Rahasia Di Masa Lalu: Perjanjian Hannah & Friedrich
Rahasia Di Masa Lalu: Perjanjian Hannah & Friedrich
"Astaga... kau ini bersemangat sekali ya?" tegur Friedrich sambil tersenyum tipis. Dalam hati ia bertanya-tanya parfum apa yang dikenakan gadis ini. Wanginya enak sekali.
Hannah melepaskan diri dari Friedrich dan dengan riang mencium pipi pemuda itu. "Aku hanya sangat senang bisa bebas dari si brengsek itu."
"Sekarang apa yang harus aku lakukan?" tanya Friedrch. Setelah berpikir sejenak, ia merasa bahwa tidak ada salahnya membantu orang lain. Hannah sepertinya sedang benar-benar membutuhkan pertolongan.
Ia curiga ada hal lain di balik rencana gadis itu untuk membatalkan pertunangannya dari lelaki bernama Valentino itu. Apa pun itu, Friedrich memilih untuk percaya kepada Hannah.
"Hmm.. nanti setelah pestanya selesai, kau menginap di sini. Bilang saja kepada teman kencanmu tadi bahwa kau... uhm, ada urusan belakangan," kata Hannah sambil mengerling ke arah Laura.
Friedrich mengikuti arah sudut mata Hannah dan tertawa kecil. "Dia bukan kencanku. Bisa dibilang dia itu... hmm.. seperti kakakku sendiri."
"Oh, benarkah?" Wajah Hannah tampak berseri-seri. "Kalau begitu, beres. Aku tidak usah merasa tidak enak kepada Bibi Sebastian karena merebut kencan sahabatnya."
Friedrich mendeham pelan. Laura tentu malah senang kalau mengetahui bahwa Friedrich akan tinggal di belakang karena ia akan mengira bahwa pemuda itu berhasil mendapatkan teman kencan di pesta. Misi Laura berhasil!
"Dia tidak akan keberatan," kata Friedrich tenang. Ia mengambil ponselnya dan mengetik SMS kepada Karl untuk memberi tahu adiknya itu bahwa ia tidak akan pulang malam ini. "Aku hanya perlu mengabari adikku agar ia tidak kuatir."
"Ahh... kenapa kau harus mengabari adikmu?" tanya Hannah keheranan. "Biasanya orang memberi kabar kepada orang tuanya bukan adiknya."
"Ia sedang menginap di rumah teman. Ia tinggal bersamaku sejak orang tua kami meninggal. Kalau aku tidak pulang dan tidak memberi kabar, dia pasti akan kuatir."
"Oh..." Wajah Hannah tampak dipenuhi simpati. "Aku turut berduka."
"Untuk apa?" tanya Friedrich keheranan.
"Untuk orang tuamu. Kau bilang kedua orang tuamu sudah meninggal," kata Hannah menjelaskan. Ia tertunduk dan wajahnya menjadi sedih. "Sejujurnya aku lebih memilih orang tuaku meninggal daripada bersikap sewenang-wenang kepadaku . Ohh... aku merasa seperti anak durhaka..."
"Umurmu berapa?" tanya Friedrich keheranan. "Kau ini sudah dewasa, kan? Kalau kau tidak menyukai diatur-atur oleh orang tuamu, kau bisa keluar dari rumah dan hidup mandiri. Jangan jadi orang malas."
Hannah mengerucutkan bibirnya mendengar kata-kata ketus Friedrich. Sungguh laki-laki tak punya hati, pikirnya.
"Itu bukan urusanmu!" Akhirnya gadis itu terpancing untuk menjawab dengan kata-kata ketus juga. "Aku toh tidak minta diberi makan olehmu. Kau tidak perlu menasihatiku bagaimana aku menjalani hidupku."
Friedrich tidak mengerti mengapa Hannah terlihat sangat membenci orang tuanya dan Valentino. Beberapa hari kemudian, barulah ia menyadari siapa Hannah sebenarnya dan mengapa gadis itu tidak dapat menentang orang tuanya maupun meninggalkan rumah dan hidup mandiri.
Tetapi malam itu, hubungan mereka menjadi dingin karena Friedrich salah paham dan mengira Hannah adalah gadis manja yang mengandalkan dukungan dari orang tuanya dan tidak mau mengandalkan dirinya sendiri.
"Sudah.. jangan bertengkar. Yang penting sekarang kalian sudah sepakat. Malam ini kalian tidur di kamar yang sama. Aku akan mengabari kalau Valentino sudah mendarat di bandara Seattle agar kalian bisa bersiap-siap," kata Sebastian menengahi.
Friedrich tadinya hendak membatalkan niatnya membantu Hannah karena sikap ketus gadis itu, tetapi akhirnya ia mengalah. Toh, ia juga sudah memberi tahu Karl bahwa ia tidak akan pulang malam itu.
Friedrich memutuskan untuk menepati janjinya dan segera pergi dari mansion Diane setelah pagi tiba.
Pesta berakhir pukul 1 pagi dan semua tamu pulang satu persatu dengan dijemput supir masing-masing. Friedrich telah memberi tahu Laura bahwa ia menginap bersama 'teman barunya' dan kakak angkatnya itu tampak senang sekali. Ia mengedip nakal ke arah Friedrich dan menyelipkan kondom ke saku pemuda itu.
"Jangan main tanpa pengaman," bisiknya sambil tertawa kecil. Ia lalu melambai kepada semua orang dan pergi dengan langkah anggun. Laura selalu berhasil terlihat anggun walaupun ia sudah setengah mabuk karena terlalu banyak minum dan bersenang-senang dengan teman-temannya di pesta.
Untunglah supir kepercayaan keluarga Atlas sudah biasa menangani Laura sehingga Friedrich tidak merasa kuatir membiarkan wanita itu pulang tanpa dirinya. Setelah Laura pergi, ia merogoh ke dalam sakunya untuk mencari tahu benda apa yang barusan dimasukkan wanita itu ke sana.
Wajahnya mengernyit ketika ia merasa-raba kondom itu dan menyadari isinya. Ugh...
"Ayo, sudah larut sekali," kata Aurora tiba-tiba. "Aku sudah mengantuk. Sebaiknya kita sekarang tidur dan mengumpulkan tenaga. Besok pasti situasinya akan ribut."
Ia lalu mendorong tubuh Hannah dan Friedrich bersama ke arah tangga. Kedua orang itu saling pandang dan kemudian melangkah dengan enggan.
"Kau sudah berjanji... Jangan ingkar," tukas Hannah sambil mengerucutkan bibirnya. Ia telah melihat keengganan Friedrich. "Kalau kau mundur sekarang aku akan membencimu seumur hidupku. Seharusnya aku bisa menyewa salah satu gigolo tadi."
Friedrich menepuk kening gadis itu dan memutar matanya. "Aku tidak pernah ingkar janji. Tapi awas, kau jangan mengambil kesempatan di saat aku tidur."
Gantian Hannah yang memutar matanya. Ia lalu berjalan sambil membanting kakinya. Gadis itu menoleh ke belakang dan memberi tanda agar Friedrich mengikutinya. "Ayo ke kamarku. Jangan berjalan seperti keong!"
"Ish... kau benar-benar sudah tidak sabar ingin tidur denganku?" sindir Friedrich. Namun demikian, ia mengikuti langkah-langkah panjang Hannah ke lantai dua.
Mereka menyusuri lorong indah di lantai dua dan kemudian masuk ke sebuah kamar di sebelah kiri. Waktu sudah menunjukkan pukul 1.30 pagi.
"Oh... aku kebanyakan minum," keluh Hannah sambil duduk di kursi cantik di samping tempat tidur dan melepaskan sepatunya. "Kau silakan membuat dirimu nyaman. Aku akan membersihkan diri dan kemudian tidur."
Friedrich hanya memperhatikan gerak-gerik gadis itu. Hannah tampak masih sangat menguasai diri walaupun ia tadi minum wine cukup banyak di pesta. Sepertinya gadis ini memang terbiasa minum, pikirnya.
Ia lalu duduk di kursi dan melepaskan sepatunya. Hannah keluar dari kamar mandi beberapa saat kemudian dengan sebelah tangan memegang sikat gigi dan sebelah lagi membawa jubah tidur dan sandal kamar.
"Ini untukmu," kata gadis itu sambil menaruhnya di sebelah Friedrich, setelah itu ia kembali ke kamar mandi.
Sepuluh menit kemudian gadis itu keluar dengan wajah yang tampak bersih dan segar tanpa riasan sama sekali. Tubuhnya terbalut jubah tidur yang mirip seperti yang ia berikan kepada Friedrich.
"Kau bisa menggunakan kamar mandinya sekarang. Ada sikat gigi baru di sebelah keran. Aku tidur duluan. Aku sudah memasang alarm pukul enam pagi. Sebastian bilang Valentino akan tiba jam 7. Kita harus mulai bersandiwara sebelum ia datang."
Friedrich memperhatikan wajah Hannah yang tanpa riasan dan diam-diam memuji kecantikan gadis itu. Hannah tampak sangat menawan walaupun ia sama sekali tidak mengenakan riasan. Bahkan menguap lebar saja tidak membuat kecantikannya berkurang, pikir Friedrich.
"Nanti kalau kau sudah mau tidur, tolong matikan lampunya," kata gadis itu sambil naik ke tempat tidur. Ia menguap lagi, lalu menutupkan selimut ke tubuhnya. Tidak lama kemudian, ia pun tertidur.
Begitu saja? pikir Friedrich. Hannah tampak dapat tidur dengan mudah, membuatnya iri karena Friedrich biasanya perlu membaca buku dulu dan bermeditasi sebelum ia dapat menenangkan pikirannya yang sibuk dan kemudian tidur.
Setelah mengamati gadis itu beberapa lama, akhirnya Friedrich membersihkan diri ke kamar mandi dan mengganti pakaiannya dengan jubah tidur yang diberikan Hannah.
Ah.. lucu juga rasanya mengenakan jubah yang sama seperti ini, pikir Friedrich. Seperti pasangan suami istri saja.
Ia lalu naik ke tempat tidur dan masuk ke bawah selimut Hannah. Setelah menutupkan selimut hingga ke dadanya, Friedrich menoleh ke samping. Ia melihat Hannah tertidur sangat pulas dengan bibir sedikit terbuka.
Astaga...
Entah kenapa Friedrich merasakan dadanya tiba-tiba berdebar dengan sangat keras.