Berita Buruk Untuk Friedrich
Berita Buruk Untuk Friedrich
Hannah sangat menyukai remaja itu dan ia merasa bersyukur karena Karl ternyata mendukungnya untuk mendapatkan hati Friedrich. Walaupun, sebenarnya Hannah sendiri tidak yakin Friedrich akan menyukainya.
Supir membawa Friedrich dan Hahnah ke sebuah restoran mewah di tengah kota. Restoran ini adalah tempat yang biasanya didatangi oleh selebriti atau orang-orang sangat kaya yang tinggal di kota Seattle.
Hannah mengenakan pakaian elegan dan malam itu ia terlihat sangat cantik. Sementara Friedrich seperti biasa menggunakan pakaian formal berwarna gelap. Sebenarnya menurut Hannah, Friedrich sangat cocok bila ia mengenakan pakaian-pakaian yang berwarna terang karena lebih cocok dengan umurnya yang masih sangat muda.
Namun demikian, ia mengerti bahwa sebagai seorang atasan di perusahaan besar, Friedrich harus menunjukkan penampilan yang berwibawa. Karena itulah pemuda itu terbiasa mengenakan pakaian formal yang terlihat kaku.
Untung saja Friedrich sangat tampan, sehingga pakaian yang biasanya akan membuat orang lain terlihat membosankan justru membuatnya tampak lebih dewasa dan berwibawa.
"Terima kasih sudah membawaku makan malam di luar," kata Hannah sambil tersenyum manis. "Selamat ulang tahun."
Gadis itu mengeluarkan sebuah kotak kecil dari tas tangannya dan menyerahkannya kepada Friedrich.
"Tidak usah repot-repot," kata Fridrich. Ia tahu gadis itu tidak memiliki banyak uang dan ia tak ingin melihat Hanhah membelanjakan gajinya yang kecil itu untuk memberinya hadiah ulang tahun. "Aku tidak memerlukan apa-apa."
"Tidak apa-apa. Ini tidak mahal kok," kata Hannah. "Lagipula hari ini aku mendapatkan gaji. Jadi aku sudah punya uang."
"Hmm.. kalau begitu, terima kasih," Friedrich akhirnya mengalah. "Boleh aku buka sekarang?"
"Boleh, silakan," kata Hannah.
Friedrich lalu membuka kotak hadiah yang diberikan Hannah kepadanya barusan dan di dalamnya ia menemukan sebuah penjepit dasi berwarna kebiruan. Benda itu sederhana namun tampak berkelas. "Terima kasih. Ini bagus sekali."
"Sama-sama. Itu tidak dapat dibandingkan dengan apa yang sudah kau berikan kepadaku. Akulah harus berterima kasih," kata Hannah gembira.
Friedrich tidak ingin memperpanjang percakapan tentang betapa ia telah menolong Hannah dan bahwa gadis itu berutang budi kepadanya. Karena itu, ia segera mengambil buku menu dan menyerahkannya kepada Hannah.
Gadis itu mengerti dan segera memilih makanan yang ia inginkan. Setelah hidangan yang mereka pesan tiba, keduanya menikmati makan malam dengan tenang.
"Bagaimana pekerjaanmu di Atlas X sejauh ini?" tanya Friedrich sambil menyesap wine-nya. "Apakah kamu menyukai pekerjaanmu?"
Hannah mengangguk. "Ya, aku sangat menyukainya. Terima kasih sudah mencarikan aku pekerjaan di kantormu."
Gadis itu terdiam untuk sesaat. Ia ingat bahwa ia mengatakan bahwa setelah menerima gaji dirinya akan mencari tempat tinggal baru. Kini, saat itu akan segera tiba. Ia harus membicarakan kepindahannya kepada Friedrich agar pemuda itu bisa bersiap-siap.
"Ngomong-ngomong, aku sudah menerima gaji. Jadi aku sudah mulai mencari tempat tinggal," kata Hana. "Aku tidak akan merepotkanmu lebih lama lagi."
"Kau tidak pernah merepotkanku," kata Friedrich. Ia mengambil garpu dan pisau lalu berusaha memotong steak yang terhidang di depannya. Entah kenapa tiba-tiba tangannya terasa kesemutan.
Melihat pemuda itu tampak kesulitan, Hannah segera bertanya. "Ada apa? Kau perlu bantuan memotong steak?"
"Aku tidak apa-apa. Tanganku rasanya kesemutan. Itu saja," jawab Friedrich.
"Sejak kapan kau merasakan tangan kesemutan di tanganmu?" tanya Hannah keheranan.
Friedrich hanya mengangkat bahu. "Sudah beberapa bulan terakhir."
"Astaga. Kau tidak memeriksakan ke dokter?"
Friedrich menggeleng dan tertawa kecil mendengar nada suara Hannah yang penuh kekuatiran.
"Ini hanya tangan kesemutan, bukan apa-apa. Kurasa ini karena aku terlalu sibuk bekerja," kata pemuda itu ringan.
"Oh, tapi kalau sudah berbulan-bulan, kurasa ini bukan hanya sekadar kesemutan biasa. Kau harus memeriksakan diri."
"Aku tidak apa-apa." Friedrich terus berkeras dan ia tetap berusaha memotong steaknya dengan pisau. Namun, entah kenapa tangannya justru menjadi semakin gemetar.
Wajah pemuda itu mulai dihiasi ekspresi kesal dan malu pada saat yang sama. Hannah menjadi tidak enak membiarkannya seperti itu. Ia lalu menahan tangan Friedrich dengan lembut dan menatapnya sambil tersenyum manis.
"Tidak apa-apa. Biarkan aku membantumu, ya? Kurasa kau perlu membiarkan tanganmu beristirahat dulu," bujuk gadis itu.
Friedrich hanya menatap tangan Hana yang menahan tangannya. Entah kenapa dadanya tiba-tiba terasa berdebar. Ia tidak lagi menolak ketika Hannah memotong-motongkan stik untuknya.
"Silakan. Dagingnya sudah dipotong kecil-kecil. Kau tinggal makan," kata gadis itu sambil tersenyum manis. Ia lalu memotong steaknya sendiri dan bersikap seolah tidak terjadi apa-apa. Friedrich akhirnya mengalah. Ia lalu memakan steak-nya yang sudah dipotong kecil-kecil oleh Hannah dan tidak berkata apa-apa.
Makan malam mereka menjadi sangat hening. Hannah menjadi tidak enak. Ia menyesal sudah memotongkan steak untuk Friedrich barusan. Ia mengerti pasti pria itu merasa egonya tersinggung karena seolah disuapi oleh seorang wanita.
Ketika akhirnya semua hidangan sudah selesai disantap dan Friedrich membayar makanan mereka, Hannah merasa sangat lega. Ia tidak sabar ingin segera pulang dan kemudian mencari kamar sewaan agar ia dapat segera pindah. Ia sedih karena makan malam yang seharusnya menjadi makan malam perpisahan yang menyenangkan, harus diwarnai insiden seperti itu.
"Terima kasih," kata Friedrich tiba-tiba saat mereka berada di mobil dalam perjalanan pulang.
Hannah yang sedari tadi merasa tidak enak hati karena didiamkan oleh Friedrich, menoleh ke samping dan menatap Friedrich keheranan. Ia menunjuk dirinya sendiri.
"Kau bicara padaku?"tanya gadis itu.
Friedrich menggangguk. "Benar. Aku seharusnya mengucapkan terima kasih karena kau sudah membantuku tadi. Kurasa kau benar. Rasa kesemutan di tanganku ini tidak wajar. Ini sudah terlalu lama. Aku kan mengikuti saranmu dan besok memeriksakan diri ke dokter,."
"Oh, syukurlah kalau begitu. Semoga kau bisa segera mendapatkan diagnosis yang tepat dan dokter besok hanya akan mengatakan bahwa kau perlu istirahat," Hannah merasa sangat lega mendengar bahwa ternyata Friedrich tidak tersinggung.
"Aku harap juga begitu," kata Friedrich. Dalam hati ia berpikir bahwa memang rasanya tidak wajar kalau ia mengalami kesemutan di tangannya selama berbulan-bulan. Ia menduga kondisinya ini diakibatkan karena ia bekerja terlalu keras.
Ia akan mengikuti saran Hannah dan memeriksakan diri ke dokter. Akan lebih baik jika ia menyerahkan kepada ahlinya. Dalam hati ia berharap dokter tidak akan menyuruhnya beristirahat lama-lama karena ada begitu banyak proyek yang harus ia kerjakan .
Atlas X akan segera meluncurkan inisiatif proyek eksplorasi luar angkasa. Friedrich memiliki peranan penting di sana. Mereka sangat membutuhkannya. Karena itu, ia tidak boleh beristirahat lama-lama.
***
"Ini tidak mungkin..." kata Friedrich dengan nada putus asa setelah mendengar penjelasan dokternya. Ia membaca dokumen medis di tangannya berulang-ulang. "Aku terlalu muda untuk terkena penyakit ini."
Dokter Smith menarik napas panjang. Ia tampak sama terpukulnya dengan Friedrich. Ia tahu siapa pemuda itu dan sangat menyayangkan nasibnya yang terkena penyakit ganas di usia yang masih sangat muda.
"Kita sudah melakukan tes beberapa kali dan dari laporan yang kami dapat, tingkat perburukan kondisi Anda sangat memprihatinkan," kata Dokter Smith dengan penuh simpati. "Tidak ada yang dapat kami lakukan."
Saat itu juga Friedrich merasa seolah dunianya hancur begitu saja. Ia masih sangat muda. Baru saja merayakan ulang tahunnya yang ke-21. Di saat orang-orang seumurnya masih baru masuk kuliah dan menyusahkan orang tua, ia telah mencapai begitu banyak hal.
Friedrich selalu mengira ia ditakdirkan untuk melakukan hal-hal besar dan penting. Namun ternyata.. ia tidak diberi umur panjang untuk mencapai semua cita-citanya. Walaupun ia ikut terlibat dalam inisiatif penjelajahan luar angkasa.. ia tidak akan hidup cukup panjang untuk menyaksikan buah dari pekerjaannya.
"Aku akan mencari second opinion, pendapat kedua dari dokter dan rumah sakit lain," kata Friedrich. Ia tidak mau menyerah.
"Semoga berhasil," kata Dokter Smith. Wajahnya dipenuhi kesedihan bagi pasien muda di depannya. Sepanjang kariernya sebagai dokter selama lebih dari tiga puluh tahun, belum pernah ia merasakan simpati yang begini besar terhadap seseorang.
Ia benar-benar berharap bahwa ia memang salah, bahwa alat-alat di rumah sakitnya yang canggih ini ternyata salah... Bahwa sebenarnya Friedrich tidak mengidap Loewy Body Dementia yang ganas.
Friedrich sering mengalami sakit kepala, gerakan motoriknya mulai bermasalah, dan pelan-pelan, nanti pikirannya akan terpengaruh seiring dengan rasa sakit yang akan menggerogotinya dengan tanpa kasihan.
Ini adalah penyakit yang biasanya menimpa orang yang sudah berumur, tetapi dalam kasus-kasus tertentu, dapat menerpa orang berusia muda seperti Friedrich. Bagi seorang genius yang sangat mementingkan otaknya, terkena penyakit seperti ini adalah mimpi terburuk yang tidak pernah ia duga akan menimpanya.
Pemuda itu tidak dapat menerima kenyataan bahwa nasibnya begitu buruk. Ia buru-buru meninggalkan rumah sakit dan meminta sekretarisnya membuatkan janji untuk bertemu dokter spesialis di rumah sakit lain.
"Bagaimana kunjunganmu ke rumah sakit tadi?" tanya Hannah saat bertemu Friedrich di meja makan. Ia telah menemukan kamar sewaan yang murah tidak jauh dari kantor Atlas X, dan malam ini ia hendak memberi tahu Friedrich bahwa ia akan segera pindah.
Pemuda itu tidak menjawab. Ia seolah tidak mendengar pertanyaan Hannah, sehingga gadis itu terpaksa mengulangi pertanyaannya. "Uhm... apa kata dokter di rumah sakit tadi?"
Friedrich mengerutkan keningnya. "Rumah sakit apa?"