Amelia
Amelia
"Nyonya.. boleh saya masuk?" tanyanya beberapa kali.
Fee yang sedang termenung sambil menatap wajah Ren yang pucat seketika terhenyak dari lamunannya. Ia segera membukakan pintu.
"Linda.. Tuan sedang sakit. Siapa dokter pribadinya? Biar aku meneleponnya..." kata Fee cemas. "Ia tadi melarangku memanggil dokter, tetapi sudah dua jam dan demamnya tidak juga turun. Mengapa dia bisa tiba-tiba sakit seperti ini?"
Linda tertegun dan menekan dadanya dengan sikap cemas. "Uhm.. sebentar. Dokter pribadi Tuan sudah pensiun tahun lalu. Ia sekarang punya dokter baru. Yang biasanya mengurusi berbagai keperluan pribadi Tuan adalah Nona Amelia."
"Amelia...? Sekretarisnya?" Fee mengerutkan keningnya. Ia belum pernah bertemu Amelia. Mungkin ini adalah saat yang baik untuk menghubungi sekretaris pribadi suaminya.
"Benar. Saya punya nomornya. Sebentar saya ambilkan." Linda buru-buru keluar dan kembali lima menit kemudian dengan ponselnya. Ia menunjukkan sederetan nomor di ponselnya. "Ini nomor kontak pribadi Nona Amelia."
"Baiklah.. tunggu sebentar." Fee mengambil ponselnya dan mencatat nomor telepon Amelia lalu memencet tombol panggilan.
TUT
TUT
"Hallo, selamat malam." Terdengar suara yang agak serak di ujung telepon sana, membuat Fee tertegun sesaat. Ia tidak menduga suara Amelia begini serak. Apakah memang suaranya seperti ini, atau... ia baru menangis?
"Selamat malam, ini Amelia? Hallo... kita belum pernah bertemu. Aku Fee, aku istri Ren."
"Aku tahu siapa kau." Terdengar balasan Amelia di ujung sana dengan nada dingin. "Ada apa dengan Ren?"
Ren?
Fee sangat heran mendengar Amelia memanggil majikannya dengan panggilan demikian kasual. Mengapa ia tidak memanggil Tuan seperti layaknya staf yang lain? Apakah Amelia dan Ren memiliki hubungan istimewa?
"Dia sakit demam dan aku mau memanggil dokter pribadinya. Linda bilang hanya kau yang mengetahui kontaknya. Tolong beri aku nomor telepon dokternya, agar aku bisa menghubunginya sendiri..." pinta Fee, berusaha membuat suaranya terdengar tenang.
"Aku segera ke sana." Amelia segera memutus hubungan tanpa menunggu persetujuan Fee.
Gadis itu tercengang sambil menatap ponsel yang ada di tangannya. Ia tidak percaya pada apa yang barusan terjadi. Ia lalu menatap Linda dan meminta penjelasan.
"Katanya ia akan segera ke sini. Ia sama sekali tidak mau memberikan nomor telepon dokternya." Fee menatap Linda lekat-lekat. "Apakah Amelia memiliki hubungan khusus dengan suamiku?"
Linda mengangguk. "Uhm... benar, Nyonya. Mereka teman sejak kecil. Sejak ibu Tuan meninggal dunia, ia dibesarkan di rumah keluarga Nona Amelia. Ibu mereka bersahabat sewaktu muda."
"Oh..." Fee hanya bisa mengangguk. Sekarang ia mengerti kenapa Amelia bersikap sangat kasual kepada Ren dan tidak memanggilnya dengan sebutan Tuan sama sekali.
Dalam hati, ia mulai merasa sedikit cemburu. Apakah Amelia dan Ren pernah punya hubungan yang lebih dari sekadar teman masa kecil? Mengapa Amelia setuju untuk bekerja menjadi sekretarisnya? Kalau mendengar penjelasan Linda tadi, Ren dibesarkan di keluarga Amelia, seperti keluarga gadis itu juga berasal dari kalangan atas.
Bukankah gadis kalangan atas seperti dirinya tidak usah bekerja hanya sebagai seorang sekretaris biasa?
"Sudah berapa lama Amelia bekerja sebagai sekretaris Tuan, apakah kau tahu?" tanya Fee lagi. Ia ingin mencari tahu informasi tentang Amelia sebanyak mungkin dari Linda.
"Hmm... baru ketika Tuan pulang ke Moravia," jawab Linda. "Tuan meninggalkan rumah di usia 15 tahun untuk kuliah dan mengejar berbagai prestasi akademiknya. Mereka sempat satu universitas ketika Nona Amelia kuliah dan Tuan Ren mengajar. Setelah Tuan bekerja di SpaceLab, ia tinggal di Swiss. Nona Amelia bekerja di perusahaan keluarganya. Barulah tiga tahun lalu ketika Tuan kembali ke Moravia, Nona Amelia mengajukan diri menjadi sekretarisnya."
"Oh... begitu ya?" Fee tidak tahu bagaimana harus bersikap terhadap Amelia. Di satu sisi, ia tahu bahwa gadis itu adalah sekretaris suaminya, dan juga merupakan temannya sejak kecil. Ren juga pasti merasa berutang budi kepada keluarganya yang telah membantu membesarkannya.
Tetapi di sisi lain, Fee merasa tidak suka kepada Amelia yang bersikap merendahkannya barusan dengan sama sekali tidak mengindahkan permintaan Fee untuk memberikan nomor telepon dokter pribadi Ren, dan malah dengan seenaknya sendiri memutuskan untuk datang ke rumah Ren.
Dengan gundah, Fee akhirnya memutuskan untuk menelepon Rumah Sakit Pusat Almstad dan bicara dengan operator untuk mengirimkan dokter ke rumah. Ia tidak mau menunggu lama agar Ren dapat diperiksa oleh dokter.
Biar saja Amelia tidak mau memberikan nomor telepon dokter pribadi Ren, Fee akan mencari dokter sendiri, demikian pikir gadis itu.
Sambil menunggu dokter tiba, ia kembali duduk di tepi pembaringan dan memegangi tangan Ren, berusaha menenangkan dirinya sendiri.
Ia tidak tahu mengapa Ren tiba-tiba sakit seperti ini. Selama sebulan terakhir ini ia terlihat baik-baik saja. Bahkan saat ia masih di Salzsee dan tidak bisa tidur, ia tampak masih sehat.
"Di mana Ren?!"
Fee terhenyak saat mendengar suara serak itu dan mengangkat wajahnya ke arah pintu kamar. Seorang gadis cantik yang mengenakan gaun berwarna kuning dan mantel kulit yang sangat keren menghambur masuk ke dalam. Wajahnya dihiasi ekspresi cemas dan matanya jelas terlihat bengkak seperti habis menangis.
"Kau.. Amelia?" tanya Fee. Ia menduga gadis yang baru datang ini adalah sekretaris suaminya.
Amelia sama sekali tidak mengindahkannya, segera duduk di pembaringan dan meraba wajah Ren dan tangannya. Ia lalu mengangkat teleponnya dan bicara dengan seseorang.
"Dokter Henry... penyakitnya kambuh. Tolong cepatlah ke sini. Aku sudah sampai."
"Penyakitnya kambuh? Penyakit apa?" tanya Fee cemas. Ia tidak tahu Ren memiliki penyakit yang bisa kambuh sewaktu-waktu. "Apa yang membuatnya kambuh? Tolong beri tahu agar aku bisa merawatnya dan mencegah supaya tidak terjadi lagi..."
Untuk pertama kalinya, Amelia menatap Fee dan keduanya saling memandang dan menilai.
Fee akhirnya dapat melihat baik-baik seperti apa Amelia itu. Hatinya tergetar saat menyadari Amelia sangatlah cantik dan memiliki pesona seorang putri bangsawan. Wajahnya mungil dengan sepasang mata hijau cemerlang dan bibir merah yang mempesona. Rambutnya yang ikal panjang berwana pirang dan ditata dengan sangat cantik di atas kepalanya.
Pakaiannya terlihat serba mahal dan sikapnya begitu anggun. Fee tidak dapat menebak usianya, tetapi kalau ia adalah teman masa kecil Ren, kemungkinan gadis itu umurnya tidak jauh dari Ren.
"Aku istrinya. Kau harus memberitahuku," kata Fee dengan tegas. "Di sini aku yang mengambil keputusan. Karena kau tidak mau memberiku nomor telepon dokternya, aku telah mencari dokter sendiri, dan dokternya akan segera datang. Kalau kau tidak mau bekerja sama dan menjelaskan kondisi medis suamiku, maka dokter yang kupanggil akan memeriksanya sendiri."
Amelia tampak terkejut melihat sikap Fee yang terus terang. Ia tidak mengira wanita muda ini bisa bersikap demikian tegas kepadanya.
"Kau..." Amelia mengepalkan tangannya dan menoleh ke arah Ren yang masih berbaring di tempat tidur. Pelan-pelan kepalannya mengendur dan ia menarik napas panjang. "Baiklah."