba turunkan tempat tidur ini, kalau tidak salah tombolnya di sebelah kiri sini..." L kemudian mengusap air matanya dan menyuruh London mengatur kembali tempat tidurnya agar menjadi datar seperti semula. Dengan patuh pemuda itu melakukannya.
"Sudah," katanya setelah selesai. Melihat tempat tidur besar itu dan betapa L hanya mengambil satu sisi saja, sementara di sebelahnya ada ruang kosong yang cukup lapang, dadanya seketika merasa berdebar-debar. "Lalu bagaimana?"
L menatapnya dengan pandangan seolah berkata, 'Kau ini bodoh, ya? katanya tadi mau tidur? Tempat tidur ini besar sekali, kau bisa tidur di sebelahku!'
Tetapi karena ia sudah berjanji untuk bersikap baik terhadap satu sama lain, L berusaha tersenyum dan menepuk sisi tempat tidur di sebelah kirinya lalu berkata dengan suara lembut, "Kau tidur saja di sini. Tempat tidurnya cukup empuk, kok."
Selama beberapa detik London terpaku di tempatnya. Dugaannya benar. Tetapi tadi ia tidak berani mempercayai pendengarannya sendiri. L menyuruhnya berbaring untuk tidur di sampingnya! Dan sikap gadis itu juga berubah menjadi manis sekali!!
L menarik napas dalam-dalam melihat London tidak juga bergerak. Dalam hatinya ia mengomel karena kelambatan berpikir pemuda itu, tetapi bibirnya tidak berkata apa-apa.
"Tidak jadi mengantuk?" tanyanya lagi sambil tersenyum.
"Eh.. iya, aku mengantuk sekali..." London buru-buru menjawab. Ia tidak mau L berubah pikiran lagi.
Ia melepaskan sepatunya dan melonggarkan ikat pinggang lalu membuka beberapa kancing bajunya agar bisa tidur dengan lebih nyaman, dan kemudian segera naik ke tempat tidur, berbaring di sebelah kiri L yang kosong.
Sebagai lelaki sopan ia menjaga jarak dan sengaja tidak menyentuh tubuh L. Tubuhnya terlihat tegang saat ia memejamkan mata dan mencoba tidur.
L menoleh dan memperhatikan London yang berbaring di sampingnya dan gadis itu hanya bisa menggeleng-geleng. Ia tahu pemuda itu tidak tidur.
Dengan senyum simpul L akhirnya membiarkan saja London seperti itu. Ia yakin pose tidur pemuda itu tidak akan bertahan lama.
L bukan gadis bodoh. Dugaannya benar. Sepuluh menit kemudian London yang berpura-pura sudah pulas tertidur kemudian bergerak seolah tanpa sadar mendekati tubuh L.
Gadis itu hanya memutar bola matanya dan menahan tawa.
Dua menit kemudian London membalikkan tubuhnya dan tangannya 'tanpa sadar' mengayun dan memeluk perut L yang kini sudah menempel ke tubuhnya.
L memutar matanya lagi, tetapi ia sama sekali tidak marah. Ia menyentuh tangan pemuda itu dan menggenggamnya, lalu ikut memejamkan mata.
L pura-pura tidak mendengar detak jantung pemuda itu seketika berdetak semakin kencang dan napasnya menjadi memburu. Ia menarik tangan London dan mendekapnya di dadanya.
Ugh... London yang pura-pura sudah tidur hanya bisa menggigit bibirnya saat merasakan tangannya menyentuh sepasang gundukan lembut di dada L.
Ia harus menggunakan segenap kewarasannya untuk tidak menggerakkan tangannya dan meremas gundukan itu.
Mereka baru saja berdamai dan berjanji akan saling bersikap baik terhadap satu sama lain selama dua hari ke depan. Ia tidak mau L kembali mendapat alasan untuk marah kepadanya.
L sedang sakit, dan Lily sedang dalam kondisi gawat. Sekarang bukan saatnya untuk berpikir mesum... ia terus memarahi dirinya.
London tahu niatnya untuk tidur sudah menjadi sia-sia. Ia hanya bisa merutuk dalam hati.
"Maaf, kalau aku membuatmu tidak bisa tidur..." Tiba-tiba terdengar suara L di tengah keheningan di antara mereka. London menahan napas mendengar kata-kata gadis itu. Ia sadar ternyata dari tadi L tahu ia tidak tidur.
"Uhmm... tidak apa-apa," jawabnya canggung.
Mereka tidak berbicara apa-apa lagi. L terus memeluk tangan London di dadanya dan kenyamanan yang diperolehnya dari pemuda itu membuatnya menjadi relaks dan akhirnya bisa tertidur.
Desah napas L yang teratur dan detak jantungnya yang mengalun lambat, dalam irama yang terdengar indah di telinga London, akhirnya berhasil menghipnotis pemuda itu setelah setengah jam... dan ia pun juga jatuh tertidur.
Pukul 10 pagi keduanya berhasil beristirahat dan tertidur pulas sambil berpelukan.