The Alchemists: Cinta Abadi

Percakapan Fee dan Ren



Percakapan Fee dan Ren

Mereka berdua minum teh bersama seperti teman. Fee merasa terharu karena Ren ternyata sama sekali tidak memperlakukannya seperti pelayan dalam dugaannya. Pria itu ternyata sangat sibuk dan menghabiskan banyak waktunya bekerja di ruang kerjanya ataupun di kamar tidur, sangat jarang menyuruh-nyuruh Fee untuk melakukan ini itu.     

Fee sendiri menjadi keheranan, mengapa Ren jauh-jauh datang ke Salzsee kalau ia tetap bekerja? Bukankah orang-orang ke sini untuk berlibur dan menenangkan diri? Kenapa Ren malah tetap terlihat sibuk?     

Namun demikian, Fee hanya dapat menyimpan pertanyaan demi pertanyaan dalam hatinya karena ia tidak mau lancang. Ia merasa sudah terlalu berani dengan tadi menanyakan kenapa Ren bisa mengalami insomnia parah. Walaupun pria itu menjawab pertanyaannya dengan baik, Fee kini tidak mau dianggap lancang.     

Karenanya ia duduk dengan patuh di ruang tamu sambil menyibukkan diri dengan bukunya atau menata bunga di vas, menunggu Ren membutuhkan bantuannya.     

TOK TOK     

Pukul 1 siang, seorang pelayan datang mengantarkan makan siang dari restoran dengan sebuah troli makanan. Ren ternyata telah memesan makan siang dan makan malam selama seminggu penuh dan setiap hari seorang pelayan akan datang mengantarkan hidangan untuknya.     

Fee menerima troli makanan dari Sam yang mengantarkannya dan mengucapkan terima kasih. Ia lalu mendatangi kamar tidur dan memanggil Ren untuk makan.     

"Tuan, makan siang sudah datang. Tuan mau makan sekarang?" tanya Fee dengan sopan.     

Ren yang sedang mengerjakan sesuatu di komputernya, mengangkat wajahnya dan mengangguk. "Iya. Tolong disiapkan ya. Aku akan membereskan dulu sedikit pekerjaanku."     

Fee menurut. Ia segera mengambil hidangan dari troli dan menatanya di meja makan yang menghadap ke taman. Untuk sesaat ia tertegun karena melihat semua hidangan tersedia dalam dua porsi.      

Apakah Ren memesankan makanan untuknya juga? Tadinya Fee akan pergi ke dapur karyawan untuk makan siang setelah ia selesai membereskan makan siang Ren. Tetapi kini ia menyadari bahwa sepertinya Ren ingin makan siang bersamanya.     

Fee menjadi kebingungan. Ia tidak tahu apakah memang Ren memperlakukan pelayan pribadinya yang dulu seperti ini juga, atau hanya kepada Fee saja.     

Kebingungannya terjawab ketika Ren masuk ke ruang makan dan mengambil duduk di kursi makan. Ia mengangkat tangannya dan mempersilakan Fee duduk.     

"Makanlah bersamaku. Aku tidak suka makan sendirian," kata pria itu sambil mengulurkan piring ke arah Fee. "Jangan sungkan."     

Fee menatapnya keheranan. Agak ragu-ragu ia akhirnya mengambil piring itu dari tangan Ren. Ah.. Ren bilang ia tidak suka makan sendirian. Itu berarti pelayan pribadinya sebelum Fee juga selalu ikut makan bersamanya. Fee menjadi sangat lega.     

"Terima kasih..." kata Fee sambil tersenyum manis.     

"Hmm.." Ren menyantap makan siangnya tanpa bicara apa-apa lagi. Fee hanya bisa makan dalam diam. Ia tidak mengerti apa yang sedang terjadi, tetapi selama Ren tidak memperlakukannya dengan buruk, Fee tidak akan protes.     

Setelah mereka selesai makan, Ren kembali bekerja di kamar kerjanya dan Fee membereskan bekas makan siang mereka. Setelah selesai, gadis itu kembali membaca buku.     

Pukul 5 sore, Fee menyiram tanaman di teras dan merapikan villa. Setelah semuanya beres, ia mengetuk pintu kamar dan permisi untuk pulang.     

"Tuan, tugasku hari ini sudah selesai. Aku mau pulang sekarang. Apakah Tuan membutuhkan sesuatu yang lain sebelum aku pergi?" tanyanya sambil berdiri di ambang pintu.     

Ren mengangkat wajah dari laptopnya dan mengerutkan keningnya sedikit. Ia lalu menggeleng. "Tidak ada. Terima kasih kau telah menemaniku hari ini. Sampai jumpa besok."     

Fee tersenyum dan mengangguk. "Baiklah, kalau begitu aku permisi dulu. Selamat beristirahat."     

Fee keluar dari villa dengan hati gembira. Sungguh, sepertinya keberuntungan mulai berpihak kepadanya. Hari ini ia menjalani hari pertamanya bekerja sebagai pelayan pribadi Ren, dan pria itu memperlakukannya dengan sangat baik. Ia merasa beruntung.     

***     

Keesokan harinya Fee datang ke villa dengan membawa kerajinan tangan. Ia membawa beberapa benang rajutan dan jarumnya, beberapa buku, laptopnya, dan peralatan merangkai bunga. Ia memutuskan untuk melakukan hal-hal yang ia sukai sambil menunggui Ren bekerja, seperti yang diminta pria itu.     

"Kau membawa barang-barang yang kau sukai?" komentar Ren sambil tersenyum saat melihat Fee mengeluarkan segulung benang dan dua buah jarum rajut dari tasnya. Mereka baru selesai minum teh bersama dan Ren memutuskan untuk bekerja dengan laptopnya di ruang tamu, sementara Fee memutuskan untuk merajut.     

Fee mengangguk. Ia tidak akan memberi tahu Ren bahwa ia memutuskan untuk merajut syal bagi pria itu sebagai tanda terima kasih atas kebaikannya. Fee sengaja memilih benang berwarna biru tua, karena ia merasa Ren menyukai warna-warna gelap.     

"Aku akan duduk di sini dan merajut sambil menunggui Tuan bekerja," kata Fee malu-malu. "Nanti kalau Tuan memerlukanku, silakan katakan saja ya..."     

Ren hanya tersenyum mendengar kata-kata gadis itu dan kemudian mengangguk. Ia kembali memusatkan perhatiannya pada pekerjaan di laptopnya, tetapi entah kenapa siang ini ia menjadi sulit berkonsentrasi.     

Pemandangan di depannya tampak sangat menyenangkan. Fee duduk manis di sofa dengan memangku dua buah benang dan jarum rajut sambil meneliti gambar pola di sampingnya. Fee kali ini mengenakan gaun sederhana berwarna merah muda dan mantel krem. Ia tampak sangat serius dengan rajutannya dan membuat gadis itu tampak semakin menarik. Ia terlihat begitu feminin dan cantik.     

Ren menatap Fee dengan sepasang mata yang tidak berkedip selama beberapa saat. Pandangannya tampak rumit dan ekspresi wajahnya tidak dapat dibaca. Ia kemudian memejamkan matanya dan melengos.     

Dengan susah payah ia kembali memusatkan perhatiannya pada laptop yang ada di pangkuannya. Fee sama sekali tidak menyadari hal itu. Dengan hati gembira ia membuat pola dan merajut syalnya dengan sepenuh hati. Bibirnya tanpa sadar tersenyum tipis saat membayangkan di hari terakhir pertemuan mereka, ia akan menyerahkan syal itu sebagai kenang-kenangan.     

Setelah Ren pergi dari resort, Fee akan segera mengundurkan diri dari pekerjaannya dan melamar pekerjaan di tempat lain. Mereka mungkin tidak akan bertemu lagi.     

Ahh.. pikiran itu membuatnya sedih. Fee sangat ingin bisa bertemu Ren lagi.. tetapi ia tahu, begitu Ren pergi, Franka akan kembali membuatnya menderita. Ia tidak bisa mengambil risiko jika ia terus di resort ini.     

Lagipula.. ia merasa harus tahu diri. Ia hanyalah seorang gadis desa yang miskin. Ia tidak boleh berpikir terlalu tinggi bahwa seorang pangeran seperti Ren akan menyukainya sebagai seorang wanita. Ia hanya bisa mengagumi pria itu dari jauh.     

Kesempatannya menemani Ren selama beberapa hari ke depan sebagai pelayan pribadinya adalah suatu keberuntungan yang harus ia manfaatkan dengan bekerja sebaik-baiknya.     

Mereka berdua lalu sibuk dengan pekerjaan dan pikiran mereka sendiri-sendiri dan tidak ada yang berbicara apa pun selama satu jam berikutnya. Suasana di ruang tamu itu terasa sangat damai dan menyenangkan.     

Makan siang kemudian tiba dan seperti kemarin, Fee kembali menyiapkan makan siang untuk mereka dan keduanya makan siang bersama. Pukul 5 sore, Fee kembali permisi untuk pulang.      

***     

Demikianlah keseharian Fee selama seminggu ini. Ia akan datang pagi hari, membantu membereskan sedikit di villa, mengurusi tanaman, menyajikan teh, menyajikan makan siang dan makan siang bersama Ren. Sesekali ia akan mengobrol bersama Ren tentang desanya. Selebihnya mereka sibuk dengan kegiatan mereka sendiri-sendiri.     

Setelah satu minggu berlalu, Fee mulai bertanya-tanya, sampai kapan Ren akan menginap di Salzsee. Ia sudah harus mulai mempersiapkan diri untuk melamar pekerjaan baru begitu Ren pergi.     

"Uhm.. Tuan, kalau aku boleh bertanya... sampai kapan Tuan akan ada di resort kami ini?" tanya Fee setelah membereskan piring bekas makan siang mereka dan menyajikan secangkir teh untuk Ren yang kembali sibuk dengan laptopnya di ruang tamu.     

Ren menerima cangkir dari tangan Fee dan menjawab pertanyaannya. "Aku ada urusan negara tiga hari lagi. Jadi, lusa aku akan kembali ke ibukota."     

"Oh, begitu.." Fee mengangguk.     

Cepat sekali, pikirnya sedih.     

"Kenapa?" tanya Ren.     

"Uhm.. tidak apa-apa. Aku hanya ingin tahu..." Fee duduk di sofa dan kembali mengurusi rajutannya. Ia tidak enak memberi tahu Ren bahwa ia akan berhenti bekerja dari resort begitu pemuda itu pergi. Ia tidak ingin Ren menganggapnya sengaja ingin dikasihani.     

Lagipula.. ia tahu diri. Ia hanya seorang pelayan di sini.     

"Fee.. apakah kau pernah ke ibukota?" tanya Ren tiba-tiba.     

Fee mengangkat wajahnya dan menatap Ren saat mendengar pertanyaan pria itu. "Pernah, Tuan. Aku ke ibukota beberapa bulan lalu untuk merayakan kelulusan."     

"Kau suka ibukota?" tanya Ren lagi.     

"Uhm... kotanya sangat cantik," jawab Fee.      

"Kenapa kau tidak mencari pekerjaan di ibukota? Bukankah desa ini terlalu sepi?" tanya Ren penuh perhatian. "Kurasa kau bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih baik di ibukota. Di resort ini, duniamu akan menjadi sangat terbatas."     

Fee memang pernah memikirkan hal itu, tetapi ia tidak tega meninggalkan neneknya yang sudah tua. Akhirnya, ia hanya bisa menggeleng. "Uhm... nenekku sudah tua dan sakit-sakitan. Aku tidak bisa meninggalkannya sendiri."     

"Hm.. kenapa kau tidak membawanya?" tanya Ren. "Kalau kau bisa mendapatkan pekerjaan yang bagus di ibukota, kau akan bisa merawat nenekmu di sana."     

"Hmm... aku tidak yakin bisa mendapatkan pekerjaan bagus.." Fee tertawa kecil. "Aku hanya lulusan SMA, itu pun aku terlambat dua tahun karena aku sakit cukup lama."     

"Tapi kau bisa bahasa Prancis. Tentu ada banyak pekerjaan yang bisa kau lakukan dengan kemampuan bahasa asing seperti itu," kata Ren meyakinkan Fee. "Kau juga bisa mendapatkan beasiswa untuk kuliah agar nanti bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih baik."     

Fee tercenung. Ia ingin sekali melakukan itu semua, tetapi ia tahu tentu tidak akan semudah itu. Ia hanya tersenyum dan tidak menjawab lagi. Ia lalu berusaha mengalihkan pembicaraan dengan menanyakan alasan mengapa Ren sangat menyukai datang ke Salzsee. Ia penasaran ingin mengetahui alasannya.     

"Setahuku, Tuan cukup sering datang ke resort kami ini. Kenapa Tuan tidak membangun rumah peristirahatan sendiri di Salzsee? Jadi Tuan bisa datang kapan saja dan tidak harus tinggal di resort, di sini Tuan harus menyamar menggunakan nama lain untuk melindungi privasi Tuan," kata Fee kemudian.     

Ren tampak merenung mendengar kata-kata Fee barusan. Ia lalu menatap gadis itu dengan penuh perhatian dan bertanya, "Kau mau aku membangun rumah peristirahatan di Salzsee?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.