Mencari Pekerjaan
Mencari Pekerjaan
"Hmm... kau mau bekerja di mana?" tanya Ren dengan sabar saat mendengar permintaan Fee. Ia ingat bahwa beberapa bulan yang lalu Fee memang sudah menyatakan ingin mencari kegiatan dan menyibukkan diri. Ia berhasil membujuk Fee menunda rencananya karena Moravia sudah memasuki musim dingin dan suhu turun sangat drastis, sehingga tidak nyaman untuk banyak beraktivitas di luar rumah.
Namun kini musim semi sudah tiba dan semuanya sudah membaik. Ia tidak punya alasan untuk mencegah Fee melakukan keinginannya. Karena itulah Ren mencoba mendengarkan baik-baik.
"Aku hanya lulusan SMA, jadi aku tidak bisa bekerja di tempat yang bonafide.. setidaknya belum. Tetapi aku bisa bekerja di kafe atau restoran sebagai pelayan paruh waktu," kata Fee.
Ren tampak berpikir. Ia tahu pekerjaan sebagai pelayan di kafe atau restoran di pusat kota, apalagi di kawasan pariwisata tidaklah semudah yang dibayangkan Fee. Karyawan baru atau part time biasanya akan dipekerjakan pada shift-shift yang sibuk atau tidak diinginkan kebanyakan karyawan, seperti shift malam.
Fee akan sibuk di saat Ren justru sudah pulang bekerja. Ini membuat Ren menjadi tidak senang. Namun, saat melihat sepasang mata biru indah di depannya yang begitu gembira, pria itu tidak dapat berkata apa-apa untuk mematikan semangatnya. Akhirnya Ren hanya mengangguk.
"Boleh saja. Tapi seperti perjanjian kita sebelumnya, kau harus memberitahuku kalau kau mendapatkan tawaran pekerjaan di suatu tempat agar aku dapat memeriksa apakah perusahaannya aman atau tidak. Aku tidak mau mengambil risiko kau bekerja di tempat yang tidak aman, atau memiliki kasus," kata Ren.
Fee mengangguk sambil tersenyum. "Tentu saja."
"Hanya part time, untuk mencari kesibukan, ya. Jangan lebih dari 20 jam seminggu," kata Ren mengingatkan.
"Iya, aku tahu."
"Hmm.. lalu bagaimana dengan kuliahmu? Kapan mau melihat-lihat kampus?" tanya Ren.
"Minggu depan, sekalian aku jalan-jalan ke kawasan Kota Tua untuk mencari lowongan yang bagus."
"Oke." Ren menghela napas. "Maaf, aku tidak bisa mengantar."
"Ahaha.. tidak apa-apa. Aku tahu kau tidak boleh muncul sembarangan di muka umum. Nanti orang-orang bisa histeris." Fee menyentuh tangan Ren dan meremasnya. Ia tahu Ren sangat memperhatikannya dan ingin mendampinginya melakukan banyak hal, tetapi dengan kedudukannya sekarang, mereka berdua sama-sama tahu bahwa hal itu tidak mungkin. Fee sangat mengerti itu.
"Suatu hari nanti, aku akan mendampingimu kemana pun, dan kita bisa hidup menyepi berdua saja, tidak usah memikirkan orang lain," kata Ren sambil tersenyum sedikit. "Aku harap semuanya berjalan sesuai rencanaku."
"Aku harap juga begitu."
***
Fee sangat antusias ketika ia keluar dari rumah siang itu untuk mulai melihat-lihat calon sekolah barunya, dan kemudian mampir di kawasan Kota Tua dan melintasi deretan kafe-kafe dan restoran cantik untuk melihat apakah ada yang memiliki lowongan untuk penerima tamu atau pelayan. Ia sengaja mengajak Linda untuk pergi bersamanya agar ia tidak merasa kesepian.
"Aku tidak mengerti kenapa Nyonya ingin bekerja di kafe..." komentar Linda saat mereka sedang menyusuri jalan berbatu kuno yang ada di kawasan Kota Tua sambil mengamati kiri dan kanan mereka. "Bukankah Nyonya tidak membutuhkan uang?"
"Benar, Ren memberiku uang sangat banyak setiap bulannya, cukup untuk membeli apa pun yang kuinginkan dalam hidup," kata Fee. "tetapi ada hal-hal yang tidak bisa dinilai dengan uang. Aku sangat kesepian di rumah terus dan tidak melakukan apa-apa. Kalau aku bekerja part time, aku bisa bertemu orang-orang dan mencari teman, apalagi yang sebaya denganku."
"Hmm.. itu karena Nyonya belum mempunyai anak. Kalau Tuan dan Nyonya sudah mempunyai anak, pasti Nyonya akan sangat sibuk dan tidak kesepian," kata Linda sambil tersenyum menggoda. "Saya bisa membayangkan anak Nyonya dan Tuan nanti pasti akan sangat tampan dan cantik.. Ahh... saya tidak sabar membantu menggendong dan mengurusi mereka."
Fee hanya bisa menghela napas dan tidak menjawab ocehan Linda. Ia dan Ren telah sepakat untuk tidak memiliki anak hingga Ren dapat melepaskan diri dari tanggung jawabnya sebagai penerus takhta kerajaan Moravia. Linda benar saat mengatakan bahwa jika Fee memiliki anak, ia tidak akan kesepian lagi di rumah yang demikian besar. Fee pun sangat menginginkan anak dalam pernikahannya, apalagi Ren dan dirinya sama-sama tidak lagi memiliki keluarga kandung.
Namun, sayangnya... Fee harus bersabar untuk waktu yang sangat lama. Karena itulah, untuk mengalihkan perhatiannya dari rasa sepi di rumah, Fee memutuskan untuk kuliah dan bekerja part time.
"Kita coba masuk ke kafe ini, sepertinya tempatnya nyaman sekali," kata Fee tiba-tiba. Ia ingin Linda berhenti membicarakan tentang anak, sehingga ia menarik tangan wanita separuh baya itu untuk masuk ke sebuah kafe besar yang tampak sangat ramai. "Ayo kita makan siang di sini, Linda."
Keduanya disambut seorang pelayan perempuan cantik berambut pendek yang sangat ramah. Ia meminta Fee dan Linda menunggu sementara ia memeriksa ketersediaan meja kosong.
"Ahh.. Nona beruntung sekali, ada tamu yang baru saja membayar makanannya dan akan segera keluar. Kalian bisa mengambil mejanya. Yang lain kebetulan masih penuh." Ia mengembangkan lengannya dan mempersilakan mereka mengikutinya ke sebuah meja yang terletak di sudut.
"Terima kasih," kata Fee dengan sopan. Ia dan Linda lalu duduk berdampingan dan mulai memeriksa menu. Setelah menemukan hidangan yang mereka sukai, keduanya lalu memesan makanan dan minuman.
Dengan cekatan, pelayan itu mencatat pesanan mereka. Ia kembali lima menit kemudian dengan sekeranjang roti dan air mineral serta dua gelas wine di atas nampan.
Fee dan Linda menikmati minuman air mineral dan roti mereka sambil menunggu hidangan yang mereka pesan tiba. Sayangnya karena kafe itu sangat penuh pengunjung, makanan mereka datangnya cukup lama.
"Sepertinya kafe ini sangat laris, tetapi stafnya kurang, sehingga makanan kita perlu waktu lama untuk datang," komentar Fee. Ia melihat ke sekelilingnya dan memperhatikan bahwa banyak pengunjung yang tampak mulai tidak sabar.
Ketika akhirnya pelayan datang membawakan hidangan pertama mereka, dengan sopan Fee mencoba menanyakan apakah kafe itu sedang mencari staf.
"Ahh.. Anda benar. Kami memang cukup kewalahan karena sekarang sudah mulai memasuki musim turis dan dua staf kami baru berhenti bekerja karena menikah dan hamil. Maaf ya... makanannya agak lama," jawab sang pelayan dengan nada menyesal.
"Oh, begitu ya? Kami tidak apa-apa, kok. Saya justru mau menanyakan tentang lowongan di sini. Apa persyaratannya untuk melamar sebagai staf di sini? Saya berminat untuk bekerja part time. Kalau bisa di jam-jam makan siang yang sibuk seperti ini, saya akan sangat senang bisa membantu," kata Fee sambil tersenyum manis.
Gadis yang melayani mereka dengan sajian hidangan mereka tampak tercengang mendengar kata-kata Fee. Ia sama sekali tidak mengira gadis yang demikian cantik dan terlihat dari kalangan kaya ini hendak mencari pekerjaan.
"Anda serius?" tanyanya dengan suara ragu. Ia takut telinganya salah mendengar.
"Aku serius," jawab Fee. "Ke mana aku harus mengirim lamaran?"
"Wah, tidak apa-apa.. Ini kartu nama kafe kami. Nanti Anda bisa buka websitenya dan kirim lamaran ke alamat emailnya. Kami akan tunggu lamaran Anda."
"Baik. Terima kasih banyak." Fee menerima kartu nama itu dengan hati gembira.
Ia sangat menyukai kafe ini. Desainnya cantik, dan menunya adalah jenis hidangan yang ia juga suka. Rasanya akan menyenangkan jika ia bekerja part time di sini.