The Alchemists: Cinta Abadi

Rahasia Di Masa Lalu: Permintaan Hannah



Rahasia Di Masa Lalu: Permintaan Hannah

Friedrich melihat ekspresi ketiganya dan segera mengerti apa yang ada dalam pikiran mereka. Ahh.. sepertinya mereka mengira ia adalah seorang laki-laki penjaja tubuh untuk wanita kalangan atas, seperti beberapa pria tampan yang sering dilihatnya datang ke pesta-pesta kalangan atas yang sering dihadiri Laura.     

Ia tersenyum geli dan sejenak berpikir apakah ia harus meluruskan dugaan mereka atau tidak. Ia hendak mengatakan sesuatu tetapi tiba-tiba ia mendengar Hannah dan Aurora berbicara dalam bahasa Jerman dengan suara rendah.     

Ia mengurungkan niatnya dan pura-pura menoleh ke arah lain sambil menikmati wine-nya. Ia ingin tahu apa yang dibicarakan kedua gadis itu secara diam-diam di depannya, karena mereka tidak mengira ia dapat mengerti bahasa Jerman.     

"Kurasa aku akan menyewa dia saja. Satu malam sudah cukup," kata Hannah kepada Aurora. "Lagipula dia sangat tampan. Valentino akan sangat marah dan membatalkan pertunangan."     

"Astaga... Hannah, kau tidak serius?" tanya Aurora sambil mencuri pandang ke arah Friedrich. "Kau nekad sekali."     

"Salah sendiri kenapa orang tuaku menjodohkanku dengan si brengsek itu," tukas Hannah dengan kesal. "Aku akan menunjukkan kepada mereka bahwa aku dapat mengatur hidupku sendiri."     

Friedrich tidak dapat menduga apa tepatnya yang sedang dibicarakan kedua gadis itu. Ia hanya mengira-ngira bahwa dirinya adalah sebagian dari topik yang mereka bahas, mengingat sikap tubuh mereka, tetapi ia tidak tahu pasti apa hubungannya dengan laki-laki yang disebut Valentino itu.     

Sebastian yang sedari tadi hanya diam memperhatikan kekasihnya dan sahabat mereka membahas Friedrich tampak memutar matanya dan menggeleng-geleng, tetapi jelas terlihat ia sudah terbiasa dengan kegilaan dua gadis itu.     

"Fred..." Hannah tiba-tiba menggamit bahu Friedrich. Wajahnya tampak bersungguh-sungguh. "Apakah kau memerlukan uang? Aku punya uang dan bisa membayar waktumu. Aku membutuhkan bantuan."     

Friedrich terkejut karena Hannah tahu-tahu menyebut uang. Ia tidak membutuhkan uang sama sekali karena di usianya yang demikian muda, ia telah menghasilkan cukup banyak uang dari paten-patennya dan tentu saja pekerjaannya di Atlas X.     

Namun demikian, ia sama sekali tidak menolak karena ia ingin tahu apa yang sebenarnya diinginkan Hannah darinya.     

"Kau butuh bantuan apa?" tanyanya.     

"Aku ingin kau tidur denganku," jawab Hannah tanpa basa-basi. "Aku akan membayarmu dengan uang yang banyak."     

Friedrich tertegun. Ia belum pernah tidur dengan wanita sebelumnya dan ia tidak tertarik dengan gadis-gadis cantik dan bodoh yang ada di sekelilingnya. Tetapi dari semua gadis menyebalkan yang pernah mencoba tidur dengannya, tidak ada satu pun yang bersikap blak-blakan seperti Hannah malam ini. Friedrich menjadi terkesan.     

Ha. Tidur dengan seorang gadis cantik dan kemudian diberi uang? Kalau Friedrich adalah seorang gigolo tentu ini akan dianggapnya sebagai keberuntungan. Kebanyakan gigolo lain harus melayani dan memuaskan wanita lebih tua yang sering kali lebih tua dari ibu mereka.     

"Apa yang kalian lakukan?" tanya Sebastian dalam bahasa Jerman kepada kekasihnya. Aurora mengangkat bahu.     

"Kalau dia tidak mau dibayar, kita bisa memberinya obat perangsang dan menjebaknya untuk tidur dengan Hannah. Yang jelas sebelum Valentino datang ke sini untuk menjemput Hannah, kita harus sudah menyiapkan semuanya," kata Aurora.     

Friedrich seketika menyemburkan wine yang sedang diminumnya saat mendengar Aurora dan Hannah bahkan akan bersikap nekad dan memberinya obat perangsang.     

Tindakannya seketika menimbulkan kecurigaan pada ketiga anak muda dari Moravia itu. Hannah menyipitkan matanya dan menatap Friedrich dengan pandangan penuh selidik.     

"Kau... mengerti bahasa Jerman?" tanyanya. Wajah gadis itu tampak pucat.      

Friedrich merasa tidak ada gunanya membohongi mereka, karena itu ia menjawab dalam bahasa Jerman yang fasih.     

"Aku mengerti apa yang kalian bicarakan. Aku bukan gigolo, maaf ya, aku tidak bisa membantumu."     

"Astaga..." Hannah menekap bibirnya dengan kaget. Aurora dan Sebastian tampak membelalakkan mata mereka mendengar ternyata Friedrich dapat bicara dalam bahasa Jerman yang sempurna tanpa aksen.     

"Kami tidak sungguh-sungguh hendak memberimu obat perangsang," kata Aurora buru-buru. "Tadi itu kami hanya bercanda. Tidak betulan."     

Sebastian yang merasa harus membela Aurora menepuk bahu Friedrich dan meminta maaf mewakili kekasihnya.     

"Maafkan kedua gadis ini. Mereka memang sering nekad. Hannah sedang mengalami dilema dan dia pikir satu-satunya cara menghindarkan diri dari laki-laki yang dijodohkan orang tuanya kepadanya adalah dengan berpura-pura menjadi gadis liar dan memalukan nama keluarga," kata Sebastian menjelaskan.     

"Dijodohkan orang tua?" tanya Friedrich keheranan. "Ini tahun 2030. Zaman modern. Orang tua mana yang memaksa anaknya menikah dengan lelaki yang tidak disukainya?"     

"Uhm... kau tidak kenal orang tuaku," kata Hannah dengan wajah frustrasi. "Baiklah. Maafkan aku yang nekad dan putus asa. Laki-laki itu sedang menuju kemari untuk menjemputku dengan paksa. Pernikahan kami minggu depan. Aku perlu membuatnya memergokiku tidur dengan laki-laki lain agar ia mundur dan membatalkan pernikahan. Itu saja. Maaf ya, tadi kukira kau laki-laki seperti itu."     

Friedrich menatap wajah Hannah dengan penuh perhatian. Ada sesuatu pada ekspresi gadis ini yang membuatnya tertarik. Hannah ternyata tidak segan untuk langsung mengakui kesalahannya dan meminta maaf. Hal ini membuat Friedrich menghargai ketulusan gadis itu.     

"Aku bukan gigolo, kalau itu maksudmu," kata Friedrich. Ia mengerutkan keningnya "Apakah tidak ada cara lain?"      

"Aku bisa kawin lari dengan laki-laki lain, atau bunuh diri," kata Hannah sambil mengangkat bahu. "Masalahnya kedua hal itu adalah pilihan buruk. Aku hanya akan melakukannya kalau aku terdesak dan tidak punya jalan lain. Kalau aku sampai menikah dengan sembarangan lelaki lain, aku hanya akan menambah masalah baru dan nanti aku akan kerepotan mengurus perceraian kami."     

"Memangnya seburuk apa si Valentino itu?" tanya Friedrich lagi. "Kalau kau memang tidak mau menikah dengannya, apa kau tidak bisa mengatakan sesuatu kepadanya?"     

"Aku sudah berusaha memberitahunya bahwa aku tidak menyukai perjodohan di antara kami, tetapi ia sangat keras kepala," omel Hannah. "Satu-satunya cara membatalkan pernikahan kami adalah dengan membuatnya membenciku. Itu saja."     

"Kalian tidak perlu sungguh-sungguh berhubungan seks," kata Sebastian kemudian. "Kalau kalian tidur bersama tanpa mengenakan pakaian saat Valentino datang dan memergoki kalian... kurasa itu sudah cukup."     

"Aku sih bisa melakukannya," kata Hannah. Ia lalu mengerling ke arah Friedrich. "Tapi dia kan laki-laki, mana mungkin dia bertahan tidak melakukan apa-apa."     

Friedrich memutar matanya. Ia tidak pernah kehilangan pertahanan di depan wanita secantik apa pun. Ia hanya memandang mereka seperti kursi atau meja.      

"Kau jangan menghinaku. Pengendalian diriku sangat baik," kata Friedrich ketus.     

"Aku tidak percaya," tukas Hannah sambil membuang muka. Ia lalu bicara kepada Sebastian. "Sebaiknya aku bayar salah satu gigolo sungguhan saja. Tolong tanyakan kepada tantemu ya, Sebastian. Kulihat ada dua laki-laki yang seperti gigolo di dekat tangga sana."     

Hannah hendak berjalan menuju ke arah tangga ketika tangannya tiba-tiba dicengkram oleh Friedrich.     

"Kau bilang aku tidak akan tahan melihatmu telanjang dan kemudian tidur denganmu? Kau tidak tahu siapa aku," kata Friedrich dengan tegas.     

Hannah memandang tangannya yang dicengkram Friedrich. Sepasang matanya menyipit saat ia mengangkat wajahnya dan menatap Friedrich lekat-lekat. "Aku tidak percaya. Kau pasti tidak bisa bertahan."     

Nada suaraya sengaja dibuat mengejek untuk membuat Friedrich kesal dan gadis itu berhasil. Friedrich menjadi terpancing. Ia menarik tubuh Hannah mendekat kepadanya, hingga mereka hanya berjarak beberapa centimeter saja.     

Wajah Friedrich berada begitu dekat dari wajah Hannah, dan gadis itu bahkan dapat merasakan hangatnya hembusan napas Friedrich. Entah kenapa dadanya seketika terasa berdebar-debar.     

Friedrich mendekatkan bibirnya ke bibir Hannah, hingga akhirnya hanya berjarak satu centimeter... tanpa sadar Hannah memejamkan matanya.     

Friedrich menatap wajah cantik Hannah dengan matanya yang terpejam dan ia hampir tertawa. Gadis ini pikir Friedrich akan menciumnya.     

Friedrich memiringkan kepalanya sedikit dan berbisik di telinga gadis itu dengan lembut. "Aku tidak akan menciummu karena aku dapat mengendalikan diri dengan baik."     

Hannah seketika membuka matanya. Kedua pipinya tampak memerah karena malu. Ia mengerti bahwa Friedrich barusan mengerjainya.     

Friedrich menatap gadis itu dan ia yakin Hannah akan segera menamparnya.     

Tetapi ternyata, gadis itu malah menunduk.     

"Kau benar. Kau dapat mengendalikan diri dengan baik. Aku yang salah menilaimu," kata gadis itu dengan suara pelan, membuat Friedrich terkejut atas reaksinya. Hannah lalu mengangkat wajahnya dan menatap Friedrich dengan ekspresi memohon. "Karena itu, kau adalah orang yang tepat untuk menolongku. Maukah kau 'tidur' denganku dan membantuku membebaskan diri dari perjodohan yang tidak kuinginkan dengan Valentino?"     

Entah kenapa, kali ini Friedrich rasanya tidak ingin menolak permohonan Hannah. Ekspresi gadis cantik itu tampak benar-benar putus asa. Friedrich tidak dapat membayangkan seburuk apa rasanya pernikahan tanpa cinta yang harus dihadapi gadis itu sehingga ia tampak menjadi demikian putus asa.     

Akihrnya Friedrich mengangguk. "Baiklah."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.