The Alchemists: Cinta Abadi

Nyanyian Fee



Nyanyian Fee

"Pangeran Ren..." kata Fee sambil membungkuk hormat.     

Pria itu mendecak lagi. Kali ini suaranya benar-benar terdengar kesal. "Kalau kau masih memanggilku seperti itu, aku akan membatalkan permintaanku menjadikanmu pelayan pribadiku dan kau bisa terus bekerja membersihkan villa sampai tua."     

Fee sangat terkejut mendengar kata-kata Ren. Ia benar-benar tidak mengerti pria ini.     

"Aku.. aku tidak berani lancang," kata gadis itu dengan nada bingung. "Kumohon Pangeran jangan mempersulitku. Aku di sini hanya karyawan rendahan."     

"Benar. Karena itu aku ingin kau menuruti kata-kataku. Jangan pernah panggil aku pangeran kecuali kalau kita sedang berada di istana. Aku tidak suka mendengarnya," kata Ren dengan suara ketus. "Kau boleh memanggilku Tuan, tapi tidak usah memanggilku Pangeran. Sia-sia aku menyembunyikan identitasku kalau kau membongkarnya dengan begitu mudah di depan orang lain."     

Akhirnya Fee hanya bisa mengangguk patuh. "Aku mengerti."     

"Bagus. Sudah kuduga kau pintar." Akhirnya Ren tersenyum puas. Ia mengambil sarung tangan dari troli Fee dan kemudian bersimpuh, ikut memunguti pecahan porselen dari lantai dan menaruhnya di kantung sampah. "Biar kubantu agar cepat selesai."     

Fee tidak berani membantah lagi. Lagipula ia ingin cepat-cepat pergi dari situ, karenanya ia segera mengumpulkan pecahan porselen bersama Ren dan menaruhnya di kantung sampah.     

Gadis itu kemudian menggunakan vakum untuk membersihkan serpihan-serpihan kecil lalu menyetel robot pembersih untuk mengepel lantainya.     

Tidak sampai sepuluh menit kemudian, semuanya sudah kembali rapi. Fee mengusap keningnya yang berpeluh dan mendesah lega. Ah.. masih ada beberapa gelas yang harus dicucinya di wastafel.     

Ia segera membereskan semuanya dan menata kembali gelas-gelas itu di rak pengering dan mengelap konter dapur hingga bersih. Selama Fee bekerja, Ren berdiri memperhatikannya.     

Pria itu memasukkan kedua tangan di saku dan berdiri tidak bergerak di samping troli, seolah terpesona pada gadis cantik yang begitu sigap membersihkan dapurnya.     

Ren masih tidak habis pikir. Tadi, saat ia mengobati jari Fee yang terluka, ia merasakan sendiri betapa halusnya tangan gadis itu. Fee sama sekali tidak terlihat seperti gadis miskin yang biasa bekerja keras.     

Pakaiannya memang sangat jelek, karena ia mengenakan seragam tukang bersih-bersih, tetapi bahkan pakaian jelek itu tidak mampu menyembunyikan kecantikannya yang luar biasa.     

Kalau Fee sampai memakai pakaian bagus... Ren tak dapat membayangkan betapa jauh lebih cantiknya gadis itu. Fee sungguh merupakan gadis paling cantik yang pernah ditemuinya seumur hidup.     

Fee merasa bahwa Ren memperhatikannya sedari tadi, tetapi ia berusaha pura-pura tidak terganggu. Bagaimanapun, ia tak mungkin menyuruh laki-laki itu pergi dari dapur hanya karena ia sedang bekerja. Ren adalah tamu VVIP resort ini.     

Fee berusaha tetap bersikap wajar dan melaksanakan tugasnya dengan baik. Setelah selesai membereskan dapur, ia lalu membereskan ruang tamu, ruang kerja, kamar mandi, dan terakhir ia masuk ke kamar tidur.     

Ren mengikutinya ke kamar tidur.      

"Kau tidak menyanyi lagi?" tanya Ren tiba-tiba, membuat Fee kaget setengah mati.     

Gadis itu menjadi salah tingkah dan hampir tersandung ketika ia hendak menarik seprei dan selimut untuk menggantinya dengan yang baru.     

Gadis itu baru menyadari bahwa kemarin ternyata Ren juga mendengarnya menyanyi sebelum ia jatuh tertidur.     

Ya Tuhan... Fee merasa sangat malu memikirkannya. Ia hanya menyanyi kalau sedang sendirian dan kemarin ia tidak tahu bahwa tamu VVIP ini mendengarkannya saat sedang bersenandung.     

"Tidak, Tuan," jawab gadis itu dengan sopan. "Aku tidak mau mengganggu Tuan. Maafkan kemarin aku lancang. Aku menyanyi karena aku tidak tahu ada Tuan di dalam villa. Aku tidak akan mengulanginya lagi."     

Ren menggeleng-geleng.     

"Justru aku senang mendengar nyanyianmu," kata Ren tegas. "Kalau aku tidak salah, justru nyanyianmu yang membuatku tidur. Aku tidak ingin kau merasa canggung dan tidak nyaman , tetapi kuharap kau tidak keberatan menyanyi untukku sebentar setelah kau selesai membereskan tempat tidurku."     

"Eh?" Fee membelalakkan matanya besar sekali.     

Ren memintanya untuk menyanyi?     

"Kumohon..." kata pria itu dengan sopan. Suaranya terdengar bernada memohon. "Aku sangat ingin tidur."     

Fee tercengang selama beberapa saat. Ia baru menyadari bahwa Ren memang serius dengan ucapannya.     

Berarti.. kemarin Ren bisa tidur karena mendengar suara nyanyiannya? Ahh...     

Dalam hati gadis itu merasa terharu. Ia tidak mengira pria ini begitu menyukai suaranya hingga kali ini sengaja memintanya untuk menyanyi lagi. Akhirnya Fee tersenyum malu-malu dan mengangguk.     

"Baiklah, Tuan. Aku akan menyanyi untuk membantu Tuan tidur."     

"Terima kasih." Pria itu tampak sangat senang, sehingga wajahnya mengembangkan senyum lebar yang membuatnya terlihat jauh lebih tampan dari sebelumnya. Fee menjadi terpesona dan tanpa sadar menelan ludah.     

Pangeran ini begitu sempurna, pikirnya.     

Ahh... entah kenapa dadanya kemudian dirayapi perasaan sedih karena dirinya hanyalah seorang gadis miskin dari desa. Walaupun Pangeran Ren menyukai Fee dan bersikap baik kepadanya, ia hanya menginginkan gadis itu untuk menjadi pelayan pribadinya di resort.     

Fee harus tahu diri dan tidak boleh berpikir macam-macam. Ia hanya dibutuhkan untuk membereskan villa dan menyanyi demi membantu Ren tidur.     

Ia berusaha mengalihkan pikirannya dengan menfokuskan diri pada pekerjaannya. Fee lalu mengganti seprei dan selimut, serta sarung bantal dan menata tempat tidur dengan rapi.     

Setelah itu, ia mengganti air di vas dan merapikan kembali rangkaian bunganya hingga terlihat seperti baru. Bunga lavender di vas masih terlihat segar dan wanginya hari ini lebih terasa dibandingkan kemarin.      

Ren duduk di kursi kerjanya dengan wajah cerah dan memperhatikan Fee bekerja. Setelah semuanya rapi, Fee hendak membuka semua gorden dan jendela agar udaranya berganti, tetapi Ren segera menghentikannya.     

"Tidak usah dibuka. Tolong tutup saja semua gordennya. Aku mau tidur," kata pria itu tiba-tiba sambil bangkit berdiri.     

Tangannya sigap menahan tangan Fee yang hendak membuka jendela dan tanpa sadar tangan keduanya bersentuhan. Saat itu terjadi, entah kenapa jantung Fee seketika berdetak sangat kencang dan tubuhnya membeku. Barulah beberapa detik kemudian ia tersadar dan buru-buru melepaskan diri.     

"Ba.. baik, Tuan. Akan kututup sekarang." Ia segera berjalan cepat ke jendela paling ujung dan menutupkan semua gorden. Ren hanya memandang tindakannya dengan mata tersenyum. Ia kemudian menggeleng pelan mengingat peristiwa yang barusan terjadi.     

Gadis ini sepertinya menyukainya, pikir Ren. Biasanya Ren selalu akan merasa tergganggu bila ada wanita yang mencoba dekat-dekat dengannya, tetapi entah kenapa, terhadap Fee ia sama sekali tidak merasa seperti itu.     

Kalau boleh jujur, sebenarnya tadi ketika tangan mereka bersentuhan, ia juga merasakan dadanya berdebar-debar. Ia belum pernah merasakan hal seperti ini sebelumnya terhadap siapa pun. Fee sama sekali tidak membuatnya terganggu.     

Dengan wajah tersenyum simpul ia akhirnya berjalan menuju ke arah tempat tidurnya. Dengan cuek ia melepaskan sepatunya dan membuka kancing kemejanya. Ahh... akhirnya ia akan menikmati tidur yang menyenangkan.     

Ia melepaskan kemejanya dan menaruhnya dengan rapi di meja samping tempat tidur. Fee yang baru selesai menutupkan semua gorden, berbalik menghadap Ren untuk menanyakan apakah pria itu ingin lampu dimatikan atau tidak.      

Wajahnya seketika memerah seperti kepiting rebus ketika melihat pangeran putra mahkota Moravia berdiri di samping tempat tidur dengan bertelanjang dada dan siap untuk berbaring.     

Namun demikian, Fee berusaha menahan perasaannya dan tidak berkata apa-apa. Ren yang melihat ekspresinya demikian hanya geleng-geleng kepala. Dari sikap gadis ini yang masih malu-malu melihat tubuhnya, ia dapat menduga bahwa Fee masih polos dan tidak berpengalaman dengan lelaki.     

Entah kenapa hal itu membuat dadanya terasa hangat.     

Ia naik ke tempat tidur dan berbaring dengan nyaman. Wajahnya tampak relaks sekali. Ia lalu menoleh dan melambaikan tangannya untuk memanggil Fee mendekat.     

"Kemarilah..." katanya.     

Fee menurut dan berjalan mendekatinya perlahan-lahan, berusaha menyembuyikan wajahnya yang memerah. "Ada apa, Tuan?"     

Ren menutup kedua matanya dan menutupkan selimutnya hingga ke dada. "Tolong bernyanyilah untukku, sampai aku tertidur. Setelah itu kau boleh pergi."     

Fee tertegun. Ia kini sadar bahwa Ren sungguh-sungguh dengan ucapannya tadi. Pria itu benar-benar sudah berbaring di ranjangnya, siap untuk tidur.     

Benarkah suara nyanyian Fee yang kemarin membuatnya mengantuk dan tidur? Bagaimana kalau ia salah? Bagaimana kalau hari ini Fee menyanyi dan ia tidak tidur?     

Tiba-tiba Fee merasa sangat kuatir.     

Ren membuka sebelah matanya ketika ia tidak juga mendengar suara nyanyian. Ia menatap Fee dalam-dalam dan bertanya, "Kau takut nyanyianmu tidak akan membuatku tidur?"     

Deg!     

Fee terkejut karena pria ini seolah bisa membaca pikirannya. Fee mengangguk lemah.     

"Tidak apa-apa. Kalau itu terjadi, berarti aku yang salah," jawab Ren santai. "Tapi kumohon.. kita coba saja ya? Kau boleh duduk di sofa itu atau di pinggir pembaringanku. Terserahmu saja."     

Ia memejamkan matanya lagi.     

Fee menarik napas lega. Baiklah... kalau Ren memang percaya bahwa suara nyanyian Fee dapat membantunya tidur, maka Fee akan berusaha sebaik-baiknya.      

Ia pun sangat kasihan melihat pria itu kesulitan tidur. Semoga saja Ren memang benar.     

Akhirnya ia duduk di sofa di dekat tempat tidur dan mulai bersenandung lagu kesukaannya. Suaranya mula-mula pelan, tetapi semakin lama terdengar semakin percaya diri.     

Sepuluh menit kemudian ia melihat Ren telah tertidur damai dengan dada yang bergerak turun naik dengan napas teratur. Fee terpesona melihat pemandangan di depannya.     

Ia benar-benar tidak menyangka bahwa suara nyanyiannya memang dapat membuat pria itu tidur. Dengan penuh rasa ingin tahu, Fee lalu bangkit dari sofa dan berjalan mendekati tempat tidur, sambil bibirnya masih terus melantunkan lagu.     

Saat ia tiba di pinggir tempat tidur, Fee dapat melihat bahwa Ren memang benar-benar sudah tidur. Wajahnya tampak damai sekali. Ia kembali terlihat sangat muda dan baik hati, sama sekali tidak ada kesan ketus dan angkuh seperti tadi saat ia marah-marah kepada Pak Krause.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.