Akhirnya
Akhirnya
Sayangnya Summer tidak mengenali area tempat mereka berada dan pencarian manual hari kedua pun gagal. Nicolae menggendong Summer yang mengantuk dan menyandarkan kepala ke bahunya sambil membuka peta kota Paris dan mencoba mencari tahu apakah ada Taman Bercy lainnya selain yang mereka kunjungi sekarang. Ada satu lagi taman yang bernama sama tetapi letaknya terlalu terpencil di pinggiran kota.
Apakah mungkin mereka salah lokasi? Ia menghubungi Mischa untuk memastikan bahwa mereka berada di tempat yang benar.
"Iya, itu Taman Bercy yang Tuan datangi sekarang," kata Mischa. "Penjahat itu memberikan alamatnya. Kau tidak salah."
"Hm.. terima kasih. Summer tidak mengenali tempat-tempat yang kami lewati. Taman ini memang sangat besar. Aku akan mencoba lagi. Terima kasih," kata Nicolae. Ia menutup teleponnya dan mengusap rambut Summer dengan perasaan resah.
Bagaimana kalau mereka tidak dapat menemukan tempat yang dikenali Summer? Rasanya ia akan terpaksa membuat pemberitahuan publik untuk mencari keluarga Summer. Risikonya, siapa pun orangnya yang hendak menculik Summer akan mengetahui bahwa anak itu ada di tangannya.
Ia dapat menyembunyikan identitas dan lokasinya, tetapi ia tetap harus berhati-hati, mengingat kali ini bukan hanya dirinya yang harus ia lindungi. Ada Summer, dan tentu saja kedua anaknya yang kebetulan sedang ada di Paris.
Nicolae memutuskan untuk mencoba terakhir kalinya besok. Kalau Summer masih tidak mengingat lokasi yang dikenalnya, ia akan memasang iklan di billboard untuk mencari orang tua anak itu.
Nicolae pulang ke penthouse dengan perasaan lelah. Kelelahan yang dirasakannya bukan karena berjalan menyusuri taman besar dan jalan-jalan di sekitarnya, dengan sesekali menggendong Summer yang tidak kuat berjalan lama, tetapi lebih karena ketidakpastian dan pencarian ini dan ketegangan saat mengingat di dekat Summer ada orang atau pihak yang membayar kelompok penjahat untuk menculiknya.
Ia hanya ingin peristiwa ini segera berlalu, agar ia dapat kembali pada kehidupannya seperti semula. Ia hanya perlu ada di Paris sampai besok sore. Setelah itu, ia akan mengikuti rombongan anak-anak SMA George Washington yang akan melanjutkan karyawisata mereka ke Bordeaux. Lima hari kemudian, setelah Altair dan Vega kembali ke Amerika, ia akan bertualang dengan Terry.
***
"Hmm... baiklah, Summer. Ini hari terakhir. Kita akan mencoba menyusuri beberapa jalan kecil di dekat Taman Bercy yang belum kita lewati kemarin," kata Nicolae pagi itu.
Ia dan Summer seperti sebelumnya berangkat ke Taman Bercy lagi. Mereka sengaja berangkat pagi karena siang harinya ia harus bersiap-siap untuk berangkat ke Bordeaux. Kalau ia tidak juga menemukan petunjuk, terpaksa ia harus membawa Summer bersamanya. Ia tak mau merepotkan Marion dan JM.
Cuaca hari ini sangat cerah dan pemandangan di sekitar mereka terlihat begitu indah. Bunga-bunga musim panas masih bermekaran berwarna-warni dan berbagai kelinci serta tupai keluar dari liang dan sarang mereka untuk menikmati sinar matahari. Summer mengejar beberapa kelinci dan kupu-kupu di sepanjang jalan.
"Koi sangat suka mengejar kelinci, Paman Nic," kata Summer dengan suara kecilnya yang riang gembira. "Aku dan Koi juga sedang mengejar kelinci waktu orang-orang jahat itu me... uhm.."
Nicolae melihat anak perempuan itu mengerutkan bibir mungilnya dan matanya tampak meredup oleh rasa takut. Ia buru-buru bersimpuh dan memeluk Summer. "Ssh.. tidak usah diingat-ingat lagi. Kita menghitung bunga saja ya. Kita cari ada berapa bunga berwarna biru di sisi sebelah kiri ini. Oke?"
Summer memeluk leher pria itu dan tiba-tiba menangis. "Aku mau ibu.... Aku juga mau Koi..."
Nicolae menjadi keheranan. Selama beberapa hari terakhir ini Summer tidak menangis dan tampak tabah saja menunggu Nicolae mencari orang tuanya. Tetapi setelah empat hari, akhirnya pertahanan anak kecil ini runtuh juga.
Mereka telah tiga kali datang ke taman yang diduga berada dekat dari rumah Summer, tetapi hingga sekarang anak itu tidak juga berhasil mengingat satu pun jalan atau petunjuk yang dapat membuat Nicolae menemukan keluarganya.
"Jangan kuatir, Paman akan menemukan ibumu. Summer bersabar ya." Nicolae menggendong Summer dan menepuk-nepuk punggungnya. "Bagaimana kalau kita makan waffle di kedai sebelah sana. Kau mau waffle?"
Summer tidak menjawab. Ia hanya mengangguk lemah. Nicolae lalu menggendong Summer dan membawanya ke kedai waffle kecil yang menjual macam-macam hidangan sarapan dan kopi. Ia masuk ke dalam, mencari meja yang paling privasi dan duduk memangku Summer.
"Kau mau waffle atau pancake?" tanya Nicolae. "Mereka punya waffle dengan es krim."
Summer mengangkat wajahnya sedikit dan dengan ekspresi masih sedih menunjuk gambar waffle dengan es krim vanilla.
"Baiklah. Paman juga suka waffle dan es krim vanila." Nicolae memanggil pelayan dan memesan hidangan sarapan untuknya dan Summer. "Kami mau dua waffle dan es krim vanila, serta jus jeruk dan secangkir cappucino."
"Baik, Tuan." Pelayan itu mencatat pesanan mereka dan mengulanginya untuk memastikan ia tidak salah mencatat. "Dua waffle dan es krim vanila serta..."
Kata-katanya terhenti saat ia melihat Nicolae melepaskan topi musim panas yang menutupi kepala Summer dan kini merapikan rambutnya dengan hati-hati.
"Ah... selamat pagi. Summer, kan? Sekarang kau datang bersama Ayah? Ibumu kemana?" tanya pelayan itu dengan ramah.
DEG!
Nicolae yang sedang mengepang rambut Summer seketika mengangkat wajahnya keheranan. Ia menatap pelayan itu dengan sepasang mata membulat besar.
"Kau kenal Summer?" tanyanya cepat.
Pelayan itu mengangguk, kemudian menggeleng. "Ahh.. maaf, aku tidak kenal. Aku kenal istri Anda, Pak. Dia pernah membawa Summer ke sini, tetapi Summer sedang tidur. Kami banyak mengobrol. Dia juga memesan waffle dengan es krim vanila. Haha.. rupanya kalian sekeluarga punya kesukaan yang sama."
Nicolae tertegun. Astaga.. jangan-jangan mereka sudah dekat. Summer pernah dibawa ibunya ke kedai ini. Berarti mungkin memang rumahnya tidak jauh dari sini.
"Maaf... uhm, Anda salah paham. Aku dan Summer tidak ada hubungan apa-apa. Aku menemukannya sedang tersesat dan tidak tahu jalan pulang. Kami sedang berusaha mencari ibunya. Apakah Anda tahu nama dan alamatnya?" tanya Nicolae.
"Oh... maaf, saya salah menduga." Pelayan itu tampak malu sekali. "Kalian mirip sekali. Tadi aku pikir Anda ayah Summer. Wah.. ini sangat mengejutkan. Uhm.. sayangnya saya tidak tahu alamatnya. Marielle hanya mampir kemari sesekali. Sudah hampir seminggu aku tidak melihatnya."
"Marielle? Ada nama lengkapnya? Aku bisa mencoba mencari tahu tempat tinggalnya," tanya Nicolae lagi, kali ini dengan nada mendesak.
"Aduh.. maafkan saya. Saya hanya mengenal nama depannya." Pelayan itu tampak sangat menyesal. "Bagaimana kalau Anda berikan nama Anda dan nomor telepon, nanti kalau aku bertemu Marielle akan kusampaikan kepadanya. Apakah Anda sudah menghubungi polisi?"
"Sudah," kata Nicolae. "Tetapi belum ada kabar memuaskan hingga sekarang."
"Oh, baiklah. Sebentar, aku akan coba bertanya kepada temanku yang lain, siapa tahu mereka pernah bertemu Marielle." Pelayan itu lalu permisi dan masuk ke dalam. Ia keluar 10 menit kemudian dengan waffle pesanan mereka dan jus jeruk serta secangkir kopi. "Temanku yang masuk sore sepertinya pernah menyimpan nomor telepon temannya Marielle. Waktu itu temannya memesan sesuatu dari sini."
"Berapa nomor telepon temannya itu? Aku mau menghubunginya..." kata Nicolae. Wajahnya tampak dihiasi kelegaan. Ia merasa bersyukur datang ke Taman Bercy untuk terakhir kalinya. Ternyata secara kebetulan mereka mendapatkan petunjuk.
"Uhm.. temanku yang shift sore sedang tidak bisa dihubungi. Aku tadi sudah berusaha meneleponnya. Maaf. Aku akan terus berusaha."
Secercah harapan yang tadi ada di benak Nicolae kembali tersapu awan gelap. Mereka tidak punya banyak waktu. Ia tidak mau mengorbankan waktu mengawasi kedua anaknya di Bordeaux demi menunggu kabar yang tidak pasti tentang perempuan bernama Marielle itu. Kalau sampai siang tidak ada berita juga, ia akan terpaksa membawa Summer bersamanya ke Bordeaux.
Ia menikmati sarapannya dengan susah payah. Terlalu banyak pikiran yang mengganggu pikirannya. Bahkan Summer yang biasanya ceria, hari ini benar-benar tampak sedih dan merindukan ibunya. Ia hanya menggigit sedikit wafflenya.
Hingga mereka selesai makan, sang pelayan shift sore tidak juga berhasil dihubungi. Mereka akhirnya menyerah dan memutuskan untuk pulang. Nicolae meminta nomor orang itu untuk ia menghubungi sendiri. Tak lupa ia juga memberikan nomor telepon pribadinya agar diberikan kepada Marielle jika mereka berhasil menghubunginya.
Pelayan itu melihat mereka beranjak pergi dengan wajah menyesal. Ia mengamati kertas berisi nomor telepon Nicolae di tangannya dan kembali berusaha menghubungi temannya.
Nicolae sudah duduk di taksi bersama Summer dan melaju ke arah Hotel Nobel ketika tiba-tiba panggilan telepon sang pelayan diangkat di ujung sana.
"Astaga.. Patrick! Kemana saja kau? Aku sudah berusaha menghubungimu selama satu jam. Apa? Ponselmu mati? Dasar. Sebentar. Kau masih ingat Marielle yang sering makan waffle di tempat kita, kan? Yang cantik itu? Dia pernah membawa anak perempuannya yang imut, Summer.. Benar. Kau masih menyimpan nomor telepon temannya Marielle? Iya.. kalau tidak salah namanya Sanna Reinner. Iya... Ternyata Summer hilang dari rumah! Tadi ada lelaki baik yang menemukannya dan hendak mencari Marielle untuk mengembalikannya kepada ibunya. Gila! Kau tahu zaman sekarang banyak sekali orang jahat.. Iya, kau bisa bayangkan betapa paniknya Marielle. Ayo cepat hubungi Sanna dan minta nomor telepon Marielle..."
Lima belas menit kemudian, Nicolae dan Summer turun dari taksi dan bergegas naik lift ke penthouse.
"Kita harus bersiap-siap, Summer. Paman akan membawamu ke Bordeaux. Kau pernah ke Bordeaux?" tanya Nicolae sambil memencet hidung mungil anak itu. "Di sana banyak kebun anggur dan ladang lavender. Indah sekali. Kau akan menyukainya. Di sana ada banyak kelinci dan cerpelai."
Summer hanya mengangguk pelan. Ia terlalu sedih sehingga bujukan tentang kelinci dan cerpelai tidak mampu membuatnya tersenyum.
TUT
TUT
Nicolae terkejut melihat ada panggilan telepon masuk. Ia mengeluarkan ponselnya dan menerima panggilan itu. Kemungkinan ini dari si pelayan kedai waffle. Semoga berita baik.
Tolong... semoga ini berita baik, batinnya.
"Hallo.. selamat siang, ini dengan Nic Medici?" Terdengar suara seorang wanita bernada panik di ujung sana. Nicolae segera menajamkan telinga saat mendengar suaranya. "Aku ibu Summer."
"Oh.. benar ini aku. Anda Marielle?" tanya Nicolae dengan nada lega. "Aku bersama Summer di sini."
Ia memberikan teleponnya kepada Summer untuk memastikan anak itu mengenal suara ibunya.
"Oh... Nikita Summer Sorin, kau baik-baik saja, Nak?"
"Mamaaaaaa..." Air mata segera mengalir membasahi pipi Summer ketika ia mengenali suara cemas di ujung telepon. "Mama.. aku rindu."
Nicolae terpana melihat pemandangan itu. Summer benar-benar merindukan ibunya. Oh.. lega sekali. Akhirnya mereka berhasil menemukannya.
DING
Pintu lift terbuka. Nicolae segera menggendong Summer agar lebih cepat masuk ke dalam penthouse.
"Kalian ada di mana? Kumohon.. aku akan segera ke sana," kata Marielle dengan nada suara lega sekaligus cemas. "Aku akan ke sana sekarang juga."
"Tentu saja.. kami akan menemuimu di Restoran Peacock di Hotel Nobel. Tolong telepon kalau kau sudah tiba."
"Terima kasih."
Setelah ia menutup panggilan teleponnya, Nicolae mencium pipi Summer dan mengusap kepalanya.
"Ah, sebentar lagi Mama datang. Summer jangan menangis lagi. Kita akan bersiap-siap untuk bertemu Mama, ya."