The Alchemists: Cinta Abadi

Aku sudah berusaha, tapi aku tidak bisa...



Aku sudah berusaha, tapi aku tidak bisa...

Rune sedang sibuk mengutak-atik sesuatu di bangku taman ketika ia melihat kakaknya masuk ke halaman mansion mereka. Ia mengangkat wajahnya dan tersenyum lebar.     

"Jadi bagaimana? Aku sudah mendengar dari Jan tentang hujan tadi malam. Apakah rencanamu berhasil?" tanyanya dengan suara ceria.     

London hanya merengut dan menggeleng. "Masih belum. Entah kenapa rasanya sulit sekali menceritakan yang sebenarnya kepada L. Padahal aku sudah berusaha."     

"Memangnya apa yang terjadi?" tanya Rune dengan penuh perhatian. London yang memang selalu dekat dengan adik bungsunya ini selalu terbuka kepada Rune. Tanpa ragu ia menceritakan masalahnya. Ia tidak yakin Rune akan dapat membantu, tetapi tidak ada salahnya ia bercerita kepada adiknya untuk meringankan sedikit bebannya.     

Rune hanya menggeleng-geleng menanggapi cerita London. Ia mengerti kakaknya telah melewatkan momen yang pas untuk membuka jati dirinya kepada L.     

L telah terlanjur memiliki pandangan tertentu tentang diri kakaknya dan gadis itu sudah menegaskan bahwa ia tidak suka dibohongi. Semua kebaikan kakaknya sebagai lelaki bertanggung jawab, pekerja keras, dan jujur itu akan hilang begitu saja kalau sampai L merasa dibohongi.     

Huh? Pekerja keras? London hampir tidak pernah menepuk lalat sekalipun. Semua 'pekerjaan kerasnya' dilakukan oleh staf dan orang-orang yang bekerja di bawahnya.     

Semua kebohongan yang  dilakukan London, walaupun hanya kecil dan tidak fatal, akan bertumpuk dan dianggap sebagai akumulasi, dan ketidakjujuran karakternya akan diragukan.     

Begitu L mengetahui kebohongan London, ia akan menganggap semua yang dilakukan pemuda itu adalah bohong, dan ia tidak tahu mana yang jujur, serta mana yang bohong.     

Dampaknya sangat mengerikan!     

"Kau harus segera berterus terang kepadanya..." kata Rune memberikan nasihat. "Aku belum pernah punya kekasih, tetapi aku tahu bahwa perempuan tidak suka dibohongi. Semakin lama kondisinya akan semakin parah."     

"Kau pikir aku tidak tahu itu?" London mengomel. Aku sudah dua kali berusaha berkata jujur kepadanya. DUA KALI. Yang pertama aku sedang sial. Aku sudah mencurahkan isi hatiku berpanjang-panjang, tetapi ternyata ia tidak mendengarkan. Ia sedang mendengarkan musik lewat earphone-nya. Lalu sesudah ia menyatakan bersedia menikah denganku, aku berusaha sekali lagi memberitahunya siapa aku... tetapi... kau tahu sendiri, dia bilang dengan sangat tegas bahwa ia tidak akan pernah memaafkanku kalau aku membohonginya. Baginya kebohongan adalah suatu hal yang sangat serius. Aku tidak bisa mengambil risiko membuatnya kesal dan stress. L sedang menyusui. Lily masih dalam kondisi kritis... Kau mengerti kan sudut pandangku? Aku tidak bisa membahayakan keduanya."     

"Lalu mau sampai kapan kau akan menutupi identitasmu?" tanya Rune heran.     

"Aku akan menunggu waktu yang tepat. Minimal setelah Lily tumbuh sehat dan bisa meminum ramuan keabadian. Aku akan menceritakan yang sebenarnya kepada L saat suasana hatinya sedang bahagia. Selama ia masih memikirkan keluarga Swan dan pembunuh orang tuanya... aku tidak bisa tenang."     

London bukannya tidak ingin naik ke atas atap rumah mereka dan meneriakkan semua rahasianya agar L mendengarnya dan tahu siapa dirinya... tetapi saat ini ia masih memikirkan L dan Lily. Mungkin hatinya akan menjadi lega setelah ia berterus terang, tetapi apa akibatnya pada L dan Lily?     

L akan terpukul karena merasa dibohongi. Ia mungkin akan marah besar. London dapat menerima kemarahan L dan menanggung akibatnya. Ia bersedia dibenci atau dihukum atau bahkan dipukul kalau itu bisa membuat L puas, tetapi ia masih merasa ngeri mengingat apa yang terjadi minggu lalu saat L marah besar ketika mengetahui London membuntutinya dan memasang kamera di apartemen mereka.     

Peristiwa itu membuat L marah dan stress hingga mengakibatkan Lily dilahirkan jauh lebih awal. London tidak sampai hati membuat L kembali mengalami situasi serupa, karenanya ia bersikap sangat hati-hati.     

Ia bersedia menunggu sampai L siap menerima kebenaran, sampai Lily sehat dan situasi keluarga mereka ada di posisi yang aman. Sebagai seorang Alchemist, ia sendiri memang tidak pernah terburu-buru.     

"Bagaimana kalau ternyata perlu waktu bertahun-tahun, hingga L siap menerima kejujuranmu?" tanya Rune.     

"Aku tidak masalah dengan itu. L sendiri sekarang masih sangat muda. Umurnya belum 20 tahun... bahkan kalaupun ternyata aku perlu sepuluh tahun untuk menunggu dia siap, aku rasa tidak apa-apa..." jawab London dengan suara yakin.     

"Kalau lebih lama dari itu?" tanya Rune lagi.     

"Maksudmu?"     

"Misalnya perlu waktu lebih dari sepuluh tahun."     

London akhirnya merenungkan kata-kata Rune. Kalau lebih dari sepuluh tahun, tentu akan menjadi sangat sulit baginya menyembunyikan kebenaran. Wajahnya akan tetap muda, tetapi usianya akan bertambah. Sepuluh tahun lagi ia hampir 40 tahun.     

Sementara L, bila umurnya sudah lewat dari 30, wajahnya akan mulai terlihat menua. Perbedaan di antara mereka ini akan menjadi mencolok. L akan menua, sementara London akan tetap muda.     

Ugh.. Ia tidak dapat menunggu lebih dari sepuluh tahun.     

"Kau tidak ke kantor hari ini?" Tiba-tiba terdengar suara Caspar dari arah pintu mansion. London segera menoleh ke arah asal suara dan berjalan mendatangi ayahnya.     

"Tidak, Pa. Aku bekerja dari rumah. L sedang keluar mengurus sesuatu. Aku menjaga Lily, tetapi aku memutuskan untuk mampir ke sini sebentar. Aku merindukan kalian." jawab London sambil memeluk ayahnya. "Kalian masih di Jerman sampai bulan depan?"     

"Tergantung," jawab Caspar ringan. "Beberapa bulan lalu ibumu dan aku ke Indonesia. Ternyata ibumu sangat menyukai Bali. Jadi aku sudah berjanji kepadanya akan membawanya kembali ke sana untuk bulan madu lagi. Tadinya kami berniat kembali ke sana minggu depan. Tetapi kalau kau ada acara penting, tentu kami bisa menundanya."     

London sudah terbiasa dengan ayah dan ibunya yang bolak-balik berbulan madu hanya berdua saja ke tempat-tempat eksotis di dunia dan ia tidak lagi mengernyitkan kening saat mendengar ayah mereka membicarakan hal-hal mesra dengan ibunya.     

Malahan, ia sekarang bisa membayangkan dirinya dan L berbulan madu setahun sekali mengikuti jejak orang tuanya, begitu Lily dewasa. Tentu akan sangat menyenangkan.     

"Oh... Ayah dan Ibu mau ke Bali? Tidak apa-apa... asalkan bulan depan kalian kembali ke sini. Aku akan menikah," kata London sambil nyengir.     

Ayahnya mengangkat sebelah alisnya dan ikut tersenyum lebar. "Ahh.. jadi penyanyi itu sudah menerima lamaranmu? Hebat juga kau."     

Finland yang baru datang dari dalam ruang tamu sudah mendengar perkataan anaknya tentang pernikahan. Wajahnya ikut berseri-seri.     

"Wahh... kabar baik! Kalian akan menikah di mana? Di kastil kita di Stuttgart atau mau di mana? Kau tinggal pilih. Wahh.. Mama tidak sabar menemani L untuk memilih baju pengantin..."     

Mendengar kata-kata ibunya yang demikian bersemangat, dada London seketika kembali merasa sesak. Ibunya tentu sangat ingin terlibat dalam pernikahannya. Tetapi bagaimana caranya? Ia masih belum dapat memberitahukan semuanya kepada L.     

"Uhm... sepertinya untuk sementara belum bisa, Ma... Maafkan aku." London menatap ibunya dengan pandangan dipenuhi penyesalan. "Aku masih belum bisa memberi tahu L semuanya."     

"Oh..." Finland saling bertukar pandang dengan suaminya. Raut kekecewaan jelas terlihat di wajahnya.     

"Maafkan aku, sungguh. Aku sudah berusaha..." London hanya bisa tertunduk. "Tapi aku tidak bisa mengambil risiko membuat L stress. Mungkin nanti aku coba lagi..."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.