Rahasia Ren
Rahasia Ren
Gadis itu akhirnya berusaha mengalihkan pembicaraan dengan menanyakan alasan mengapa Ren sangat menyukai datang ke Salzsee. Ia penasaran ingin mengetahui alasannya.
"Setahuku, Tuan cukup sering datang ke resort kami ini. Kenapa Tuan tidak membangun rumah peristirahatan sendiri di Salzsee? Jadi Tuan bisa datang kapan saja dan tidak harus tinggal di resort, di sini Tuan harus menyamar menggunakan nama lain untuk melindungi privasi Tuan," kata Fee kemudian.
Ren tampak merenung mendengar kata-kata Fee barusan. Ia lalu menatap gadis itu dengan penuh perhatian dan bertanya, "Kau mau aku membangun rumah peristirahatan di Salzsee?"
Fee tercengang mendengar pertanyaan Ren. Ia tadi hanya bertanya, murni karena ia merasa ingin tahu, kenapa Ren yang sering datang ke Salzsee tidak mempunyai rumah peristirahatan di sini. Tetapi mengapa Ren malah bicara seperti itu?
"Bukan itu maksudku.." kata Fee sambil menggeleng canggung. "Aku hanya ingin tahu. Tidak ada alasan lain. Kalau Tuan tidak ingin menjawab pertanyaanku, tidak apa-apa."
Ren menatap Fee lekat-lekat, seolah sedang mempertimbangkan apakah sebaiknya ia memberi tahu gadis itu rahasia hatinya, atau tidak.
"Aku tidak bisa membangun rumah di sini," kata Ren akhirnya. Suaranya terdengar sedih. "Aku sangat membenci tempat ini."
Fee tertegun mendengar jawaban Ren yang sama sekali tidak diduganya.
Ren membenci tempat ini? Kenapa? Apa yang terjadi di Salzsee sehingga ia membencinya? Lalu... kalau benci, kenapa ia sering datang kemari?
"Tuan membenci tempat ini? Desanya... resortnya.. danaunya.. atau apanya?" tanya Fee kebingungan. "Kalau benci, kenapa Tuan sering datang ke sini? Rasanya agak membingungkan kalau Tuan membenci suatu tempat tetapi sering berkunjung ke sana."
Ren tersenyum kecut mendengar semua pertanyaan Fee yang diajukan gadis itu dengan ekspresi polos. Ia tidak akan menceritakan rahasianya kepada gadis muda yang baru ditemuinya ini, tetapi ia juga tidak akan bersikap jahat kepadanya dengan menolak terang-terangan, setelah tadi ia sendiri yang membuka informasi bahwa ia membenci Salzsee.
"Hmm.. aku sedang banyak pikiran. Apakah kau bisa meninggalkanku sendiri, Fee?" tanya Ren kemudian. Wajahnya tidak terlihat marah mendengar rentetan pertanyaan Fee barusan, tetapi gadis itu segera mengerti bahwa Ren merasa terganggu. Akhirnya dengan tahu diri gadis itu menunduk.
"Oh.. tentu saja, Tuan. Maaf kalau aku lancang. Aku akan meninggalkan Tuan sendiri," Fee segera membereskan barang-barangnya dan bangkit dari sofa. Ia hendak berjalan ke dapur dan membiarkan Ren sendiri di ruang tamu, tetapi pria itu menghentikan langkahnya.
"Aku mau kau pergi dari villa ini dan meninggalkanku sendiri."
"Eh...?" Fee keheranan. Ia menoleh ke arah Ren dengan ekspresi tidak mengerti. Apakah Ren hendak mengusirnya? Benarkah pria ini merasa sangat tersinggung karena pertanyaannya tadi?
Duh.. Fee merasa sangat menyesal. Seharusnya ia diam saja. Mengapa ia bersikap begitu lancang dan banyak bertanya? Ia di sini hanya pelayan. Seharusnya ia tahu diri!
"Aku sedang ingin sendiri. Tolong tinggalkan aku. Pekerjaanmu hari ini sudah selesai." Ren menatap Fee tanpa berkedip. Wajahnya kini tampak datar. Fee menjadi tidak enak hati. Ia lalu mengangguk lemah, tanpa sadar tangannya gemetar memegang ujung mantelnya.
"Baiklah. Uhm.. apakah Tuan mau saya datang besok atau tidak usah?" tanyanya dengan suara pelan.
"Tidak usah..." kata Ren. Suaranya menjadi tegas. "Aku akan kembali ke ibukota besok. Terima kasih atas pekerjaanmu selama seminggu ini."
Fee berdiri tertegun di tempatnya. Ia tidak mengira situasi bisa berubah menjadi demikian berbeda, hanya karena ia bertanya tentang alasan mengapa Ren membenci Salzsee. Ia merasa terpukul karena Ren tiba-tiba saja seolah membuangnya, hanya karena kesalahan yang ia tidak ketahui.
Seharusnya Ren baru kembali ke ibukota dua hari lagi, namun kini ia bahkan mengubah rencananya dan tiba-tiba saja berangkat besok. Ini artinya.. Fee sama sekali tidak akan bertemu Ren lagi.
Fee merasa sangat sedih. Ia tidak tahu mengapa Ren tiba-tiba berubah sikap. Kaki gadis itu menjadi gemetar saat ia melangkah lunglai ke arah pintu. Ren tampak membuang muka dan memfokuskan pandangannya pada buku yang ada di tangan kirinya.
Ia berusaha keras tidak melihat ke arah Fee yang beranjak pergi.
"Tuan..."
Ren mengangkat wajahnya saat mendengar suara Fee. Rupanya gadis itu berbalik dan berjalan mendekatinya. Wajah Fee tampak tenang, tetapi sorot matanya yang sedih tidak dapat disembunyikan. Fee mengulurkan sebuah syal wol berwarna biru gelap yang beberapa hari terakhir ini dirajutnya, ke arah Ren.
"Ini untuk Tuan. Aku merajutnya kemarin untuk diberikan kepada Tuan sebagai hadiah perpisahan. Tadinya aku akan memberikannya lusa saat Tuan pulang ke ibukota.. tetapi ternyata, hari ini adalah pertemuan terakhir kita," kata gadis itu sambil berusaha tersenyum. "Semoga Tuan suka. Aku perhatikan, Tuan menyukai warna gelap, maka aku sengaja memilih warna ini."
Ia menaruh syal itu dengan hati-hati di pangkuan Ren lalu berbalik pergi. Langkahnya bergerak cepat dan sebelum Ren dapat bereaksi, Fee telah menghilang di balik pintu.
Ren menatap syal itu dengan ekspresi rumit. Wajahnya yang tampan tampak mengernyit seolah ia merasakan sakit pada kepalanya. Pemuda itu lalu memejamkan mata dan menggenggam syal itu kuat-kuat. Ia kemudian berusaha menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan diri.
Ia memang sangat membenci tempat ini, tetapi ia tak kuasa untuk menahan dirinya datang kemari, berkali-kali setiap tahunnya. Sejak ia dipanggil pulang ke Moravia tiga tahun lalu, ia mulai sering menghabiskan waktu di Salzsee, bukan karena ia menyukai tempatnya, tetapi karena ia sangat membencinya.
Ia menyesal hari ini telah terbawa emosi hingga ia mengusir Fee pergi dari villa sebelum masa tugas gadis itu selesai. Ren mengerti pasti Fee merasa sangat sedih karena mengira ia membuangnya. Tetapi ia tidak dapat berlari dan mengejar gadis itu untuk menjelaskan duduk perkara yang sebenarnya. Kedudukannya terlalu tinggi dan ia tidak boleh mengejar seorang gadis pelayan.
Lagipula, Ren adalah seorang pangeran dan Fee hanya rakyat biasa, yang bertugas menjadi pelayan pribadinya minggu ini. Ren tidak wajib menjelaskan apa pun kepada gadis itu.
Dengan pikiran itu, akhirnya Ren membuka matanya dan mendesah. Ia menatap syal pemberian Fee dan menggenggamnya erat-erat. Ini adalah syal yang dibuat dengan penuh perhatian. Ia ingat hari-hari saat mereka menghabiskan waktu bersama di ruang tamu ini, saat ia sibuk bekerja dan Fee menyibukkan diri dengan rajutannya.
Ia ingat gadis itu sering tersenyum sendiri saat sedang merajut dan berkali-kali mencuri pandang kepadanya. Ia tahu Fee menyukainya, tetapi ia sama sekali tidak menduga gadis itu merajut syal ini untuknya. Sebentar lagi musim gugur akan memasuki bulan November yang sangat dingin, kemudian diikuti musim dingin. Ternyata Fee sengaja membuat syal ini untuk menghangatkannya.
Ren akhirnya bangkit dan menaruh syal itu di kamarnya dan kembali ke ruang tamu untuk meneruskan membaca. Namun demikian, pikirannya tidak dapat fokus. Setelah setengah jam ia tak juga dapat memusatkan pikirannya pada bukunya, Ren akhirnya memutuskan untuk mencari udara segar.
Ia mengambil mantelnya dan berjalan keluar dari villa. Cuaca hari itu tampak agak mendung dan udara mulai dingin. Ren merapatkan mantelnya dan berjalan dengan tangan di saku menuruni area villa yang lebih tinggi dan melewati taman bunga di bawahnya.
Ia berjalan terus menuju ke danau untuk meredakan hatinya yang gelisah. Ketika ia hampir tiba di tepi danau, dari jauh ia melihat Fee sedang tersungkur jatuh ditimpa sepedanya. Wajah gadis itu tampak dipenuhi air mata.
Tanpa sadar, Ren telah berjalan semakin cepat bahkan akhirnya berlari ke arah gadis itu.
"Kau kenapa?" tanyanya cemas saat tiba di dekat Fee. Gadis itu mengangkat wajahnya yang berlinang air mata dan ekspresi sedihnya segera berubah menjadi terkejut.
Fee merasa sangat sedih karena Ren tiba-tiba mengusirnya secara halus tanpa ia mengetahui apa kesalahannya, dan hal itu membuat pikirannya kacau. Saat sedang mengayuh sepedanya pulang ke rumah pandangan Fee kabur oleh air mata sehingga ia tidak melihat ada batu besar di depan sepedanya. Gadis itu pun terjatuh ketika ban depan sepedanya menabrak batu, dan tubuhnya terbanting keras ke tanah.
Mendengar pertanyaan Ren, Fee hanya menggeleng-geleng. Ia berusaha bangkit sendiri dan melepaskan tangan Ren yang menyentuh bahunya.
"Aku.. tadi ceroboh dan tidak melihat jalan. Aku tidak apa-apa..." kata gadis itu sambil memaksakan tersenyum. Ia bangkit dan segera menarik sepedanya agar berdiri. Setang sepeda kanannya bengkok dan rodanya rusak. Ia tak dapat menaiki sepeda itu lagi.
Ren hanya melihat dengan pandangan rumit pada Fee yang menahan sepedanya dan membungkuk beberapa kali sebelum permisi pergi sambil menuntun sepedanya. Pria itu memperhatikan bahwa lutut kanan gadis itu berdarah dan pakaiannya kotor, tetapi gadis itu dengan keras kepala bersikap seolah ia baik-baik saja.
Seketika Ren merasa dipenuhi perasaan bersalah karena telah membuat Fee menangis dengan perlakuannya barusan.
"Kau mau tahu kenapa aku sangat membenci tempat ini?" tanya Ren tiba-tiba.
Fee yang baru berjalan beberapa langkah menjadi terpaku di tempatnya. Gadis itu menoleh dan menatap Ren dengan pandangan penuh pertanyaan.
"Orang yang sangat kusayangi meninggal di sini..." kata Ren dengan suara tercekat. Ia tak menyembunyikan air mata yang mengalir menuruni pipinya.
Ia menatap Fee dengan pandangan sangat sedih, sementara gadis itu memandangnya dengan wajah tertegun dan bibir sedikit terbuka. Keduanya berdiri terpaku di tempat masing-masing saling menatap dengan wajah sedih.