Surat Dari Penculik
Surat Dari Penculik
Untuk menghilangkan kecurigaan para pengawal Vega dan Altair serta Mischa yang selalu mengawasi keduanya, orang-orang misterius ini membuntuti Vega bergantian. Setelah beberapa kali menangkap sosok mereka di tempat berbeda, barulah Nicolae menyadari bahwa ini bukanlah suatu kebetulan.
Ia segera melacak identitas keempat orang itu dan membagikan informasi yang diperolehnya dengan semua orang. Namun sayangnya, lagi-lagi mereka menemukan jalan buntu. Tak ada data yang tersedia untuk orang-orang itu. Seolah mereka semua tidak pernah ada.
"Bagaimana bisa ini terjadi?" Caspar menjadi sangat bingung. Ia tahu kemampuan Nicolae dan Marie. Mereka adalah hacker legendaris yang mempunyai akses ke informasi di ujung jari mereka. Tetapi bahkan keduanya tidak dapat memperoleh informasi apa pun yang berguna.
Mereka seolah menemui jalan buntu. Alaric dan Pavel sudah membuat daftar orang-orang yang berpotensi menjadi dalang di balik penculikan ini. Sungguh merupakan daftar yang sangat panjang. Mereka mendatangi semua tersangka potensial dan memastikan keterlibatan mereka.
Namun bahkan orang paling kaya dan berkuasa di dunia saat ini harus mengakui bahwa harta dan kekuasaannya bahkan bisa menjadi tidak berguna untuk menemukan anak kandungnya yang hilang. Ini sangat di luar dugaan siapa pun.
Tujuh hari berlalu dan suasana di penthouse sudah menjadi sangat mencekam. Alaric dan Aleksis tampak kehilangan semangat hidup. Air mata mereka telah kering dan keduanya tidak dapat dihibur lagi. Mereka hanya bertahan demi ketiga anak mereka yang lain.
Tetapi sesungguhnya... di hari mereka menerima kabar penculikan Vega, Alaric dan Aleksis merasakan bahwa separuh jiwa mereka telah hilang.
"Kita tidak bisa di sini terus," kata Caspar akhirnya. Ia tahu, sebagai kepala keluarga, ia harus mengambil keputusan di tengah suasana tragis yang menghancurkan hati semua orang. Hotel Nobel telah menjadi pusat perhatian dan kerumunan orang-orang yang penuh rasa ingin tahu.
Berita tentang penculikan Vega Linden menjadi berita paling menggemparkan dunia setelah kasus penculikan bayi Lindbergh lebih dari seratus tahun yang lalu.
Banyak orang simpati tetapi juga penasaran ingin mengetahui tentang kondisi keluarga Linden dan Schneider yang terdampak. Bagaimanapun, manusia adalah makhluk sosial yang selalu ingin tahu tentang gosip dan kabar orang lain.
Saat Alaric mengetahui bahwa area di sekitar mereka selalu dipenuhi orang-orang yang penasaran, kemurkaannya bangkit dan ia hampir memperintahkan orang-orangnya untuk mengusir kerumuman itu secara paksa.
Inilah sebabnya ia membenci manusia! Ia tidak tahan dengan mereka.
Caspar mengambil alih kendali dan mengatur agar polisi dan divisi keamanan mereka sendiri membereskan kerumunan tersebut agar keluarganya mendapatkan privasi. Ia lalu mendudukkan semua orang di ruang keluarga dan mengajak mereka bicara secara blak-blakan.
"Kita harus pergi ke Stuttgart atau Targu Mures, atau Grosseto untuk menenangkan diri. Kota ini terlalu ramai dan sulit mempertahankan privasi kita di sini dengan kondisi seperti sekarang."
Ia menarik napas panjang. Wajahnya yang muda dan tampan, entah kenapa hari ini terlihat sangat lelah dan seolah menua beberapa tahun. Ia belum pernah merasa seburuk ini dalam hidupnya.
"Lauriel dan anak buahnya masih mengadakan penyelidikan, Nicolae dan Marie, semua tim investigasi dari Schneider Group dan RMI, bahkan para mantan anggota Rhionen Assassins dan juga ribuan freelancer di Darknet masih ikut bekerja untuk mencari Vega. Kita tidak akan pernah berhenti dan kita tidak akan pernah menyerah. Kita hanya perlu mencari tempat yang lebih tenang untuk berkoordinasi."
Semua orang menatap sang ketua klan dengan penuh perhatian. Mereka setuju dengan pendapatnya. Mereka harus pergi dari Paris.
"Aku memilih untuk pulang ke Targu Mures," kata Alaric akhirnya. "Aku bisa mengendalikan semua operasi dari sana. Aku akan meminta Terry membawa anak-anakku pulang ke sana."
Sudah seminggu ia menitipkan anak-anaknya kepada Terry di New York. Walaupun pengamanan mereka semua diperketat berkali-kali lipat, ia tidak mau mengambil risiko sama sekali. Ia akan selalu mengawasi anak-anaknya dengan mata kepalanya sendiri. Ia tidak akan membiarkan mereka jauh darinya.
"Bagus. Kita akan membagi diri. Sebagian bisa ikut ke Targu Mures, sementara aku akan bergabung dengan Lauriel dan melanjutkan pencarian. Finland akan ikut kalian ke Targu Mures. Aku tidak mau membahayakan keselamatannya dengan membawanya bersamaku," kata Caspar kemudian.
Ia sudah membicarakan ini dengan istrinya, dan ia sadar bahwa di saat kritis seperti ini, akan lebih baik jika Finland mendampingi anak dan menantunya. Mereka tentu akan sangat membutuhkan dukungan emosional menghadapi situasi yang sangat mematahkan hati ini.
Mischa mengetuk pintu dan masuk ke dalam ruang keluarga. Wajahnya yang tampan terlihat sangat kuyu dan tertekan. Matanya tampak gelap seperti kehilangan cahaya hidupnya.
Pagi ini ia mengkremasi Lisa dan menebarkan abunya di laut. Polisi telah menyelesaikan penyelidikan mereka dan tak dapat menemukan petunjuk berarti.
Mereka akhirnya melepaskan jenazah untuk dimakamkan atau dikremasi oleh keluarganya. Keluarga Lisa menerima kehadiran Mischa di upacara pelepasan jenazah karena mereka mengerti betapa pria itu juga sama hancurnya dengan mereka akibat kematian gadis itu.
Bersama-sama, mereka lalu menebarkan abu jenazah Lisa ke laut seperti yang selalu diinginkannya. Kini, tak ada lagi yang menahan Mischa di Paris. Ia ingin segera pulang ke rumahnya di Bucharest ataupun ikut Alaric untuk mengejar para penculik Vega dan pembunuh Lisa, bahkan sampai ke ujung dunia, jika perlu!
"Kau mau ikut kami ke Targu Mures?" tanya Alaric saat melihat kedatangan Mischa. "Ayah mertuaku mengatakan sebaiknya kita keluar dari Paris dan mencari tempat yang lebih privasi. Saat ini tidak ada jaminan bahwa Vega masih disekap di Paris. Sudah tujuh hari berlalu, dan sekarang mereka bisa ada di mana pun di seluruh dunia."
Mischa tampak tidak perlu berpikir sama sekali. Dengan singkat ia menjawab, "Targu Mures."
"Baiklah. Kalau begitu, kita berangkat sore ini," kata Alaric.
Tidak ada yang bicara lagi. Mereka akan segera berkemas dan berpisah. Pencarian akan dilakukan dari beberapa tempat berbeda dengan koordinasi yang ketat.
TOK TOK
Kepala pelayan yang selalu setia menunggu di sudut ruangan segera membuka pintu penthouse. Di depan pintu ada seorang staf hotel yang berdiri dengan membawa kotak di tangannya.
"Mohon maaf, ada paket untuk Tuan Elios Linden."
Kepala pelayan tersebut menerima paketnya dan segera membawa ke ruang keluarga dan menyerahkannya kepada Alaric.
"Ada paket untuk Anda, Tuan. Isinya sudah diperiksa di bawah lewat mesin pemindai. Tidak ada barang mencurigakan."
Paket ini dikirim lewat pos. Ada nama pengirim dan alamat di kotaknya. Nicolae sigap memfoto keterangan pengirim dan mencari tahu identitasnya. Alaric kemudian memangku kotak itu dan bersiap membukannya.
"Hmm..." Alaric membuka kertas pembungkus kotak dan segera membuka tutupnya untuk mengetahui apa isinya. Wajahnya seketika kembali menjadi merah. Rahangnya mengeras dan keningnya berkerut.
Aleksis dan Nicolae segera menghampiri untuk melihat apa isi kotak tersebut yang demikian mengejutkan Alaric.
Aleksis menjerit tertahan saat melihat isinya. Ia segera mengambil segenggam rambut halus panjang berwarna platinum dari dalam kotak. Air matanya segera mengalir deras. Ia sedang menggenggam rambut panjang anak perempuannya yang telah digunting habis.
Wanita itu segera menangis meraung-raung dan ibunya menghambur untuk memeluk Aleksis dan berusaha menenangkannya.
"Ssshh... Sayang.. jangan berpikir buruk dulu. Itu hanya rambut..." Finland sendiri merasakan kesedihan luar biasa saat melihat rambut Vega di dalam kotak. Pikirannya segera membayangkan hal-hal yang buruk. Namun, ia berusaha tetap tenang demi membujuk Aleksis. "Mereka tidak melukainya. Mereka hanya memotong rambutnya.. Tenanglah..."
Alaric menahan kemarahan di dadanya dan mengeluarkan beberapa foto dari dalam kotak serta sebuah kartu.
Di dalam foto-foto itu ada gambar Vega saat ia baru diculik, lalu dibawa dengan menggunakan mobil, diikat bersama Alexei, kemudian tergeletak pingsan dengan rambut yang sudah pendek.
Dengan suara bergetar, ia lalu membaca isi surat di dalam kartu.
"Alaric Rhionen, kau telah menghancurkan hidup begitu banyak orang. Bagaimana bisa kau tidur nyenyak di malam hari di saat ada ribuan bahkan puluhan ribu orang yang hidup menderita karena ulahmu?
Aku benar-benar tersinggung saat mendengar rupanya selama sepuluh tahun ini kau telah hidup bahagia. Enak sekali! Demi keadilan, aku akan membuatmu tidak dapat tidur dengan tenang lagi seumur hidupmu. Kalau kau ingin anak perempuanmu tetap hidup, aku sarankan kau berhenti melakukan pencarian.
Aku tidak ingin menyiksanya untuk membuatnya menderita. Aku hanya ingin menghukummu. Tapi.. kalau kau tidak mau menghukum dirimu sendiri. Maka aku akan membunuhnya. Hari ini kau hanya menerima rambutnya yang indah. Lain kali aku akan mengirim sepasang matanya yang menawan.. atau jantungnya. Ah.. tergantung suasana hatiku.
Nanti aku akan mengirim kabar lagi."
Semua saling pandang mendengar isi pesan di kartu itu. Siapa gerangan pelakunya? Mengapa demikian misterius?
Nicolae segera memberi tahu mereka bahwa, seperti dugaannya, nama dan alamat pengirim paket juga palsu dan tidak dapat dilacak.
***
Di sebuah kedai minuman kecil di Rotterdam, Sophia sedang duduk menikmati sparkling wine sambil tersenyum sendiri. Seorang pelayan muda yang tadi membereskan meja kemudian duduk menghampirinya dan ikut menuangkan wine ke gelasnya.
"Nona terlihat senang. Ada kabar baik?" tanya pelayan itu kepada Sophia.
Gadis cantik bermata keunguan itu hanya memejamkan mata saat mendengar pertanyaannya. Mulutnya tersenyum tambah lebar. Ketika ia membuka matanya, sepasang mata ungu itu tampak berkilat-kilat dipenuhi rasa sukacita.
"Kurasa sekarang mereka pasti sudah menerima surat itu. Seandainya aku bisa berada di sana, alangkah sempurnanya! Haha..." suaranya terdengar dipenuhi kegembiraan.
Pelayannya ikut tersenyum mendengar kata-kata Sophia. Ia mengangkat gelasnya dan mengajak bersulang. "Semuanya berjalan sesuai rencana sejauh ini. Tidak sia-sia Nona mengorbankan kakakmu."
Sophia hanya mengangkat sebelah alisnya dengan ekspresi muak. "Alexei sudah tua dan tidak lagi berguna. Ia hanya akan menyusahkanku di masa depan. Setidaknya, ia bisa berguna untuk terakhir kalinya."
"Hmm.. Nona benar."
Mereka lalu mendentingkan gelasnya dan minum dengan ekspresi puas.