Nasihat Mischa
Nasihat Mischa
Diam-diam Nicolae menjadi merasa kehilangan. Inikah rasanya memiliki anak yang sudah remaja? Ia tahu Altair banyak menghabiskan waktunya mengobrol dengan JM kapan pun mereka memiliki waktu luang, sementara Vega tampak begitu aktif di media sosial membawakan berbagai video di saluran media milik Tatiana, sahabatnya.
Tiba-tiba saja ia merasa tua. Padahal tadinya ia mengira setidaknya Vega akan merasa sedih karena ia tidak bisa datang ke Bordeaux untuk bersama mereka.
***
"Kak Mischa."
Mischa yang sedang duduk santai di teras sebuah kafe sore itu mengangkat wajahnya dan melihat ke arah datangnya suara. Ia menemukan gadis remaja yang sangat cantik berdiri di depannya sambil mengulurkan sebatang cokelat.
"Untuk apa ini?" tanya Mischa keheranan. Ini adalah hari ketiganya berada di Bordeaux dan pelan-pelan ia merasa suasana hatinya mulai membaik. Ternyata Alaric benar dengan menyuruhnya datang ke sini. Bordeaux adalah tempat baru yang tidak familiar baginya dan memberinya suasana baru untuk menghibur hatinya yang terluka.
Sepanjang hari ia berjalan-jalan mengikuti rombongan anak-anak SMA George Washington sambil mengawasi Vega dan Altair dari jauh. Ternyata menyenangkan juga ikut ke perkebunan anggur dan ikut memetik anggur lalu mengikuti proses pembuatan wine di winery.
Tingkah laku anak-anak remaja yang antusias dan penuh semangat itu juga ikut membuat moodnya menjadi lebih ringan. Ia tahu, walaupun Vega berusaha membuat agar perbuatannya tidak terlalu kentara, Mischa dapat melihat gadis itu berkali-kali mengedarkan pandangan seolah mencari keberadaan Mischa. Dan kalau ia menemukannya, ia akan tersenyum sendiri.
Hal ini membuat Mischa hanya geleng-geleng kepala. Ia tidak mengerti mengapa gadis remaja secantik dan begitu disayang seperti Vega bisa menyukainya. Bukankah gadis itu sama sekali tidak kekurangan kasih sayang?
Mengapa ia terlihat menyukai laki-laki yang jauh lebih tua seperti Mischa? Vega tentu sama sekali tidak memiliki electra complex, atau rasa tertarik pada laki-laki yang memiliki figur ayah atau kebapakan untuk mengkompensasi kurangnya kasih sayang dari ayah yang dialami seorang gadis sewaktu ia masih muda.
Hal ini sama sekali tidak benar kalau menyangkut Vega. Ayah kandungnya sangat menyayangi dan memanjakannya. Ia juga memiliki ayah angkat, dan banyak paman yang semuanya menjaga dan menyayanginya.
Jadi.. tidak mungkin, kan, Vega mencari figur ayah pada sosok laki-laki yang disukainya?
Atau.. jangan-jangan aku saja yang besar kepala, pikir Mischa bingung. Mungkin ia salah menduga bahwa Vega menyukainya.
Ah, sudahlah...
"Cokelat ini untuk Kakak," kata Vega sambil tersenyum manis. Ia masih tetap menyodorkan cokelat itu hingga akhirnya Mischa membuka tangannya dan menerima.
"Terima kasih, tetapi untuk apa cokelat ini?" tanya Mischa keheranan. "Ini bukan Valentine. Apa mereka jual cokelat selain di bulan Februari?"
Vega tercengang mendengar kata-kata pria itu. "Astaga... tentu saja. Orang membeli cokelat bukan hanya di hari Valentine."
"Benarkah?"
Vega mengamati Mischa baik-baik dan baru menyadari bahwa pria itu hanya bercanda. Ia memukul tangan pria itu dengan kesal dan berusaha hendak merebut kembali cokelatnya tetapi Mischa cepat menariknya dan menyimpan cokelat itu di saku.
"Kau pikir aku bodoh ya?" cetus Vega.
"Aku hanya bercanda," kata Mischa. Ia mengangkat bahu. "Terima kasih untuk cokelatnya."
"Uhm.. itu sebagai tanda permintaan maaf karena telah merepotkan Kak Mischa," kata Vega dengan tulus. "Tapi aku senang kakak ada di sini, karena Paman Nic sekarang sibuk dengan keluarga barunya."
Mischa menatap Vega lekat-lekat dan kemudian menghela napas. Ia mengerti apa yang dirasakan gadis itu. Walaupun Vega bersikap seolah ia baik-baik saja terhadap Nicolae, sebenarnya gadis itu menyimpan perasaan kehilangan dan iri karena pria yang sudah dianggapnya seperti ayah sendiri, kini telah memilki anak lain untuk disayang.
Parahnya lagi, anak yang sekarang adalah anak kandungnya, yang tentu tidak dapat dibandingkan dengan hanya sekadar anak angkat. Kebetulan sekali, Mischa sangat mengerti bagaimana rasanya.
Karena itu, ia memutuskan untuk mengajak Vega bicara dan membahas hal itu. Ia menunjuk kursi di depannya dan memberi tanda agar Vega itu duduk bersamanya.
"Kau masih ada kegiatan sekolah, atau sudah bebas?" tanyanya. "Mau makan malam bersamaku?"
Vega semula tampak ragu-ragu. Tadinya ia mendekati Mischa hanya untuk memberikan cokelat itu kepadanya. Ia tidak berencana meminta diajak makan malam berdua.
Ahem... tetapi, kalau Kak Mischa sendiri yang mengundangnya, masakan ia menolak? Lagipula, sepertinya ada hal penting yang ingin dibicarakan Kak Mischa.
"Hmm... baiklah. Kita makan di sini?" tanya Vega. Ia melihat sekilas menu di kafe ini sangat terbatas.
"Tidak, kita akan makan di sana," Mischa bangkit dan menunjuk sebuah restoran mewah yang berada di seberang jalan.
"Ahhh... baiklah," Vega mengangguk dan berjalan mengikuti Mischa ke sana. Dalam hati ia bersorak girang karena bisa makan malam berdua dengan kakak angkat yang disukainya.
Seorang pelayan dengan ramah menyambut mereka dan mempersilakan mereka duduk di meja yang cukup privasi. Setelah mencatat pesanan mereka, ia lalu permisi, dan meninggalkan keduanya di meja.
"Aku sudah bertemu dengan Paman Nicolae dan istri serta anaknya," kata Mischa membuka pembicaraan. "Menurutku mereka sangat bahagia bersama."
Tanpa sadar Vega merengut. Tentu saja ia ikut bahagia untuk Nicolae, tetapi ia tak dapat menyangkal perasaan kehilangan yang ada di hatinya. Akhirnya ia hanya bisa mengangguk.
"Aku belum pernah bertemu Tante Marie, tetapi kurasa, kalau ia bisa membuat Papa bahagia... aku akan ikut bahagia," kata Vega lirih.
"Itu bagus," Mischa mengangguk setuju.
Pelayan tiba dengan satu nampan berisi sebotol wine pesanan Mischa dan dua buah gelas serta satu kendi infused water. Ia menuangkan masing-masing untuk mereka segelas wine dan secangkir infused water. Karena Vega masih di bawah umur, ia belum dapat minum wine bersama Mischa.
"Kau tahu, kami adalah anak-anak angkat Tuan Alaric Rhionen selama lebih dari 20 tahun. Kami sangat dekat dengannya dan ia begitu menyayangi kami. Beliau adalah figur mentor, ayah, dan pelindung bagi kami berempat, aku, Takeshi, Rosalien, dan Kai," Mischa menyesap wine-nya sambil bicara pelan-pelan. "Lalu tiba-tiba saja kalian berdua, kau dan Altair serta Nyonya Aleksis kembali ke dalam kehidupan beliau."
Vega mendengarkan baik-baik ucapan Mischa. Ia sadar Mischa memang benar-benar mengerti perasaannya terhadap Nicolae sekarang ini. Bisa dibilang, setelah Alaric menemukan bahwa ia memiliki dua anak kandung, semua kasih sayangnya tercurah hanya untuk mereka.
Ia kini dapat membayangkan tentu Mischa dan saudara-saudaranya juga merasa sedih, karena kedudukan mereka telah digantikan oleh dua orang anak kandung Alaric, dan itu membuat mereka merasa seperti orang luar.
"Di awal-awal, aku dan adik-adikku juga merasa seperti itu, kehilangan sosok pelindung dan ayah yang telah kami jadikan orang tua selama lebih dari 20 tahun. Tetapi... saat kami melihat betapa Tuan sangat bahagia memiliki kalian dalam hidupnya, semua rasa iri dan kehilangan itu menjadi tidak ada artinya," kata Mischa dengan suara lembut tetapi tegas. "Jadi.. kurasa, kalau kau menyayangi seseorang, kau hanya ingin melihat orang itu bahagia. Kalau kau menyayangi Paman Nic, kau ingin mendukungnya untuk menjalani hidupnya dengan siapa pun yang membuatnya bahagia, dan saat ini kedua orang itu adalah Marie dan Summer."
Vega terdiam. Ia menyesap infused waternya pelan-pelan, sambil memikirkan kata-kata Mischa. Ia memang tidak menunjukkan sikap sedih atau kecewa kepada Nicolae karena sibuk mengurusi keluarganya sendiri, dibandingkan Altair dan Vega, tetapi diam-diam ia memang merasa sedih dan kehilangan.
Rasanya sekarang ia memang perlu untuk ikhlas dari dalam hati, dan mendoakan Papa Nic-ya agar selalu berbahagia. Menurut Altair dan Vega sendiri, Nicolae telah terlalu lama menderita.
"Kakak benar," kata Vega kemudian. "Aku akan memberi tahu Papa Nic bahwa aku menyayanginya dan mendukungnya untuk melakukan apa pun yang ia inginkan agar ia bahagia. Aku tidak akan menyusahkannya."
Mischa tersenyum mendengar kata-kata Vega. "Kau anak yang baik."