Keharuan Aleksis
Keharuan Aleksis
Ia berharap Caspar atau Lauriel dapat segera tiba dan memeriksa kondisi Vega lalu menentukan cara terbaik untuk memulihkan ingatannya.
"Kita akan segera tiba di sana," kata Altair sambil tersenyum. "Pulaunya tidak jauh dari sini."
Vega mengangguk saja. Ia sibuk memperhatikan situasi di bawah mereka lewat jendela helikopter. Ia merasa kagum melihat pemandangan laut dan pulau-pulau tropis yang mereka lewati. Ahh... sungguh, benua Asia sangat berbeda dari Kerajaan Moravia.
Helikopter mereka mendarat di helipad kecil di belakang villa besar yang ada di tengah pulau.
"Selamat datang di Pulau F. Seperti yang kau lihat dari udara tadi, pulau ini berbentuk seperti huruf F, dari nama depan nenek kita, Finland," Altair menjelaskan.
Vega mengangguk. Ia tidak menjawab, karena wajahnya tampak begitu terpesona oleh keindahan pulau itu. Ia menarik tangan Ren untuk mendekati pintu villa yang terbuat dari kayu jati besar.
"Silakan masuk," Altair mempersilakan mereka ke dalam.
Ia lalu menunjukkan berbagai tempat penting di dalam villa, mulai dari kolam renang, ruang keluarga, ruang makan, ruang bersantai, perpustakaan, dan lain-lain. Ia mengantar pasangan muda itu ke kamar mereka yang terletak di lantai dasar dan menghadap ke taman. "Kalian bisa beristirahat dulu sambil menunggu ayah dan ibu."
"Terima kasih," kata Ren sambil tersenyum.
Vega masih belum dapat mengatakan apa-apa. Ia masih terpesona oleh keindahan kamar mereka yang megah. Ia dapat melihat bahwa kekayaan keluarga Schneider sangat besar. Villa mereka di pulau pribadi ini tidak kalah mewahnya dengan istana raja Moravia.
"Astaga, Ren..." bisik Vega kepada Ren saat tinggal mereka berdua di kamar. "Aku tidak percaya aku adalah putri keluarga Linden...."
Ren tersenyum kecut dan mengangguk. Ia berusaha tidak menampakkan isi hatinya di wajahnya. Ia benci berpura-pura, tetapi rasanya, mulai sekarang ia tidak punya pilihan selain berpura-pura di depan Vega.
Ia tidak sanggup membayangkan apa yang akan terjadi kalau Vega mengetahui rahasianya...
"Aku senang kau akan segera bertemu keluargamu.." kata Ren. Ia memeluk pinggang Vega dan menariknya ke tempat tidur. "Sebaiknya kau menenangkan diri dulu. Aku yakin pertemuan kalian nanti akan menjadi emosional."
"Hm.. kau benar," kata Vega. "Oh... dadaku rasanya berdebar-debar."
Ren mengusap-usap tangan Vega dan menenangkannya. Ia sendiri merasa emosional dan dadanya terasa sesak, tetapi demi Vega, ia berusaha menahan diri dan tampil tenang seperti biasa.
Ia harus dapat bersikap baik kepada Alaric dan seisi keluarga Vega.
***
Dua jam kemudian, tamu penting yang ditunggu-tunggu itu tiba juga. Aleksis berjalan dengan langkah-langkah panjang menuju ke villa. Alaric dan kedua anak lelaki mereka menyusul di belakangnya. Wajah mereka semua menunjukkan ekspresi yang sama: cemas dan bahagia yang bercampur menjadi satu.
"Di mana Vega?" bisik Aleksis dengan suara serak begitu ia melihat Altair yang duduk di sofa ruang tamu. "Nak, apakah ia sudah ada di sini?"
Altair tersenyum lebar dan mengangguk. "Aku akan memanggilnya."
"Aku ikut.." tukas Aleksis. Ia berjalan cepat menjajari langkah Altair yang berjalan ke ujung koridor dan kemudian mengetuk pintu kamar tempat Vega beristirahat bersama Ren.
TOK
TOK
"Vega... Ibu ingin bertemu denganmu," panggil Altair. Ia dapat merasakan hembusan napas cemas ibunya.
Pintu dibuka dari dalam dan muncullah sosok Vega. Wajahnya tampak sembap dan sepasang matanya dipenuhi air bening.
"Anakku!!!" Aleksis segera menghambur dan memeluk Vega. Ia sudah dapat melihat dan mengenali anak perempuannya satu-satunya. Walaupun kini rambut Vega berwarna keemasan, tidak platinum seperti Altair, wajah mereka berdua masih sangat serupa.
Vega yang tiba-tiba dipeluk wanita yang baru datang ini seketika merasakan begitu familiar dengan Aleksis. Berbeda dengan foto 'orang tuanya' di Salzsee dulu, yang sama sekali tidak terasa akrab dengannya, wanita ini terasa sangat familiar.
Ia seolah mengenali wangi citrus tubuh ibunya yang begitu khas. Ia juga merasa begitu akrab dengan rangkulannya. Tanpa sadar, Vega menangis terisak-isak. Ia masih belum dapat mengingat Aleksis, tetapi secara batin, ia telah merasakan kedekatan emosional yang tak dapat ia jelaskan dengan kata-kata.
"Ibu...." bisik Vega berkali-kali.
"Vega, sayang... Ibu rindu sekali..." kata Aleksis dengan suara serak. Air matanya kembali tumpah. Kesedihannya selama bertahun-tahun, akhirnya hari ini menemukan pelampiasan.
Anaknya yang hilang kini telah ditemukan. Ia merasa begitu bahagia.
Di belakangnya, Alaric berdiri terpaku mengamati adegan itu. Ia juga sangat merindukan Vega, lebih dari apa pun, tetapi ia sengaja memberikan kesempatan kepada istrinya untuk meluapkan kerinduannya kepada Vega.
Ia menunggu dengan sabar. Demikian juga dengan Ireland dan Scotland yang berdiri di sampingnya. Mereka semua tampak emosional dan bahagia.
"Kami tak pernah berhenti mencarimu, Sayang..." tangis Aleksis. "Bahkan kami menemui semua orang yang mengirim petunjuk bahwa mereka melihatmu di sini atau di sana. Kami juga bertemu orang-orang yang mengaku sebagai dirimu... Kami membalik setiap batu, meneliti setiap petunjuk..."
Ren yang memperhatikan adegan emosional pertemuan ibu dan anak itu mengigit bibir saat mendengar kata-kata Aleksis. Ia tahu pasti betapa sulitnya keluarga Linden dan Schneider berusaha mencari Vega. Ia sengaja mengaburkan pencarian mereka dengan mengirim ratusan petunjuk palsu dan membayar orang-orang yang akan menyesatkan mereka dalam usaha mereka mencari Vega.
Tujuannya tercapai, setelah dua tahun, keluarga itu menjadi sangat lelah dan tidak dapat melanjutkan pencarian dengan baik. Karena itulah ia menjadi percaya diri untuk membiarkan Vega hidup di Salzsee dengan identitas baru.
Walaupun kini rencana balas dendamnya tidak berjalan sesuai rencana, setidaknya keluarga Alaric dan Caspar yang sombong sudah mendapat pelajaran bahwa walaupun mereka kaya dan berkuasa, bukan berarti mereka menang segala-galanya dan tidak akan dapat tersentuh.
Ia sudah membuktikan kepada mereka bahwa dengan perencanaan matang selama belasan tahun dan eksekusi yang baik, mereka dapat kecolongan dan kehilangan anak perempuannya.
"Apakah selama ini kau baik-baik saja?" tanya Aleksis setelah melepaskan Vega dari rangkulannya. Ia menatap wajah anak gadisnya dengan pandangan prihatin. "Apakah ada orang yang menjahatimu?"
Vega menatap Aleksis dengan mata basah. Ia hendak memberi tahu ibunya tentang apa yang dilakukan Amelia kepadanya, tetapi kemudian ia mengurungkan niatnya. Ia tak ingin membuat mereka terpukul...
Lebih baik sekarang mereka fokus pada pertemuan kembali di antara Vega dan keluarganya setelah terpisah selama hampir enam tahun. Hal lain dapat dibahas belakangan. Akhirnya Vega menggeleng.
"Aku.. sangat merindukan ibu..." katanya pelan. "Dan ayah..."
.
.
>>>>>
From The Author:
Ini bab pertama hari ini yaa.. Satu bab lagi tar maleeeeem. Besok-besok, jangan lupa vote PS ke sequel The Alchemists versi Inggris, yaitu "The Prince Who Cannot Fall In Love & The Missing Heiress" ya.. Tinggal search aja di Webnovel (Missing Heiress). Seperti biasa, kalau novel itu masuk Top 50, saya akan publish 2 bab sehari.
Muahhh