Makan Siang Yang Hangat
Makan Siang Yang Hangat
"Silakan duduk," kata Friedrich. Ia sendiri duduk di kursi dan menyesap jus yang diberikan robot pelayannya kepadanya. Dengan patuh Hannah menurut. Entah kenapa ia merasa aman bersama pria ini.
Kalau Friedrich bersedia menolongnya dan tidak takut pada keluarganya, maka ia juga akan menjadi berani.
Mereka duduk diam seperti itu untuk beberapa saat lamanya. Setelah minuman mereka habis, sepertinya Friedrich telah mengambil keputusan apa yang akan ia lakukan kepada Hannah.
"Aku akan mandi dan bersiap-siap. Aku masih harus menjemput adikku di rumah teman kami. Kau bisa beristirahat dan memikirkan apa yang ingin kau lakukan. Nanti kita bicara lagi."
Hannah hanya dapat mengangguk. Ia memandang Friedrich yang berjalan masuk ke dalam untuk mandi dan wajah gadis itu dipenuhi ekspresi lega. Ternyata Friedrich benar-benar tidak takut mendengar bahwa ia berasal dari keluarga kerajaan. Ia tampak sangat tenang dan terkontrol.
Hannah menjadi semakin kagum kepada laki-laki muda itu. Friedrich ternyata sangat mengesankan!
Siapa dia sebenarnya?
Sepuluh menit kemudian, Friedrich telah keluar dari kamarnya dengan pakaian yang lebih santai. Ia mengenakan kemeja lengan pendek dengan celana di bawah lutut dan sepatu kets. Penampilannya seperti seorang mahasiswa yang sedang di masa liburan. Untuk sesaat Hannah terpaku memandangnya.
Setelah perasaannya menjadi lega, ia baru memperhatikan penampilan Friedrich baik-baik. Pemuda ini sangat tampan dan ia jelas terlihat masih sangat muda, sama seperti Hannah sendiri. Rambutnya ikal kecokelatan dibiarkan sedikit berantakan. Sepasang matanya tampak berwarna amber, atau seperti cokelat yang sangat terang. Mengingatkannya akan madu.
Namun, walaupun ia tampak muda, Friedrich memiliki sikap dan gerak-gerik seperti orang yang jauh lebih tua dan berwibawa. Dan, bukankah tadi Harley mengatakan bahwa tuannya itu adalah seorang genius?
Semua ini membuat Hannah menjadi penasaran ingin mengetahui siapa Friedrich sebenarnya.
"Kenapa kau melihatku seperti itu?" tanya Friedrich kepada Hannah yang menatapnya tanpa berkedip. "Ada yang kau inginkan dariku?"
Hannah menggeleng cepat-cepat. "Tidak. Uhm.. mungkin sedikit. Apakah aku boleh menggunakan kamar mandi?"
"Tentu saja. Nanti setelah aku pergi, kau bisa minta Harley untuk mengurusimu." Pemuda itu menoleh ke arah robot pelayannya dan memberi perintah. "Harley, nona ini adalah tamuku. Kau tolong layani dia dengan baik. Dia akan menginap di kamar tamu."
"Terima kasih," kata Hannah.
"Hmm."
Friedrich tidak menoleh lagi, ia segera keluar dari rumahnya dan meminta supirya membawa ia ke mansion keluarga Atlas. Ia harus bicara kepada Karl sebelum mereka pulang ke rumah dan adiknya itu bertemu Hannah.
***
Harley menunjukkan kamar tamu kepada Hannah dan mempersilakannya untuk menggunakan kamar mandi di dalam kamar tersebut. Hannah merasa sangat lega, berada di tempat yang jauh dari Valentino.
Ia telah mematikan ponselnya di perjalanan menuju ke rumah Friedrich karena ia tidak ingin Valentino melacaknya. Kini, setelah mencuci muka dan menyegarkan diri, ia duduk di tempat tidur dan memandangi ponselnya, menghadapi dilema di kepalanya.
Ia ingin sekali menghubungi Aurora dan Sebastian untuk memberi tahu mereka tentang keberadaannya agar mereka tidak menguatirkannya. Namun, ia takut kalau ia melakukannya, mereka justru akan dikejar oleh keluarganya dan keluarga tunangannya.
Aurora dan Sebastiann sudah terlalu baik kepadanya. Hannah tak mau menyusahkan mereka lebih lanjut. Akhirnya ia memutuskan untuk keluar kamar dan menemui Harley. Ia ingin menanyakan siapa tuan penolongnya sebenarnya.
"Hallo, Harley. Apakah aku boleh bertanya sesuatu?" tanya Hannah saat ia melihat Harley menunggunya di ruang tamu.
"Silakan, Nona."
Hannah duduk di sofa dan menyamankan dirinya. Ia memandang ke sekelilingnya dan merasa terkesan dengan rumah besar yang ditata apik itu.
"Siapakan tuanmu sebenarnya? Apakah benar ia adalah seorang genius?" Gadis itu memulai pertanyaannya.
Harley menjawab dengan nada datar dan apa adanya. "Itu benar. Tuan adalah Friedrich Neumann. Ilmuwan genius dekade ini yang memegang tiga paten pesawat. Beliau sudah memperoleh gelar masternya beberapa tahun lalu mengajar di universitas sebelum kemudian pindah bekerja untuk Atlas X untuk membawa manusia ke luar angkasa. Beliau berkebangsaan Jerman dan sebentar lagi beliau akan merayakan ulang tahunnya yang ke-21."
"Astaga..." Hannah menekap bibirnya. Sepertinya ia pernah membaca tentang Friedrich sebelum ini. Ia tak menyangka suatu hari nanti akan dapat bertemu langsung dengan orangnya.
Pikirannya melayang kembali pada pemuda tampan yang sudah menolongnya itu. Ternyata Friedrich bukanlah lelaki biasa.
"Jadi... namanya Friedrich," gumam Hannah kemudian. Ia lalu menatap Harley dengan pandangan penuh perhatian. "Apakah ia sudah memiliki kekasih?"
"Tidak. Tuan terlalu sibuk untuk bertemu gadis-gadis. Dan setahuku beliau tidak menyukai gadis yang bodoh. Ada terlalu banyak gadis bodoh di sekitarnya," jawab Harley blak-blakan.
Entah kenapa, jawaban dari robot itu membuat Hannah merasa sangat senang. Ia lega karena Friedrich tidak memiliki kekasih. Ia tidak ingin menjadi penyebab hubungan Friedrich dengan wanita lain menjadi rusak hanya karena pemuda itu menolongnya dan hal itu membuat kekasihnya cemburu.
Begini lebih baik, pikirnya.
Hannah mencoba memikirkan apa yang harus ia lakukan setelah ini. Ia tidak akan dapat mengakses uangnya, karena orang tuanya pasti membekukan rekeningnya.
Ia juga tidak dapat menghubungi Aurora karena tidak mau melibatkan mereka. Ia harus memikirkan cara untuk bertahan hidup. Ia sudah harus melupakan kuliahnya dan kehidupannya yang lama.
Mulai sekarang, ia adalah seorang manusia baru yang bebas. Ia harus dapat menentukan jalannya sendiri. Hannah Hannenberg telah mati. Ia akhirnya berhasil membunuh dirinya dan kini menjalani kehidupan baru.
Ia berharap Friedrich akan bersedia membantunya untuk dapat mencari pekerjaan dan menghidupi dirinya sendiri.
***
Tiga jam kemudian terdengar bunyi gerbang terbuka otomatis, dan mobil hitam yang membawa Friedrich dan adiknya memasuki halaman. Hannah melepaskan apron yang melilit pinggangnya dan segera menyambut kedatangan penolongnya.
"Selamat datang," sapa gadis itu dengan suara ceria. Ia berdiri menyambut kedua pemuda itu dengan wajah berseri-seri. "Apakah ini adikmu?"
"Benar," Friedrich mengangguk. "Maaf, aku pulang agak lama. Tadi aku sekalian ada meeting dengan bosku."
"Tidak apa-apa, aku tahu kau sibuk," jawab Hannah.
Sementara itu, Karl menatap Hannah dengan wajah tercengang. Ia belum pernah melihat gadis secantik ini dalam jarak begitu dekat. Ia sudah mendengar dari kakaknya bahwa Friedrich telah menampung seorang wanita di rumah mereka, tetapi pemuda itu sama sekali tidak mengatakan bahwa Hannah sangat cantik.
"Karl, ini Hannah," kata Friedrich memperkenalkan keduanya. "Hannah, ini adikku, Karl."
"Hallo, Karl. Senang bertemu denganmu. Namaku Hannah." Hannah mengulurkan tangannya dan menyalami sang remaja yang berdiri di samping Friedrich.
Walaupun mereka bersaudara, tetapi penampilan Karl sangat berbeda dari Friedrich. Rambutnya hitam lurus dengan sepasang mata berwarna hijau. Di pipinya masih terlihat bintik-bintik yang membuatnya terlihat seperti seorang anak kecil. Hannah menduga anak itu masih berumur 15 tahun.
"Apa yang kau lakukan di rumah?" tanya Friedrich sambil melangkah masuk. Hidungnya telah mencium bau masakan yang demikian mengundang selera. "Apakah kau memasak?"
Ia dapat segera menduga bahwa Hannahlah yang memasak makanan itu. Ia mengetahui dengan pasti kemampuan Harley, karena kemampuan robot itu memasak hanyalah sebatas input yang ia masukkan ke dalamnya.
Harley sangat pandai membersihkan rumah dan memperbaiki barang-barang yang rusak, tetapi ia tidak terlalu dapat diandalkan untuk memasak.
"Benar," kata Hannah sambil tersenyum lebar. Wajahnya yang tadi dipenuhi kedukaan dan putus asa telah berganti menjadi wajah yang cerah dan bahagia. Friedrich tidak mengira Hannah dapat pulih demikian cepat. Gadis itu berjalan mendahului mereka masuk ke dalam rumah dan segera menuju ke dapur. "Aku memasak sesuatu untuk mengucapkan terima kasih kepadamu. Kuharap kau suka."
Friedrich dan Karl tertegun dan kemudian saling bertukar pandang ketika mereka melihat di meja dapur ada berbagai masakan yang mengundang selera. Hebat sekali kalau Hannah dapat memasak begini banyak masakan. Ia sangat berbakat!
"Silakan duduk. Ini sudah hampir jam makan siang," kata Hannah. Kedua pemuda itu mengikuti perintahnya dan mengambil kursi masing-masing di meja makan. Dengan cekatan Hannah lalu melayani mereka makan.
Walaupun Friedrich menolak dilayani, tetapi Hannah memaksa. Katanya setidaknya hanya itu yang dapat ia lakukan untuk membalas budi pemuda itu. Akhirnya Friedrich mengalah dan mereka pun makan siang bersama dengan tenang.
"Enak sekali," kata Karl berkali-kali. Ia menyuapkan makanannya dengan sangat lahap dan bahkan tambah beberapa kali. Hal ini membuat Hannah tampak sangat senang.
Ia memang tidak genius seperti Friedrich, tetapi ia sangat suka memasak dan pandai melakukannya. Apalagi, hari ini Hannah memasak dengan sepenuh hati. Rasa masakannya menjadi demikian lezat, lebih daripada biasanya.
Karl dan Friedrich yang tidak pernah merasakan masakan rumahan dari seorang wanita, tanpa sadar menjadi terharu. Seketika mereka teringat pada masakan ibu mereka yang sudah meninggal lima tahun yang lalu.
Keduanya lalu makan dengan diam, saat kenangan itu hinggap di benak mereka secara bersamaan.
Setelah makan siang selesai, Friedrich meminta adiknya untuk meninggalkan mereka, karena ia ingin bicara di antara sesama orang dewasa kepada Hannah. Ia ingin tahu apa yang diinginkan gadis itu, dan tak ingin Karl mendengar pembicaraan mereka.